How your emotions change the shape of your heart | Sandeep Jauhar

Translator: Veronica Go Reviewer: Karen Winardi

No other organ,

Tidak ada organ lain,

perhaps no other object in human life,

mungkin tidak ada objek lain di hidup ini,

is as imbued with metaphor and meaning as the human heart.

yang kaya akan metafora dan makna seperti jantung manusia.

Over the course of history,

Sejak dulu,

the heart has been a symbol of our emotional lives.

jantung telah menjadi simbol kehidupan emosional kita.

It was considered by many to be the seat of the soul,

Banyak yang menganggap bahwa jantung adalah tempat jiwa kita berada,

the repository of the emotions.

gudang emosi-emosi.

The very word "emotion" stems in part from the French verb "émouvoir,"

Kata "emosi" sebagian diturunkan dari kata bahasa Prancis "émouvoir",

meaning "to stir up."

yang berarti "menggerakkan".

And perhaps it's only logical that emotions would be linked to an organ

Dan mungkin masuk akal kalau emosi berkaitan dengan sebuah organ

characterized by its agitated movement.

yang dibedakan dengan gerakan berdetaknya.

But what is this link?

Apa sebenarnya hubungan ini?

Is it real or purely metaphorical?

Apakah ini nyata atau murni metaforis?

As a heart specialist,

Sebagai ahli jantung,

I am here today to tell you that this link is very real.

Hari ini saya ingin memberi tahu Anda bahwa hubungan ini sangat nyata.

Emotions, you will learn,

Anda akan belajar bahwa emosi

can and do have a direct physical effect on the human heart.

bisa dan benar-benar memiliki efek fisik langsung pada jantung manusia.

But before we get into this,

Tapi sebelum kita bahas ini,

let's talk a bit about the metaphorical heart.

ayo kita bicara sedikit tentang jantung metaforis.

The symbolism of the emotional heart endures even today.

Simbol dari jantung emosional masih bertahan sampai hari ini.

If we ask people which image they most associate with love,

Jika kita tanyakan orang gambar mana yang paling sering mereka kaitkan dengan cinta,

there's no question that the Valentine heart would the top the list.

Bentuk hati Valentine pasti jadi jawaban paling populer.

The heart shape, called a cardioid,

Bentuk jantung, yang disebut cardiodid,

is common in nature.

sangat umum ditemukan.

It's found in the leaves, flowers and seeds of many plants,

Banyak ditemukan di daun, bunga, dan biji banyak tanaman,

including silphium,

termasuk silphium,

which was used for birth control in the Middle Ages

yang dipakai sebagai pengendalian kelahiran di pertengahan abad

and perhaps is the reason why the heart became associated

dan mungkin adalah alasan mengapa hati diasosiasikan dengan

with sex and romantic love.

hubungan seksual dan cinta romantis.

Whatever the reason,

Apapun alasannya,

hearts began to appear in paintings of lovers in the 13th century.

bentuk hati mulai muncul di lukisan-lukisan kekasih di abad ke-13.

Over time, the pictures came to be colored red,

Seiring waktu, gambar-gambar diwarnai warna merah,

the color of blood,

warna darah,

a symbol of passion.

suatu simbol gairah.

In the Roman Catholic Church,

Di Gereja Katolik Roma,

the heart shape became known as the Sacred Heart of Jesus.

bentuk hati mulai dikenal sebagai Hati Kudus Yesus.

Adorned with thorns and emitting ethereal light,

Dihiasi dengan duri dan memancarkan cahaya halus,

it became an insignia of monastic love.

itu menjadi lambang cinta monastik.

This association between the heart and love has withstood modernity.

Asosiasi jantung dengan cinta masih bertahan sampai sekarang.

When Barney Clark, a retired dentist with end-stage heart failure,

Saat Barney Clark, dokter gigi pensiun yang mengidap stadium akhir gagal jantung,

received the first permanent artificial heart in Utah in 1982,

menerima jantung artifisial permanen pertama di Utah tahun 1982,

his wife of 39 years reportedly asked the doctors,

istrinya selama 39 tahun bertanya kepada dokter,

"Will he still be able to love me?"

"Apa dia masih bisa cinta sama saya?"

Today, we know that the heart is not the source of love

Di zaman ini, kita tahu kalau jantung bukan sumber dari cinta

or the other emotions, per se;

atau emosi-emosi lain;

the ancients were mistaken.

orang zaman dulu salah.

And yet, more and more, we have come to understand

Namun, semakin banyak, kita telah memahami bahwa

that the connection between the heart and the emotions is a highly intimate one.

hubungan antara jantung dan emosi adalah hubungan yang sangat intim.

The heart may not originate our feelings,

Jantung mungkin bukan sumber perasaan kita,

but it is highly responsive to them.

tapi jantung sangat responsif pada perasaan.

In a sense, a record of our emotional life

Dalam beberapa hal, rekaman dari hidup emosional kita,

is written on our hearts.

tertulis di hati kita.

Fear and grief, for example, can cause profound cardiac injury.

Sebagai contoh, rasa takut dan sedih bisa menyebabkan cedera jantung yang parah.

The nerves that control unconscious processes such as the heartbeat

Saraf yang mengontrol proses tidak sadar seperti detak jantung

can sense distress

bisa merasakan kesulitan kita

and trigger a maladaptive fight-or-flight response

dan memicu respons maladaptive flight-or-flight

that triggers blood vessels to constrict,

yang memicu pengerutan pembuluh darah,

the heart to gallop

berpacunya jantung,

and blood pressure to rise,

dan naiknya tekanan darah,

resulting in damage.

yang mengakibatkan kerusakan.

In other words,

Dengan kata lain,

it is increasingly clear

sangat jelas bahwa,

that our hearts are extraordinarily sensitive to our emotional system,

jantung kita sangat sensitif dengan sistem emosional kita,

to the metaphorical heart, if you will.

sebut saja, jantung metaforik.

There is a heart disorder first recognized about two decades ago

Ada kelainan jantung yang pertama kali ditemukan 20 tahun lalu

called "takotsubo cardiomyopathy," or "the broken heart syndrome,"

dinamakan "takotsubo cardiomyopathy" atau "sindrom patah hati,"

in which the heart acutely weakens in response to intense stress or grief,

yang membuat jantung melemah akut karena stres atau kesedihan yang intens,

such as after a romantic breakup or the death of a loved one.

seperti putus dengan pacar atau kematian orang yang Anda cintai.

As these pictures show, the grieving heart in the middle

Seperti di gambar ini, jantung di tengah yang penuh kesedihan

looks very different than the normal heart on the left.

terlihat sangat berbeda dengan jantung yang normal di kiri.

It appears stunned

Jantung ini terlihat syok

and frequently balloons into the distinctive shape of a takotsubo,

dan seringkali membesar hingga menyerupai bentuk khas takotsubo,

shown on the right,

seperti di sisi kanan,

a Japanese pot with a wide base and a narrow neck.

pot dari Jepang dengan dasar lebar dan leher yang kecil.

We don't know exactly why this happens,

Kita masih tidak tahu mengapa ini bisa terjadi,

and the syndrome usually resolves within a few weeks.

dan gejalanya biasa sembuh dalam beberapa minggu.

However, in the acute period,

Namun, dalam kondisi akut,

it can cause heart failure,

itu bisa menyebabkan gagal jantung,

life-threatening arrhythmias,

aritmia yang mengancam nyawa,

even death.

bahkan kematian.

For example, the husband of an elderly patient of mine

Contohnya, suami dari pasien lansia saya

had died recently.

belum lama ini meninggal.

She was sad, of course, but accepting.

Dia pastinya sedih, tapi dia juga menerima nasib.

Maybe even a bit relieved.

Bahkan mungkin sedikit lega.

It had been a very long illness; he'd had dementia.

Suaminya sudah lumayan lama menderita demensia.

But a week after the funeral, she looked at his picture

Tapi seminggu setelah upacara pemakaman, dia melihat gambar suaminya

and became tearful.

dan matanya mulai berair.

And then she developed chest pain, and with it, came shortness of breath,

Lalu dia mulai mengalami nyeri dada, dan dengan itu, dia mulai sesak nafas,

distended neck veins, a sweaty brow,

urat leher gembung, alis berkeringat,

a noticeable panting as she was sitting up in a chair --

terengah-engah selagi dia duduk di kursi--

all signs of heart failure.

semua tanda-tanda kegagalan jantung.

She was admitted to the hospital,

Dia dirawat inap di rumah sakit,

where an ultrasound confirmed what we already suspected:

dan ultrasound mengonfirmasi apa yang kita telah duga;

her heart had weakened to less than half its normal capacity

jantungnya telah melemah hingga kurang dari setengah kapasitas normalnya

and had ballooned into the distinctive shape of a takotsubo.

dan telah menggelembung menjadi bentuk khas takotsubo.

But no other tests were amiss,

Hasil tes lain tidak menunjukkan keanehan,

no sign of clogged arteries anywhere.

tidak ada tanda-tanda arteri tersumbat di mana pun.

Two weeks later, her emotional state had returned to normal

Dua minggu kemudian, kondisi emosionalnya sudah kembali normal.

and so, an ultrasound confirmed,

dan ultrasound juga mengonfirmasi,

had her heart.

jantungnya kembali normal.

Takotsubo cardiomyopathy has been linked to many stressful situations,

Kardiomiopati Takotsubo telah dikaitkan dengan situasi-situasi pemicu stres,

including public speaking --

seperti bicara di depan umum --

(Laughter)

(tertawa)

(Applause)

(tepuk tangan)

domestic disputes, gambling losses,

Masalah rumah tangga, kalah judi,

even a surprise birthday party.

bahkan pesta kejutan ulang tahun.

(Laughter)

(tertawa)

It's even been associated with widespread social upheaval,

Ini juga diasosiasikan dengan pergolakan sosial yang tersebar luas,

such as after a natural disaster.

seperti setelah bencana alam.

For example, in 2004,

Contohnya, di tahun 2004,

a massive earthquake devastated a district on the largest island in Japan.

gempa bumi besar menghancurkan sebuah distrik di pulau terbesar Jepang.

More than 60 people were killed, and thousands were injured.

Lebih dari 60 orang tewas, dan ribuan orang cedera.

On the heels of this catastrophe,

Di ujung bencana ini,

researchers found that the incidents of takotsubo cardiomyopathy

peneliti menemukan bahwa gejala kardiomiopati takotsubo

increased twenty-four-fold in the district one month after the earthquake,

meningkat 24 kali lipat di distrik ini 1 bulan setelah gempa bumi terjadi,

compared to a similar period the year before.

dibandingkan dengan waktu yang sama di tahun lalu.

The residences of these cases

Ini berhubungan dengan

closely correlated with the intensity of the tremor.

seberapa intens orang-orang merasakan gempa yang terjadi.

In almost every case, patients lived near the epicenter.

Di hampir semua kasus, para pasien tinggal dekat pusat gempa.

Interestingly, takotsubo cardiomyopathy has been seen after a happy event, too,

Menariknya, kardiomipati takotsubo juga bisa terjadi setelah kejadian yg bahagia,

but the heart appears to react differently,

tapi jantung kita tampaknya bereaksi secara berbeda,

ballooning in the midportion, for example, and not at the apex.

sebagai contoh, membesar di bagian tengah, bukan di bagian atas.

Why different emotional precipitants would result in different cardiac changes

Alasan mengapa emosi yang berbeda bisa menyebabkan jantung berubah secara berbeda

remains a mystery.

masih menjadi misteri.

But today, perhaps as an ode to our ancient philosophers,

Di zaman ini, mungkin sebagai pujian untuk para ahli filsafat kuno kita,

we can say that even if emotions are not contained inside our hearts,

kita dapat mengatakan, walaupun emosi tidak terkandung di dalam jantung kita,

the emotional heart overlaps

jantung emosional menindih

its biological counterpart,

rekan versi biologisnya,

in surprising and mysterious ways.

dalam cara-cara yang mengejutkan dan penuh misteri.

Heart syndromes, including sudden death,

Sejak dulu, gejala-gejala jantung, termasuk kematian mendadak,

have long been reported in individuals experiencing intense emotional disturbance

bisa terjadi karena seseorang mengalami gangguan stres yang intens

or turmoil in their metaphorical hearts.

atau kekacauan dalam jantung metaforis mereka.

In 1942,

Di tahun 1942,

the Harvard physiologist Walter Cannon published a paper called "'Voodoo' Death,"

ahli fisiologi Harvard, Walter Cannon menerbitkan makalah "Voodoo' Death",

in which he described cases of death from fright

di mana dia menjelaskan kasus-kasus kematian karena rasa takut pada

in people who believed they had been cursed,

orang-orang yang percaya mereka telah dikutuk,

such as by a witch doctor or as a consequence of eating taboo fruit.

seperti karena disantet dukun atau akibat memakan buah terlarang.

In many cases, the victim, all hope lost, dropped dead on the spot.

Dalam banyak kasus, korban yang kehilangan harapan mati di tempat.

What these cases had in common was the victim's absolute belief

Kesamaan kasus-kasus ini adalah korban memiliki keyakinan mutlak bahwa

that there was an external force that could cause their demise,

ada kekuatan eksternal yang bisa menyebabkan kematian mereka,

and against which they were powerless to fight.

dan mereka tidak berdaya untuk melawannya.

This perceived lack of control, Cannon postulated,

Pandangan kurangnya kontrol ini, seperti yang dikemukakan Cannon,

resulted in an unmitigated physiological response,

dapat menghasilkan respons fisik ekstrem,

in which blood vessels constricted to such a degree

di mana pembuluh darah menyempit

that blood volume acutely dropped,

hingga taraf volume darah menurun drastis,

blood pressure plummeted,

tekanan darah menurun drastis,

the heart acutely weakened,

jantung sangat melemah,

and massive organ damage resulted from a lack of transported oxygen.

dan organ tubuh rusak karena kurangnya oksigen yang beredar.

Cannon believed that voodoo deaths

Cannon percaya bahwa korban santet voodoo

were limited to indigenous or "primitive" people.

hanya terjadi pada orang pribumi atau orang primitif.

But over the years, these types of deaths have been shown to occur

Beberapa tahun ini, kematian jenis ini terbukti bisa terjadi pada

in all manner of modern people, too.

orang-orang modern juga.

Today, death by grief has been seen in spouses and in siblings.

Di zaman ini, tewas karena kesedihan telah ada pada pasangan dan saudara kandung.

Broken hearts are literally and figuratively deadly.

Patah hati bisa benar-benar mematikan.

These associations hold true even for animals.

Hubungan ini juga berlaku pada binatang.

In a fascinating study in 1980 published in the journal "Science,"

Dalam studi menarik yang diterbitkan dalam jurnal "Science" di tahun 1980,

researchers fed caged rabbits a high-cholesterol diet

Peneliti memberi makanan tinggi kolestrol kepada kelinci yang dikurung

to study its effect on cardiovascular disease.

untuk mempelajari efeknya terhadap penyakit kardiovaskular.

Surprisingly, they found that some rabbits developed a lot more disease than others,

Anehnya, mereka menemukan beberapa kelinci lebih berpenyakit daripada yang lain,

but they couldn't explain why.

tapi, mereka tidak tahu alasannya.

The rabbits had very similar diet, environment and genetic makeup.

Semua kelinci memiliki pola makan, lingkungan, dan gen yang hampir sama.

They thought it might have something to do with

Mereka kira keanehan ini berkaitan dengan

how frequently the technician interacted with the rabbits.

seberapa sering para teknisi berinteraksi dengan kelinci-kelinci tersebut.

So they repeated the study,

Jadi mereka ulangi lagi studi ini,

dividing the rabbits into two groups.

membagi kelinci jadi 2 grup.

Both groups were fed a high-cholesterol diet.

Kedua grup diberi makanan yang berkolestrol tinggi.

But in one group, the rabbits were removed from their cages,

Tapi di satu grup, kelinci-kelinci dibiarkan bebas,

held, petted, talked to, played with,

digendong, dielus-elus, diajak bicara, diajak main,

and in the other group, the rabbits remained in their cages

dan di grup yang satu lagi, kelinci-kelinci dikurung

and were left alone.

dan dibiarkan sendiri.

At one year, on autopsy,

Setelah satu tahun, di sebuah otopsi,

the researchers found that the rabbits in the first group,

peneliti menemukan bahwa kelinci-kelinci di grup pertama,

that received human interaction,

yang berinteraksi dengan manusia,

had 60 percent less aortic disease than rabbits in the other group,

menderita 60% lebih sedikit penyakit aorta daripada kelinci-kelinci di grup lain,

despite having similar cholesterol levels, blood pressure and heart rate.

walaupun mereka punya level kolestrol, tekanan darah, dan detak jantung serupa.

Today, the care of the heart has become less the province of philosophers,

Saat ini, perawatan jantung bukan lagi area kerja ahli filsafat,

who dwell upon the heart's metaphorical meanings,

yang memikirkan makna-makna dari jantung metaforis,

and more the domain of doctors like me,

dan lebih ke area kerja dokter-dokter seperti saya,

wielding technologies that even a century ago,

menggunakan teknologi yang bahkan seabad lalu,

because of the heart's exalted status in human culture,

karena tingginya status jantung dalam budaya manusia,

were considered taboo.

dianggap tabu.

In the process, the heart has been transformed

Dalam proses ini, jantung telah diubah

from an almost supernatural object imbued with metaphor and meaning

dari objek mistis penuh dengan metafora dan arti,

into a machine that can be manipulated and controlled.

menjadi sebuah mesin yang bisa dimanipulasi dan dikontrol.

But this is the key point:

Tapi ini intinya;

these manipulations, we now understand,

kita sekarang mengerti bahwa manipulasi-manipulasi ini

must be complemented by attention to the emotional life

harus dilengkapi dengan memperhatikan kehidupan emosional

that the heart, for thousands of years, was believed to contain.

yang dipercaya sejak ribuan tahun, dimiliki oleh jantung kita.

Consider, for example, the Lifestyle Heart Trial,

Contohnya, Percobaan Gaya Hidup Jantung,

published in the British journal "The Lancet" in 1990.

diterbitkan di jurnal Inggris "The Lancet" pada tahun 1990.

Forty-eight patients with moderate or severe coronary disease

48 pasien yang mengidap penyakit koroner sedang atau parah

were randomly assigned to usual care

secara acak dialihkan ke perawatan biasa

or an intensive lifestyle that included a low-fat vegetarian diet,

atau gaya hidup yang intensif, termasuk pola makan vegetarian rendah lemak,

moderate aerobic exercise,

latihan aerobik sedang,

group psychosocial support

grup dukungan psikososial

and stress management advice.

dan saran manajemen stres.

The researchers found that the lifestyle patients

Peneliti menemukan bahwa pasien dengan gaya hidup tersebut

had a nearly five percent reduction in coronary plaque.

mengalami pengurangan dalam plak koroner sebesar hampir 5%.

Control patients, on the other hand,

Namun, bagi pasien grup kontrol,

had five percent more coronary plaque at one year

plak koronernya meningkat 5% dalam 1 tahun

and 28 percent more at five years.

dan meningkat 28% lagi dalam 5 tahun.

They also had nearly double the rate of cardiac events,

Tingkat gejala jantung mereka juga meningkat 2 kali lipat,

like heart attacks, coronary bypass surgery

seperti serangan jantung, operasi bypass koroner

and cardiac-related deaths.

dan kematian terkait jantung.

Now, here's an interesting fact:

Sekarang, ini fakta menarik:

some patients in the control group adopted diet and exercise plans

pasien dalam grup kontrol mulai mengikuti pola makan dan plan olahraga

that were nearly as intense as those in the intensive lifestyle group.

yang hampir seintens pasien-pasien dalam grup gaya hidup intensif.

Their heart disease still progressed.

Tapi sakit jantung mereka tetap makin parah

Diet and exercise alone were not enough to facilitate coronary disease regression.

Diet dan olahraga saja tidak cukup untuk menangkal regresi penyakit koroner

At both one- and five-year follow-ups,

1 dan 5 tahun kemudian dalam tahap berikutnya,

stress management was more strongly correlated

manajemen stres berkaitan lebih erat

with reversal of coronary disease

dengan pemulihan penyakit koroner

than exercise was.

dibandingkan dengan olahraga.

No doubt, this and similar studies are small,

Tentu, studi ini dan studi lainnya yang mirip merupakan studi kecil,

and, of course, correlation does not prove causation.

dan pastinya, korelasi tidak membuktikan sebab akibat.

It's certainly possible that stress leads to unhealthy habits,

Sangat mungkin kalau stres dapat menyebabkan kebiasaan tidak sehat,

and that's the real reason for the increased cardiovascular risk.

dan itu adalah alasan sebenarnya peningkatan risiko kardiovaskular.

But as with the association of smoking and lung cancer,

Tetapi seperti kaitan antara merokok dan kanker paru-paru,

when so many studies show the same thing,

saat begitu banyak studi memperlihatkan hal yang sama,

and when there are mechanisms to explain a causal relationship,

dan saat ada mekanisme untuk menjelaskan hubungan sebab akibat,

it seems capricious to deny that one probably exists.

sepertinya agak aneh untuk menyangkal kalau kemungkinan itu ada.

What many doctors have concluded is what I, too, have learned

Yang telah disimpulkan banyak dokter adalah apa yang telah saya pelajari juga

in my nearly two decades as a heart specialist:

dalam 20 tahun sebagai spesialis jantung:

the emotional heart intersects with its biological counterpart

Jantung emosional punya hubungan dengan rekan versi biologisnya

in surprising and mysterious ways.

dalam cara-cara yang mengejutkan dan misterius.

And yet, medicine today continues to conceptualize the heart as a machine.

Namun, sektor kesehatan tetap mengonsep jantung sebagai mesin.

This conceptualization has had great benefits.

Konsep ini memiliki banyak keunggulan.

Cardiology, my field,

Ilmu penyakit jantung, area kerja saya,

is undoubtedly one of the greatest scientific success stories

tidak diragukan lagi adalah salah satu kisah sukses ilmiah terbesar

of the past 100 years.

dalam 100 tahun terakhir.

Stents, pacemakers, defibrillators, coronary bypass surgery,

Pemasangan ring, alat pacu jantung, defibrillator, operasi bypass koroner,

heart transplants --

transplantasi jantung --

all these things were developed or invented after World War II.

semua hal ini dikembangkan atau diciptakan setelah Perang Dunia II.

However, it's possible

Namun, mungkin saja

that we are approaching the limits of what scientific medicine can do

bahwa apa yang bisa dilakukan pengobatan ilmiah untuk mengatasi penyakit jantung

to combat heart disease.

sedang mendekati batasnya.

Indeed, the rate of decline of cardiovascular mortality

Tingkat penurunan kematian kardiovaskular

has slowed significantly in the past decade.

mengalami perlambatan dalam 10 tahun terakhir.

We will need to shift to a new paradigm

Kita perlu beralih ke paradigma baru

to continue to make the kind of progress to which we have become accustomed.

untuk terus membuat semacam kemajuan, yang telah menjadi hal biasa untuk kita.

In this paradigm, psychosocial factors will need to be front and center

Di paradigma ini, faktor psikososial harus kita beri banyak perhatian

in how we think about heart problems.

dalam memikirkan masalah jantung.

This is going to be an uphill battle,

Ini akan menjadi perang yang berat,

and it remains a domain that is largely unexplored.

dan ini tetap menjadi area yang masih belum banyak dijelajahi.

The American Heart Association still does not list emotional stress

Asosiasi Jantung Amerika masih tidak mendaftarkan stres emosional sebagai

as a key modifiable risk factor for heart disease,

faktor risiko utama yang dapat diubah untuk penyakit jantung,

perhaps in part because blood cholesterol is so much easier to lower

mungkin karena kolesterol darah jauh lebih mudah untuk diturunkan

than emotional and social disruption.

daripada gangguan emosional dan sosial.

There is a better way, perhaps,

Mungkin ada cara lebih bagus,

if we recognize that when we say "a broken heart,"

jika kita mengenali bahwa saat kita bilang "patah hati (jantung)",

we are indeed sometimes talking about a real broken heart.

terkadang kita sungguhan berbicara tentang jantung yang rusak.

We must, must pay more attention to the power and importance of the emotions

Kita harus, harus lebih memperhatikan kekuatan dan pentingnya emosi

in taking care of our hearts.

dalam merawat jantung kita.

Emotional stress, I have learned,

Saya telah belajar bahwa stres emosional

is often a matter of life and death.

seringkali menjadi soal hidup dan mati.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(tepuk tangan)