The paradox at the heart of mathematics: Gödel's Incompleteness Theorem - Marcus du Sautoy

Translator: Faza Rida Reviewer: Maria Nainggolan

Consider the following sentence: “This statement is false.”

Perhatikan kalimat berikut: “Pernyataan ini salah.”

Is that true?

Apakah itu benar?

If so, that would make this statement false.

Jika iya, maka pernyataan tersebut salah.

But if it’s false, then the statement is true.

Tetapi jika salah, maka pernyataan tersebut benar.

By referring to itself directly, this statement creates an unresolvable paradox.

Karena pernyataan ini merujuk dirinya sendiri,

tercipta sebuah paradoks yang tak terpecahkan.

So if it’s not true and it’s not false— what is it?

Jadi kalau ia tidak benar dan tidak salah— apakah ia?

This question might seem like a silly thought experiment.

Pertanyaan ini bisa jadi adalah eksperimen pikiran yang konyol.

But in the early 20th century, it led Austrian logician Kurt Gödel

Tetapi di awal abad ke-20, ia mengantarkan ahli logika asal Austria, Kurt Gödel,

to a discovery that would change mathematics forever.

kepada penemuan yang akan mengubah matematika selamanya.

Gödel’s discovery had to do with the limitations of mathematical proofs.

Penemuan Gödel ada hubungannya dengan batasan bukti matematis.

A proof is a logical argument that demonstrates

Bukti adalah sebuah argument logis yang menunjukkan

why a statement about numbers is true.

mengapa sebuah pernyataan mengenai angka itu benar.

The building blocks of these arguments are called axioms—

Blok penyusun argumen ini disebut aksioma—

undeniable statements about the numbers involved.

pernyataan yang tak terbantahkan mengenai angka yang terlibat.

Every system built on mathematics,

Setiap sistem yang dibangun pada matematika,

from the most complex proof to basic arithmetic,

dari bukti yang paling rumit ke ilmu hitung paling dasar,

is constructed from axioms.

dibangun dari aksioma.

And if a statement about numbers is true,

Dan jika sebuah pernyataan mengenai angka itu benar,

mathematicians should be able to confirm it with an axiomatic proof.

matematikawan seharusnya bisa memastikannya dengan bukti aksiomatis.

Since ancient Greece, mathematicians used this system

Sejak Yunani Kuno, matematikawan menggunakan sistem ini

to prove or disprove mathematical claims with total certainty.

untuk membuktikan atau menyangkal klaim matematis dengan kepastian penuh.

But when Gödel entered the field,

Tetapi dengan hadirnya Gödel,

some newly uncovered logical paradoxes were threatening that certainty.

beberapa paradoks logika yang baru terungkap mengancam kepastian tersebut.

Prominent mathematicians were eager to prove

Matematikawan terkemuka bersemangat untuk membuktikan

that mathematics had no contradictions.

bahwa matematika tidak memiliki kontradiksi.

Gödel himself wasn’t so sure.

Gödel sendiri tidak begitu yakin.

And he was even less confident that mathematics was the right tool

Dan ia lebih tidak yakin bahwa matematika adalah sarana yang tepat

to investigate this problem.

untuk menyelidiki masalah ini.

While it’s relatively easy to create a self-referential paradox with words,

Walau cukup mudah membuat paradoks yang merujuk diri sendiri dengan kata-kata,

numbers don't typically talk about themselves.

Angka biasanya tidak merujuk dirinya sendiri.

A mathematical statement is simply true or false.

Pernyataan matematis sederhananya hanya bisa benar atau salah.

But Gödel had an idea.

Tetapi Gödel punya ide.

First, he translated mathematical statements and equations into code numbers

Pertama, ia menerjemahkan pernyataan matematis dan persamaan menjadi kode nomor

so that a complex mathematical idea could be expressed in a single number.

sehingga ide matematis yang rumit bisa dinyatakan dalam satu angka.

This meant that mathematical statements written with those numbers

Ini artinya pernyataan matematis pada angka tersebut

were also expressing something about the encoded statements of mathematics.

juga menyatakan sesuatu mengenai pernyataan matematis yang sudah dikodekan.

In this way, the coding allowed mathematics to talk about itself.

Dengan begitu, kode tersebut memungkinkan matematika untuk merujuk dirinya sendiri.

Through this method, he was able to write:

Melalui metode ini, ia bisa menulis:

“This statement cannot be proved” as an equation,

“Pernyataan ini tidak bisa dibuktikan” sebagai persamaan,

creating the first self-referential mathematical statement.

menciptakan pernyataan matematis pertama yang merujuk dirinya sendiri.

However, unlike the ambiguous sentence that inspired him,

Walaupun begitu, tidak seperti kalimat ambigu yang menginspirasinya,

mathematical statements must be true or false.

pernyataan matematis harus benar atau salah.

So which is it?

Jadi, yang manakah ia?

If it’s false, that means the statement does have a proof.

Jika ia salah, artinya pernyataan tersebut memiliki bukti.

But if a mathematical statement has a proof, then it must be true.

Tetapi jika pernyataan matematis memiliki bukti, maka ia harusnya benar.

This contradiction means that Gödel’s statement can’t be false,

Kontradiksi ini artinya pernyataan Gödel tidak mungkin salah,

and therefore it must be true that “this statement cannot be proved.”

maka yang benar adalah “pernyataan ini tidak bisa dibuktikan”.

Yet this result is even more surprising,

Namun, hasil ini bahkan lebih mengejutkan,

because it means we now have a true equation of mathematics

karena artinya kita sekarang punya persamaan matematis

that asserts it cannot be proved.

yang menyatakan bahwa ia tidak bisa dibuktikan.

This revelation is at the heart of Gödel’s Incompleteness Theorem,

Fakta mengejutkan ini adalah jantung dari Teorema Ketidaklengkapan Gödel,

which introduces an entirely new class of mathematical statement.

yang memperkenalkan golongan pernyataan matematis yang sepenuhnya baru.

In Gödel’s paradigm, statements still are either true or false,

Pada pola pikir Gödel, pernyataan masih bisa benar atau salah,

but true statements can either be provable or unprovable

tetapi pernyataan benar bisa jadi terbukti atau tak terbukti

within a given set of axioms.

dalam satu set aksioma tertentu.

Furthermore, Gödel argues these unprovable true statements

Selain itu, Gödel berpendapat bahwa

pernyataan benar yang tak bisa dibuktikan ini

exist in every axiomatic system.

ada pada setiap sistem aksiomatis.

This makes it impossible to create

Ini menjadikannya mustahil untuk membuat

a perfectly complete system using mathematics,

sistem yang sepenuhnya sempurna menggunakan matematika,

because there will always be true statements we cannot prove.

karena akan selalu ada pernyataan benar yang tidak bisa kita buktikan.

Even if you account for these unprovable statements

Bahkan jika pernyataan tak terbuktikan ini diperhitungkan

by adding them as new axioms to an enlarged mathematical system,

dengan menambahkannya sebagai aksioma baru pada sistem matematis yang lebih besar,

that very process introduces new unprovably true statements.

proses tersebut memunculkan pernyataan tak terbuktikan yang baru.

No matter how many axioms you add,

Seberapa banyak pun aksioma yang ditambahkan,

there will always be unprovably true statements in your system.

akan selalu ada pernyataan benar yang tak terbuktikan pada sistemnya.

It’s Gödels all the way down!

Hal ini tidak ada ujungnya!

This revelation rocked the foundations of the field,

Pernyataan ini mengguncang dasar-dasar bidang matematika,

crushing those who dreamed that every mathematical claim would one day

menghancurkan mereka yang bermimpi bahwa suatu hari, setiap klaim matematis

be proven or disproven.

akan bisa dibuktikan atau disangkal.

While most mathematicians accepted this new reality, some fervently debated it.

Walau kebanyakan matematikawan menerima kenyataan baru ini,

beberapa orang sangat menyangkalnya.

Others still tried to ignore the newly uncovered a hole

Beberapa yang lain mencoba mengabaikan lubang yang baru ditemukan

in the heart of their field.

di jantung bidang mereka.

But as more classical problems were proven to be unprovably true,

Namun ketika semakin banyak persoalan klasik

yang terbukti sebagai benar dan tak terbukti,

some began to worry their life's work would be impossible to complete.

beberapa orang mulai khawatir pekerjaan hidup mereka mustahil untuk diselesaikan.

Still, Gödel’s theorem opened as many doors as a closed.

Tetap saja, jawaban pada teorema Gödel memunculkan sama banyaknya pertanyaan.

Knowledge of unprovably true statements

Pengetahuan akan pernyataan benar yang tak terbuktikan

inspired key innovations in early computers.

menginspirasi inovasi kunci pada komputer awal.

And today, some mathematicians dedicate their careers

Dan hari ini, beberapa matematikawan mengabdikan karirnya

to identifying provably unprovable statements.

untuk mengidentifikasi pernyataan-pernyataan tak terbuktikan ini.

So while mathematicians may have lost some certainty,

Jadi, walau matematikawan mungkin kehilangan sedikit kepastian,

thanks to Gödel they can embrace the unknown

berkat Gödel mereka bisa menerima hal-hal yang belum pasti

at the heart of any quest for truth.

di jantung setiap pencarian kebenaran.