How aspirin was discovered - Krishna Sudhir

Translator: Rizqi Nurul Akbar Reviewer: Sarmoko Sarmoko

4,000 years ago, the ancient Sumerians made a surprising discovery.

Empat ribu tahun lalu, bangsa Sumeria kuno membuat penemuan yang mengejutkan.

If they scraped the bark off a particular kind of tree

Jika mereka merobek kulit dari jenis pohon tertentu

and ate it,

dan memakannya,

their pain disappeared.

nyeri pada tubuh akan hilang.

Little did they know that why they'd found

Tak banyak yang tahu bahwa bahan itu

was destined to influence the future course of medicine.

akan mempengaruhi pengobatan masa depan.

What the Sumerians had discovered was a precursor to the medicine known today

Temuan bangsa Sumeria itu merupakan pelopor obat yang kini dikenal

as aspirin.

sebagai aspirin.

Aspirin's active ingredient is found commonly in willow trees

Bahan aktif aspirin umumnya ditemukan pada pohon Dedalu

and other wild plants,

dan tumbuhan liar lainnya,

which is how it came to infuse the medical traditions

yang mengilhami tradisi pengobatan

of Sumer,

bangsa Sumeria,

ancient Egypt,

Mesir kuno,

ancient Greece,

Yunani kuno,

and other cultures.

dan kebudayaan lainnya.

Around 400 BC, Hippocrates, thought of as the father of modern medicine,

Sekitar tahun 400 SM, Hippokrates, yang dianggap sebagai bapak kedokteran modern,

first recommended chewing willow bark for pain relief

menyarankan memamah kulit pohon Dedalu untuk pereda nyeri

and making willow leaf tea to ease the pain of childbirth.

dan membuat teh daun Dedalu untuk mengurangi nyeri saat melahirkan.

But it took over 2,000 years for us to comprehensively investigate its potential.

Namun dibutuhkan lebih 2.000 tahun untuk menggali potensinya secara menyeluruh.

In the mid-18th century,

Pada pertengahan abad ke-18,

an Englishman named Edward Stone ran five years of experiments,

peneliti Inggris bernama Edward Stone melakukan percobaan selama lima tahun,

showing that willow bark crushed into a powder and eaten

menunjukkan bahwa bubuk kulit Dedalu yang dimakan

could cure a fever.

dapat menyembuhkan demam.

It took nearly another 70 years for a German pharmacist, Johann Buchner,

Dibutuhkan 70 tahun lagi untuk seorang apoteker Jerman, Johann Buchner,

to finally identify and purify the substance that made all this possible,

untuk mengenali dan memurnikan senyawa yang berkhasiat tersebut,

a compound called salicin.

senyawa bernama salisin.

By then, doctors were routinely using willow bark

Saat itu, para dokter secara rutin menggunakan kulit Dedalu

and other salicin-rich plants, like the herb meadowsweet,

dan tumbuhan kaya salicin lainnya seperti herba meadowsweet,

to ease pain, fever, and inflammation.

untuk meredakan nyeri, demam, dan radang.

But identifying the exact compound suddenly opened up the possibility

Pengenalan senyawa pasti tersebut membuka kemungkinan

of manipulating its form.

memanipulasi bentuknya.

In 1853, a French chemist managed to chemically synthesize the compound,

Pada 1853, ahli kimia Perancis berhasil mensintesis senyawa ini,

creating a substance called acetylsalicylic acid.

membuat senyawa yang disebut asam asetalsalisilat.

Then in 1897, the pharmaceutical company Bayer found a new method

Lalu pada 1897, perusahaan farmasi Bayer menemukan metode baru

and began marketing the compound as a pain reliever called aspirin.

dan mulai memasarkan senyawa itu sebagai pereda nyeri bernama aspirin.

This was widely recognized as one of the first synthetic pharmaceutical drugs.

Obat ini dikenal secara luas sebagai obat sintetis pertama.

Originally, aspirin was just Bayer's brand name:

Pada mulanya, aspirin hanyalah nama dagang Bayer:

A for acetyl,

A untuk asetil,

and spir for meadowsweet,

dan spir untuk meadowsweet,

whose botanical name is Spiraea ulmaria.

yang nama ilmiahnya Spiraea ulmaria.

Soon, aspirin became synonymous with acetylsalicylic acid.

Setelah itu, aspirin menjadi identik dengan asam asetilsalisat.

As its influence grew, aspirin was found to ease not just pain,

Seiring penggunaannya meluas, aspirin ditemukan bukan hanya meredakan nyeri,

but also many inflammation-related problems,

namun juga untuk masalah terkait dengan radang,

like rheumatoid arthritis,

seperti artritis reumatoid,

pericarditis, which enflames the fluid-filled sack around the heart,

perikarditis, yaitu selaput berisi cairan yang membungkus jantung meradang,

and Kawasaki disease,

dan penyakit Kawasaki,

where blood vessels become inflamed.

di mana pembuluh darah membengkak.

Yet, despite aspirin's medical value,

Meskipun sangat berharga dalam medis,

at this point, scientists still didn't actually know how it worked.

saat itu, peneliti belum memahami bagaimana pastinya obat ini bekerja.

In the 1960s and 70s, Swedish and British scientists changed that.

Pada 1960 dan 1970an, peneliti asal Swedia dan Inggris mengungkapnya.

They showed that the drug interrupts the production of certain chemicals

Mereka membuktikan bahwa obat ini mengganggu produksi senyawa

called prostaglandins,

bernama prostaglandin,

which control the transmission of pain sensations and inflammation.

yang mengatur pengiriman sensasi nyeri dan radang.

In 1982, that discovery won the researchers a Nobel Prize in Medicine.

Pada 1982, penelitian itu mengantar peneliti hadiah Nobel bidang Kedokteran.

Over time, research has also uncovered aspirin's risks.

Dalam perkembangannya, peneliti pun menguak risiko aspirin.

Overconsumption can cause bleeding in the intestines and the brain.

Penggunaan aspirin berlebih menyebabkan perdarahan usus dan otak.

It can also trigger Reye's Syndrome,

Obat dapat juga memicu Sindrom Reye,

a rare but often fatal illness that affects the brain and liver

penyakit langka namun fatal yang menjangkiti otak dan hati

in children with an infection.

pada anak-anak yang terkena infeksi.

And in the late 20th century,

Dan pada akhir abad ke-20,

aspirin's success had been overshadowed by newer pain killers

sukses aspirin dibayangi oleh pereda nyeri yang lebih baru

with fewer side effects,

dengan efek samping lebih sedikit,

like acetaminophen and ibuprofen.

seperti asetaminofen dan ibuprofen.

But in the 1980s, further discoveries about aspirin's benefits

Namun sekitar 1980an, penemuan manfaat aspirin lebih lanjut

revived interest in it.

meningkatkan lagi minat terhadap obat ini.

In fact, the 1982 Nobel Prize winners also demonstrated

Sebenarnya, pemenang Nobel tahun 1982 juga menunjukkan

that aspirin slows production of thromboxanes,

pengaruh aspirin menurunkan produksi thromboksan,

chemicals that cause clumping of platelets,

senyawa penyebab penggumpalan trombosit,

which in turn form blood clots.

yang akhirnya menjedalkan darah.

A landmark clinical trial showed that aspirin reduced heart attack risk by 44%

Sebuah uji klinis menunjukkan aspirin mengurangi 44% risiko serangan jantung

in participants who took the drug.

pada peserta uji yang menggunakan obat.

Today, we prescribe it to people at risk of heart attack or stroke

Saat ini, dokter meresepkannya pada pasien berisiko serangan jantung atau stroke

because it cuts the likelihood of clots forming in the arteries

karena obat dapat mengurangi pembentukan jendalan darah di arteri

that supply the heart and brain.

yang memasok darah ke jantung dan otak.

Even more intriguingly,

Hal menarik lainnya,

there's a growing body of research that suggests

beberapa hasil penelitian menyimpulkan

aspirin reduces the risk of getting and dying from cancer,

aspirin mengurangi risiko terkena dan kematian akibat kanker,

especially colorectal cancer.

khususnya kanker usus besar.

This might be due to aspirin's anti-platelet effects.

Hal ini kemungkinan karena efek anti-trombosit dari aspirin.

By reducing platelet activity, aspirin may decrease the levels of a certain protein

Dengan mengurangi aktivitas trombosit, aspirin menurunkan kadar protein tertentu

that helps cancer cells spread.

yang membantu penyebaran sel kanker.

These discoveries have transformed aspirin from a mere pain reliever

Penemuan ini telah mengubah aspirin dari sekedar pereda nyeri

to a potentially life-saving treatment.

menjadi obat yang dapat menyelamatkan kehidupan.

Today, we consume about 100 billion aspirin tablets each year,

Saat ini, konsumsi aspirin mencapai 100 milyar tablet setiap tahun,

and researchers continue searching for new applications.

dan peneliti terus mencari penggunaan baru lainnya.

Already, aspirin's versatility has transformed modern medicine,

Aspirin yang serba guna telah mengubah pengobatan modern

which is astounding considering its humble beginnings

secara menakjubkan, mengingat awal mulanya yang berasal

in a scraping of willow bark.

dari robekan kulit kayu pohon Dedalu.