How I went from child refugee to international model | Halima Aden

Translator: Tejan Dwinanda Reviewer: Ibtisam Qonita

This is me at age seven.

Ini adalah saya saat umur 7 tahun.

And this is also me.

Dan ini juga saya.

(Applause and cheering)

(Tepuk tangan dan sorak)

To be standing here in Kakuma refugee camp feels so surreal,

Berada di kamp pengungsian Kakuma saat ini terasa seperti mimpi,

and I'm overcome with so much emotion.

dan saya diliputi oleh banyak perasaan.

These very grounds are where I was born

Tepat di tanah ini saya lahir,

and spent the first seven years of my life.

menghabiskan tujuh tahun pertama hidup saya.

I think many people are surprised to hear

Saya pikir banyak orang kaget mendengar

that I had a great upbringing here at Kakuma.

bahwa saya dididik dengan baik di Kakuma.

But I was happy,

Namun saya bahagia,

I was smart, I had friends

saya pintar, punya banyak teman

and above all, I had hope for a brighter future.

dan yang terpenting, saya punya harapan masa depan yang baik.

That's not to say that we didn't have our obstacles.

Bukan berarti kami tidak punya kesulitan.

I mean, boy were there struggles.

Kami punya sangat banyak.

I would sometimes get sick with malaria

Terkadang saya terkena malaria

and didn't always know where our next meal would come from.

dan tak selalu tahu makan selanjutnya akan datang dari mana.

But the sense of community that is here in Kakuma

Tapi rasa kekeluargaan di Kakuma

and the pride that everyone here possesses

dan kebanggaan yang orang Kakuma miliki

is simply unparalleled.

tidak mudah tertandingi.

When I was younger, I remember conflicts breaking out.

Waktu saya kecil, saya ingat banyak konflik terjadi.

That tends to happen when people come from different backgrounds

Itu cenderung terjadi ketika orang-orang punya

and don't speak the same language.

latar belakang dan bahasa yang berbeda

Eventually, Swahili --

Pada akhirnya, Swahili --

the main language here --

bahasa umum di sini --

became our common ground.

menjadi kesamaan kami.

I made friends with the kids at the camp

Saya berteman dengan anak-anak di kamp

and even started embracing some of their cultures,

dan bahkan mulai menganut beberapa budaya mereka,

celebrating holidays like Christmas even though I was raised Muslim.

merayakan hari raya seperti Natal walaupun saya dibesarkan sebagai muslim.

The other kids would embrace my culture as well,

Anak-anak lain juga mengikuti budaya saya,

sometimes even praying right alongside me.

beberapa bahkan berdoa di samping saya.

It was easy, as children, to come together,

Mudah bagi anak-anak untuk hidup rukun,

blend all of our beliefs

menyatukan segala kepercayaan

to form our own unique, multicultural environment.

membentuk lingkungan baru khas kami yang unik dan beragam

My name is Halima Aden

Nama saya Halima Aden

and I'm a black, Muslim, Somali-American from Kenya.

dan saya seorang muslim Amerika-Somali kulit hitam dari Kenya.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Some have called me a trailblazer --

Beberapa orang menyebut saya sebagai pelopor --

I was the first Muslim homecoming queen at my high school,

Saya ratu dansa muslim pertama di sekolah saya,

the first Somali student senator at my college

ketua senat Somali pertama di kampus saya,

and the first hijab-wearing woman in many places,

dan wanita berhijab pertama di banyak posisi lainnya,

like the Miss Minnesota USA beauty pageant,

seperti kontes kecantikan Miss Minnesota USA,

the runways of Milan and New York Fashion Weeks

ajang model Milan dan New York Fashion Weeks

and even on the historic cover of British "Vogue."

dan bahkan sampul bersejarah majalah Vogue Inggris.

As you can see,

Seperti dapat Anda lihat

I'm not afraid to be the first, to step out on my own,

saya tak takut menjadi yang pertama, melangkah sendiri,

to take risks and seek change,

mengambil risiko dan mencari perubahan,

because that's what being a minority is about.

karena itulah arti menjadi minoritas.

It's about using yourself as a vessel to create change

Menggunakan diri Anda sebagai jalur untuk melakukan perubahan

and being a human representation for the power of diversity.

dan menjadi representasi bagi kekuatan keberagaman.

And now I use my platform to spread an important message of acceptance.

Sekarang saya pakai kesempatan

ini untuk menyebarkan pesan penting tentang pengakuan.

But it hasn't always been easy.

Namun itu tak selalu mudah.

When we first arrived to the United States and made St. Louis, Missouri home,

Ketika kami pertama kali tiba di Amerika dan tinggal di St. Louis, Missouri,

I remember asking my mom, "Is this really America?"

Saya ingat bertanya ke ibu saya, "Apa ini benar Amerika?"

There were things that were sadly familiar,

Ada beberapa hal yang sayangnya terasa familiar,

seperti suara tembakan di malam hari.

like hearing gunshots at night

and the streets looking impoverished.

dan suasana jalan yang kumuh.

But there were things that were also very different.

Namun ada juga hal yang terasa sangat berbeda.

Seperti saat pertama saya masuk sekolah dasar,

Like when I started first grade,

I noticed how the kids played in groups.

anak-anak lain bermain dalam kelompok.

In America, we call them "cliques."

Di Amerika, kami menyebutnya, "klik."

Back here, we all played together.

Di sini, kami semua bermain bersama.

Gender didn't matter,

Tak masalah jenis kelamin,

and race most certainly never mattered.

dan pastinya ras pun bukan masalah.

I remember asking myself,

Saya bertanya pada diri sendiri,

"Why don't they understand Swahili?

"Mengapa mereka tak belajar bahasa Swahili?

Swahili is the language that brings people together."

Bahasa Swahili menyatukan orang-orang."

To make matters worse,

Yang memperburuk itu,

the school I was enrolled in didn't have an English immersion program.

sekolah saya tidak punya program pendalaman bahasa Inggris.

So everyday I would get up,

Jadi saya akan bangun setiap hari,

go to school, sit in my desk

pergi ke sekolah, duduk di meja saya

and never learn a thing.

dan tak belajar apa pun.

This is when I started losing hope,

Inilah awal saya mulai kehilangan harapan,

and I wanted nothing more than return to Kakuma,

dan hanya ingin kembali ke Kakuma,

a refugee camp.

sebuah kamp penampungan.

Soon, my mother learned that many Somalis found refuge

Lalu, ibu saya sadar banyak orang Somali,

ditampung di sebuah kota kecil di Minnesota.

in a small town in Minnesota.

So when I was eight, we moved to Minnesota.

Jadi ketika saya berumur 8 tahun, kami pindah ke Minnesota.

My life changed as I met other students who spoke Somali,

Hidup saya berubah ketika bertemu murid lain yang berbahasa Somali,

attended a school that had an English immersion program

masuk ke sekolah yang mempunyai program pendalaman bahasa Inggris.

and found teachers that would go above and beyond,

dan menemukan guru yang bekerja secara totalitas,

staying there after school hours and lunch breaks,

mengajar lewat jam sekolah dan pada jam makan siang,

dedicated to helping me find success in the classroom.

berdedikasi untuk membantu saya berhasil di kelas.

Being a child refugee has taught me that one could be stripped of everything:

Menjadi pengungsi anak mengajarkan saya

bahwa seseorang dapat kehilangan segala hal:

food, shelter, clean drinking water,

makanan, tempat tinggal, air minum bersih,

even friendship,

bahkan pertemanan,

but the one thing that no one could ever take away from you

namun satu yang tak dapat diambil darimu

is your education.

ialah pendidikan.

So I made studying my top priority

Jadi saya menjadikan belajar sebagai prioritas utama saya

and soon started flourishing within the classroom.

dan lalu berkembang pesat di kelas.

As I grew older, I became more aware of others

Setelah dewasa, saya lebih memedulikan orang lain

and how they viewed my race and background.

dan bagaimana mereka melihat ras dan latar belakang saya.

Specifically, when I started wearing the head scarf known as a hijab.

Terutama, ketika saya mulai memakai hijab.

When I first started wearing it, I was excited.

Saat saya pertama kali memakainya, saya merasa antusias.

I remember admiring my mother's, and I wanted to emulate her beauty.

Saya ingat mengagumi hijab ibu saya, dan ingin mengikuti kecantikannya.

But when I started middle school,

Namun ketika saya masuk SMP,

the students teased me about not having hair,

murid lain mengejek saya tidak mempunyai rambut,

so to prove them wrong,

jadi untuk membuktikannya,

I started showing them my hair --

saya mulai perlihatkan rambut saya pada mereka --

something that goes against my beliefs, but something I felt pressured to do.

sesuatu yang dilarang agama saya, namun terpaksa saya lakukan.

I wanted so badly to fit in at the time.

Saya sangat ingin diterima pada saat itu.

When I reflect on the issues of race, religion, identity,

Ketika saya memikirkan isu ras, agama, dan identitas,

a lot of painful memories come to mind.

saya teringat banyak hal yang menyakitkan.

It would be easy for me to blame those of another culture

Mungkin lebih mudah menyalahkan orang-orang dari budaya berbeda

for making me feel the pain I felt,

yang membuat saya merasakan sakit ini,

but when I think deeper,

namun berpikir lebih dalam, saya juga sadar bahwa

I also recognize that the most impactful,

peristiwa positif paling penting yang mengubah hidup saya

positive, life-changing events that have happened to me

are thanks to those people who are different than me.

adalah akibat orang-orang yang berbeda dengan saya.

It was at this moment that I decided to step outside of my comfort zone

Pada saat itu saya mulai keluar dari zona nyaman saya

and compete in a pageant wearing a hijab and burkini.

dan ikut kompetisi kecantikan mengenakan hijab dan burkini.

I saw it as an opportunity to be a voice for women

Saya melihatnya sebagai kesempatan untuk menjadi suara wanita

who, like myself, had felt underrepresented.

yang merasa tidak terwakilkan, seperti saya.

And although I didn't capture the crown,

Dan walaupun saya tidak menjadi juara,

that experience opened so many doors for me.

pengalaman itu membuka banyak peluang untuk saya.

I was receiving emails and messages from women all over the world,

Saya mendapat email dan pesan dari wanita di seluruh penjuru dunia,

telling me that I've inspired them by simply staying true to myself.

yang menyebut bahwa saya menginspirasi mereka,

dengan menjadi diri saya sendiri.

The other "firsts" kept coming.

"Yang pertama" lainnya terus muncul.

I was invited to New York City by fashion icon Carine Roitfeld

Saya diundang ke kota New York oleh ikon fashion Carine Roitfeld

to shoot my very first editorial.

untuk meliput editorial pertama saya.

It was around this time that I became the first hijab-wearing model,

Pada saat itu saya menjadi model hijab pertama,

and in my first year,

dan pada tahun pertama saya,

I graced the covers of nine fashion magazines.

saya menjadi sampul dari sembilan majalah fashion.

It was a whirlwind, to say the least.

Mudahnya, saat itu sangat heboh.

But with all the overnight success,

Namun dengan kesuksesan sekejap itu,

there was one thing that remained constant --

ada satu hal yang tak berubah --

the thought that this could be what brings me back here to Kakuma,

bahwa ini dapat membawa saya kembali sini, di Kakuma,

the place that I call home.

rumah saya.

And just a few months ago, something incredible happened to me.

Dan beberapa bulan lalu, sesuatu yang hebat terjadi pada saya.

I was in New York City, on a photo shoot,

Saya sedang melakukan pemotretan di New York,

when I met South Sudanese model Adut Akech,

ketika saya bertemu Adut Akech, model dari Sudan Selatan,

who also happened to be born right here in Kakuma.

yang ternyata juga lahir di Kakuma.

That experience in itself is the definition of hope.

Pengalaman itu adalah arti harapan.

I mean, just imagine:

Coba bayangkan:

two girls born in the same refugee camp,

dua gadis yang terlahir di kamp pengungsian yang sama,

reunited for the first time on the cover of British "Vogue."

bertemu kembali di sampul majalah "Vogue" Inggris.

(Applause and cheering)

(Tepuk tangan dan sorak)

I was given the distinct pleasure of partnering up with UNICEF,

Kehormatan bagi saya untuk bekerja sama dengan UNICEF,

knowing firsthand the work that they do for children in need.

mengetahui secara langsung, hal-hal yang mereka lakukan

untuk anak-anak yang membutuhkan.

And I want you to remember

Dan saya ingin kalian ingat

that although the children here may be refugees,

walaupun anak-anak di sini adalah pengungsi,

they are children.

mereka adalah anak kecil.

They deserve every opportunity to flourish, to hope, to dream --

Mereka berhak untuk berkembang, untuk berharap dan bermimpi --

to be successful.

untuk menjadi sukses.

My story began right here in Kakuma refugee camp,

Cerita saya berawal di sini di kamp pengungsian Kakuma,

a place of hope.

tempat penuh harapan.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)