A brief history of religion in art - TED-Ed

Translator: Reno Kanti Riananda Reviewer: Edelweis Dwi K Dewi

It's only been the last few hundreds years or so

Baru beberapa ratus tahun terakhir

that Western civilization has been putting art in museums,

peradaban Barat menempatkan karya seni dalam museum,

at least museums resembling

atau sesuatu yang mirip

the public institutions we know today.

dengan lembaga publik yang kita kenal saat ini.

Before this, for most, art served other purposes.

Sebelumnya, bagi kebanyakan orang, karya seni memiliki kegunaan lain.

What we call fine art today

Yang saat ini kita sebut sebagai seni murni

was, in fact, primarily how people experienced

pada dasarnya adalah bagaimana seseorang merasakan

an aesthetic dimension of religion.

dimensi estetis dari sebuah agama.

Paintings, sculpture, textiles and illuminations

Lukisan, patung, tekstil, dan naskah

were the media of their time,

menjadi medianya pada saat itu,

supplying vivid imagery

memberi gambaran yang hidup

to accompany the stories of the day.

untuk melengkapi kisah hari itu.

In this sense, Western art

Dalam hal ini, seni Barat

shared a utilitarian purpose

berbagi tujuan yang bermanfaat

with other cultures around the world,

dengan kebudayaan lain di seluruh dunia,

some of whose languages incidentally have no word for art.

yang kebetulan tidak memiliki kata seni dalam bahasanya.

So how do we define what we call art?

Jadi bagaimana kita mendefinisikan sesuatu yang kita sebut seni?

Generally speaking, what we're talking about here

Secara umum, yang kita bahas di sini

is work that visually communicates

adalah karya yang secara visual menyampaikan makna

meaning beyond language,

melebihi bahasa,

either through representation

entah melalui penggambaran

or the arrangement of visual elements in space.

atau pengaturan elemen visual dalam ruang.

Evidence of this power of iconography,

Bukti dari kekuatan ikonografi,

or ability of images to convey meaning,

atau kemampuan gambar menyampaikan makna,

can be found in abundance

banyak ditemukan

if we look at art from

jika kita memandang seni

the histories of our major world religions.

dari sisi sejarah agama-agama utama dunia.

Almost all have, at one time or another in their history,

Hampir semuanya, di satu titik dalam sejarahnya,

gone through some sort of aniconic phase.

telah melalui fase anikonik.

Aniconism prohibits any visual depiction of the divine.

Anikonisme melarang penggambaran visual sesuatu yang bersifat ilahi.

This is done in order to avoid idolatry,

Ini dilakukan untuk mencegah kemusyrikan,

or confusion between the representation of divinity and divinity itself.

yaitu kebingungan antara representasi atas Tuhan dengan Tuhan itu sendiri.

Keeping it real, so to speak,

Boleh jadi agar tidak mempengaruhi

in the relationship between the individual and the divine.

hubungan antara individu dengan penciptanya.

However, this can be a challenge to maintain,

Meskipun demikian, ini sulit untuk terus dilakukan,

given that the urge to visually represent and interpret

karena dorongan untuk menggambarkan secara visual

the world around us

dan menerjemahkan dunia sekitar

is a compulsion difficult to suppress.

adalah keinginan yang sulit untuk ditekan.

For example, even today,

Contohnya, saat ini,

where the depiction of Allah or the Prophet Muhammad is prohibited,

di mana penggambaran Allah dan Nabi Muhammad dilarang,

an abstract celebration of the divine

perayaan abstrak akan hal ilahi

can still be found in arabesque patterns of Islamic textile design,

masih dapat ditemukan pada pola jalinan garis di desain tekstil Islam,

with masterful flourishes of brushwork

dengan hiasan sapuan kuas yang indah

and Arabic calligraphy,

dan kaligrafi Arab,

where the words of the prophet

yang perkataan sang nabi

assume a dual role as both literature and visual art.

berperan ganda baik sebagai karya sastra maupun seni visual.

Likewise, in art from the early periods

Demikian juga dalam periode awal seni

of Christianity and Buddhism,

dalam agama Kristen dan Buddha,

the divine presence of the Christ and the Buddha

penampilan Kristus dan sang Buddha

do not appear in human form

tak digambarkan dalam wujud manusia

but are represented by symbols.

namun direpresentasikan oleh simbol-simbol.

In each case,

Di masing-masing contoh,

iconographic reference is employed

referensi ikonografi digunakan

sebagai bentuk penghormatan.

as a form of reverence.

Anthropomorphic representation,

Representasi antropomorfik,

or depiction in human form,

atau penggambaran dalam wujud manusia,

eventually became widespread in these religions

lambat laun menyebar luas dalam agama-agama ini

only centuries later,

setelah beberapa abad kemudian,

under the influence of the cultural traditions surrounding them.

yang dipengaruhi oleh tradisi budaya di sekitarnya.

Historically speaking,

Dari sisi sejarah,

the public appreciation of visual art

apresiasi publik atas seni visual

in terms other than traditional, religious or social function

dalam bentuk selain dari fungsi tradisional, keagamaan, atau sosial

is a relatively new concept.

merupakan konsep yang relatif baru.

Today, we fetishize the fetish, so to speak.

Saat ini, bisa dibilang kita memuja-muja pujaan itu sendiri.

We go to museums to see art from the ages,

Kita ke museum untuk melihat seni dari berbagai era,

but our experience of it there

namun pengalaman itu

is drastically removed from the context

dihilangkan dengan drastis

in which it was originally intended to be seen.

dari konteks awal karya tersebut dimaksudkan untuk dilihat.

It might be said that the modern viewer

Bisa dibilang bahwa pengamat seni modern

lacks the richness of engagement

tak memiliki keterlibatan sedalam

that she has with contemporary art,

yang ia miliki dengan seni kontemporer,

which has been created relevant to her time

yang diciptakan relevan dengan masanya

dan berbicara dengan bahasa budayanya.

and speaks her cultural language.

It might also be said that the history of what we call art

Bisa juga dibilang bahwa sejarah seni

is a conversation that continues on,

adalah percakapan yang terus berlangsung

as our contemporary present passes into what will be

saat keberadaan masa kini berlalu menjadi

some future generation's classical past.

masa lalu dari generasi masa depan

It's a conversation that reflects

Seni adalah percakapan

the ideologies, mythologies, belief systems and taboos

yang mencerminkan ideologi, mitologi, sistem kepercayaan dan tabu

and so much more of the world in which it was made.

serta banyak hal lain dalam dunia tempatnya diciptakan.

But this is not to say that work from another age

Tetapi bukan mengatakan karya dari era lainnya

made to serve a particular function in that time

yang dibuat untuk memenuhi fungsi tertentu pada saat itu

is dead or has nothing to offer the modern viewer.

telah mati atau tidak ada artinya bagi pengamat seni modern.

Even though in a museum setting

Meskipun dalam peletakan museum

works of art from different places and times

karya seni dari waktu dan tempat yang berbeda

are presented alongside each other,

ditampilkan berdampingan,

isolated from their original settings,

terasing dari kondisi aslinya,

their juxtaposition has benefits.

posisi berdampingan tersebut memiliki manfaat.

Exhibits are organized by curators,

Pameran diorganisir oleh kurator,

or people who've made a career

atau orang-orang yang menghasilkan uang

out of their ability to recontextualize or remix

dari kemampuan mereka mengonsep ulang atau menggabungkan kembali

cultural artifacts in a collective presentation.

artefak kebudayaan dalam penyajian yang kolektif.

As viewers, we're then able to consider the art

Sebagai pengamat, kita kemudian dapat memandang karya seni

in terms of a common theme that might not be apparent

dalam tema umum yang mungkin tak terlihat

in a particular work

pada satu karya seni

until you see it alongside another,

sampai ketika dilihat secara berdampingan,

and new meanings can be derived and reflected upon.

yang menghasilkan dan mencerminkan makna baru.

If we're so inclined,

Jika mau,

kita mungkin mulai melihat setiap karya seni

we might even start to see every work of art

as a complementary part of some undefined, unified whole

sebagai pelengkap atas satu kesatuan yang tak terdefinisi

of past human experience,

dari pengalaman manusia di masa lampau,

a trail that leads right to our doorstep

jejak yang mengarah ke kehidupan kita

and continues on with us,

dan terus bersama,

open to anyone who wants to explore it.

terbuka bagi siapa saja yang ingin menjelajahinya.