Our dangerous obsession with perfectionism is getting worse | Thomas Curran

Translator: Karen Winardi Reviewer: Ade Indarta

I'm a bit of a perfectionist.

Saya itu sedikit perfeksionis.

Berapa kali kalian dengar orang lain berbicara seperti itu?

Now, how many times have you heard that one?

Over drinks, maybe, with friends, or perhaps with family at Thanksgiving.

Mungkin saat minum-minum dengan teman atau saat acara selamatan keluarga

Itu kekurangan semua orang,

It's everyone's favorite flaw,

it's that now quite common response

juga jawaban paling umum

kalau menghadapi pertanyaan tersulit di akhir wawancara kerja

to the difficult, final question at job interviews:

"Kekurangan terbesar saya?

"My biggest weakness?

That's my perfectionism."

Saya itu perfeksionis."

You see, for something that supposedly holds us back,

Buat ukuran sesuatu yang harusnya menghalangi kita,

hebatnya, kebanyakan dari kita bisa angkat tangan

it's quite remarkable how many of us are quite happy to hold our hands up

dan bangga mengakui kita perfeksionis.

and say we're perfectionists.

Tapi ada hal menarik dan serius dari sana

But there's an interesting and serious point

karena obsesi dan iri kita terhadap kesempurnaan ada di mana-mana

because our begrudging admiration for perfection is so pervasive

sampai kita tidak pernah mempertanyakan konsep itu sendiri.

that we never really stop to question that concept in its own terms.

Apa yang tercermin dari kita dan masyarakat kita

What does it say about us and our society

that there is a kind of celebration in perfection?

dari adanya semacam pemujaan terhadap kesempurnaan?

We tend to hold perfectionism up as an insignia of worth.

Kita cenderung menganggap watak perfeksionis sebagai simbol harga diri.

The emblem of the successful.

Lambang dari kesuksesan.

Tapi, semasa saya belajar tentang perfeksionisme,

Yet, in my time studying perfectionism,

I've seen limited evidence that perfectionists are more successful.

Saya lihat bukti kesuksesan orang perfeksionis itu sedikit

Quite the contrary --

Justru sebaliknya --

Mereka merasa kecewa dan tidak puas

they feel discontented and dissatisfied

di tengah perasaan mendalam kalau mereka tidak cukup sempurna.

amid a lingering sense that they're never quite perfect enough.

Kita tahu dari laporan klinis

We know from clinician case reports

that perfectionism conceals a host of psychological difficulties,

di balik perfeksionisme ada banyak masalah kejiwaan,

including things like depression, anxiety, anorexia, bulimia

contohnya depresi, gangguan kecemasan, anoreksia, bulimia

and even suicide ideation.

bahkan keinginan untuk bunuh diri.

Dan yang lebih mengkhawatirkan, dalam 25 tahun terakhir ini,

And what's more worrying is that over the last 25 years,

perfeksionisme terus-menerus meningkat secara mengkhawatirkan.

we have seen perfectionism rise at an alarming rate.

Dan di saat yang bersamaan,

And at the same time,

we have seen more mental illness among young people than ever before.

semakin banyak anak muda yang mengalami masalah kejiwaan

Angka bunuh diri di Amerika Serikat saja

Rates of suicide in the US alone

meningkat sebesar 25% sepanjang dua puluh tahun terakhir.

increased by 25 percent across the last two decades.

Dan fenomena yang sama juga mulai bermunculan di sekitar Kanada,

And we're beginning to see similar trends emerge across Canada,

and in my home country, the United Kingdom.

juga di negara asal saya, Inggris.

Nah, penelitian menyiratkan

Now, our research is suggesting

perfeksionisme semakin bertambah seiring dengan berubahnya masyarakat.

that perfectionism is rising as society is changing.

And a changed society reflects a changed sense of personal identity

Perubahan masyarakat mengubah identitas pribadi kita

and, with it, differences in the way in which young people interact

dan juga cara kaum muda berinteraksi

with each other and the world around them.

dengan satu sama lain dan dunia di sekitar mereka.

And there are some unique characteristics about our preeminent, market-based society

Ada ciri-ciri unik dari masyarakat unggul kita yang berbasis pasar

that include things like unrestricted choice

seperti pilihan tidak terbatas

and personal freedom,

dan kebebasan pribadi,

and these are characteristics that we feel are contributing

dan ini ciri-ciri yang terus kita sumbangkan

kepada masalah ini hingga hampir menyebar ke semua orang.

to almost epidemic levels of this problem.

So let me give you an example.

Saya akan memberikan satu contoh.

Young people today are more preoccupied with the attainment of the perfect life

Orang muda zaman sekarang lebih fokus memperoleh kehidupan

dan gaya hidup yang sempurna

and lifestyle.

In terms of their image, status and wealth.

dari segi pencitraan, status, dan kekayaan mereka.

Data from Pew show that young people

Data dari Institut Pew menunjukkan kaum muda

yang lahir di AS pada akhir tahun 1980-an

born in the US in the late 1980s

are 20 percent more likely to report being materially rich

20% lebih memungkinkan akan menyatakan kekayaan materiil

adalah salah satu tujuan terpenting dalam hidup mereka,

as among their most important life goals,

relative to their parents and their grandparents.

selain orangtua dan kakek nenek mereka.

Young people also borrow more heavily than did older generations,

Dibandingkan generasi dulu, kaum muda sering meminjam uang

and they spend a much greater proportion of their income on image goods

dan mereka juga menghabiskan lebih banyak pendapatan mereka untuk barang-barang

mewah yang menunjukkan status mereka.

and status possessions.

These possessions, their lives and their lifestyles

Benda-benda mewah, kehidupan, dan gaya kehidupan mereka

are now displayed in vivid detail on the ubiquitous social media platforms

sekarang ditampilkan jelas-jelas di media sosial populer

of Instagram, Facebook, Snapchat.

seperti Instagram, Facebook, Snapchat.

In this new visual culture,

Dalam budaya visual baru ini,

Pencitraan dari kesempurnaan lebih penting daripada realita hidup.

the appearance of perfection is far more important than the reality.

Jika dalam satu sisi dari kota modern

If one side of the modern landscape

that we have so lavishly furnished for young people

yang sudah kita isi semeriah mungkin untuk kaum muda

is this idea that there's a perfectible life

adalah pemikiran bahwa ada hidup yang bisa kita sempurnakan

and that there's a perfectible lifestyle,

dan hidup seperti itu sungguhan ada,

then the other is surely work.

lantas sisi lainnya adalah bekerja.

Nothing is out of reach for those who want it badly enough.

Tak ada yang tak bisa digapai oleh mereka yang berkeinginan besar.

Or so we're told.

Atau setidaknya begitu ceritanya.

This is the idea at the heart of the American dream.

Ini adalah pemikiran terdasar dari mimpi orang Amerika.

Opportunity, meritocracy, the self-made person, hard work.

Kesempatan, kesuksesan individual, usaha sendiri, kerja keras.

Kepercayaan bahwa kerja keras selalu membuahkan hasil.

The notion that hard work always pays off.

Dan yang paling penting, pemikiran bahwa kitalah yang mengendalikan takdir sendiri.

And above all, the idea that we're captains of our own destiny.

Pemikiran-pemikiran seperti ini mengaitkan kekayaan, status,

These ideas, they connect our wealth, our status

and our image with our innate, personal value.

dan pencitraan kita dengan harga dalam diri kita sendiri.

Tapi tentu saja, itu isapan jempol belaka.

But it is, of course, complete fiction.

Karena meskipun kesempatan yang sama untuk semua orang memang ada,

Because even if there were equality of opportunity,

the idea that we are captains of our own destiny

pemikiran bahwa kitalah pengendali dari takdir kita sendiri

disguises a much darker reality for young people

menyembunyikan realita hidup yang lebih kelam untuk kaum muda

that they are subject to an almost ongoing economic tribunal.

bahwa mereka akan dihakimi oleh ekonomi yang hampir selalu berputar.

Metrics, rankings, lead tables

Nilai angka dan daftar peringkat

have emerged as the yardsticks for which merit can be quantified

telah menjadi alat ukur kuantitatif dari kemampuan kita

and used to sort young people into schools, classes and colleges.

yang digunakan untuk menyortir anak muda ke dalam sekolah, kelas, dan kampus.

Education is the first arena

Pendidikan adalah arena pertama

where measurement is so publicly played out

di mana pengukuran standar terang-terangan dilakukan

and where metrics are being used

dan nilai-nilai angka diberlakukan

as a tool to improve standards and performance.

sebagai alat untuk meningkatkan minimum pencapaian dan performa.

Itu sudah dimulai sejak muda.

And it starts young.

Anak-anak yang bersekolah di SMA kota besar di Amerika

Young people in America's big city high schools

mengikuti sejenis 112 ujian standarisasi wajib

take some 112 mandatory standardized tests

between prekindergarten and the end of 12th grade.

sepanjang prasekolah dan di akhir kelas 12.

Tidak heran kalau kaum muda bilang mereka harus berusaha keras,

No wonder young people report a strong need to strive,

perform and achieve at the center of modern life.

berkinerja, dan memperoleh pencapaian di tengah kehidupan modern.

They've been conditioned to define themselves

Mereka sudah dibiasakan untuk menciptakan diri mereka sendiri

in the strict and narrow terms of grades, percentiles and lead tables.

melalui standar-standar sempit dan ketat seperti nilai, persentil, dan peringkat.

Masyarakat kita menarget rasa tidak percaya diri dalam kaum muda.

This is a society that preys on their insecurities.

Insecurities about how they are performing

Keraguan tentang bagaimana performa mereka

and how they are appearing to other people.

dan bagaimana orang lain melihat mereka.

This is a society that amplifies their imperfections.

Masyarakat kita sangat menekankan ketidaksempurnaan mereka.

Every flaw, every unforeseen setback

Setiap kekurangan dan setiap kegagalan tidak terduga

increases a need to perform more perfectly next time, or else,

semakin menambah keharusan untuk menjadi lebih sempurna lain kali,

kalau tidak, kasarnya, Anda itu gagal.

bluntly, you're a failure.

That feeling of being flawed and deficient is especially pervasive --

Merasa bahwa Anda cacat dan belum cukup bagus itu ada sepanjang waktu --

just talk to young people.

Coba saja bicara ke kaum muda.

"How should I look, how should I behave?"

"Penampilanku dan sikapku harus gimana?"

"I should look like that model,

"Aku harus jadi seperti model itu,

I should have as many followers as that Instagram influencer,

pengikutku harus sebanyak artis IG itu,

aku harus jadi lebih baik di sekolah."

I must do better in school."

In my role as mentor to many young people,

Dalam peran saya sebagai mentor untuk banyak orang muda,

I see these lived effects of perfectionism firsthand.

Saya sudah melihat langsung dampak perfeksionisme pada mereka

And one student sticks out in my mind very vividly.

Dan ada satu murid yang saya ingat sekali.

John, nama samaran, dulunya ambisius,

John, not his real name, was ambitious,

hardworking and diligent

pekerja keras dan rajin

and on the surface, he was exceptionally high-achieving,

dan di luar, dia kelihatan sangat berprestasi,

often getting first-class grades for his work.

dia sering dapat nilai bagus di sekolah.

Yet, no matter how well John achieved,

Namun, tidak peduli seberapa bagus pencapaian John,

dia selalu menganggap kesuksesannya sebagai kegagalan besar,

he always seemed to recast his successes as abject failures,

and in meetings with me,

dan setiap kali bertemu dengan saya,

he would talk openly about how he'd let himself and others down.

dia selalu mengakui kalau dia sudah mengecewakan diri sendiri dan orang lain.

John's justification was quite simple:

Alasan John waktu itu sederhana:

How could he be a success

Bagaimana bisa dia sukses

kalau dia lebih berusaha dari yang lain

when he was trying so much harder than other people

just to attain the same outcomes?

hanya untuk mencapai tujuan yang sama?

See, John's perfectionism, his unrelenting work ethic,

Nah, perfeksionisme John, etos kerjanya yang tidak mengenal kata menyerah,

was only serving to expose what he saw as his inner weakness

hanya mengekspos apa yang menurutnya kelemahan terbesarnya

untuk dirinya sendiri dan orang lain.

to himself and to others.

Cases like John's speak to the harmfulness of perfectionism

Kasus seperti John mencerminkan bahaya dari sifat perfeksionis

as a way of being in the world.

sebagai cara untuk eksis di dunia.

Contrary to popular belief,

Tidak seperti yang banyak orang percaya,

perfectionism is never about perfecting things or perfecting tasks.

Perfeksionisme bukan menyempurnakan suatu benda atau tugas Anda.

It's not about striving for excellence.

Itu juga bukan mencapai yang terbaik.

Kasus John merupakan contoh kuat.

John's case highlights this vividly.

At its root, perfectionism is about perfecting the self.

Pada dasarnya, perfeksionisme adalah menyempurnakan diri sendiri.

Atau, lebih tepatnya, menyempurnakan diri sendiri yang tidak sempurna.

Or, more precisely, perfecting an imperfect self.

Kalian bisa bayangkan hal itu seperti sebuah gunung pencapaian

And you can think about it like a mountain of achievement

that perfectionism leads us to imagine ourselves scaling.

yang kita coba panjat karena suruhan perfeksionisme.

And we think to ourselves, "Once I've reached that summit,

Lalu, kita jadi berpikir sendiri, "Kalau aku sudah mencapai puncak gunung,

then people will see I'm not flawed, and I'll be worth something."

orang-orang akan lihat aku tidak cacat, dan aku akan jadi lebih bernilai."

But what perfectionism doesn't tell us

Tapi, perfeksionisme tidak bilang ke kita

is that soon after reaching that summit,

kalau sudah tiba di puncak itu,

we will be called down again to the fresh lowlands of insecurity and shame,

kita akan disuruh balik ke dataran rendah penuh rasa malu dan tidak percaya diri.

just to try and scale that peak again.

hanya untuk mencoba naik lagi.

Ini adalah siklus dari rasa tidak berdaya.

This is the cycle of self-defeat.

In the pursuit of unattainable perfection, a perfectionist just cannot step off.

Dalam mencapai kesempurnaan mustahil, seorang perfeksionis tidak bisa mundur.

Makanya, susah sekali mengobatinya.

And it's why it's so difficult to treat.

Kita sudah mengetahui dari lama sekali

Now, we've known for decades and decades

that perfectionism contributes to a host of psychological problems,

Perfeksionisme menyebabkan sejumlah masalah gangguan jiwa,

but there was never a good way to measure it.

tapi cara bagus untuk mengukurnya tidak pernah ada.

That was until the late 1980s

Setidaknya, sampai akhir tahun 1980-an

when two Canadians, Paul Hewitt and Gordon Flett,

saat dua orang Kanada, Paul Hewitt dan Gordon Flett,

came along and developed a self-report measure of perfectionism.

mengembangkan pengukuran mandiri untuk perfeksionisme.

So that's right, folks, you can measure this,

Benar, kalian bisa mengukur perfeksionisme

and it essentially captures three core elements of perfectionism.

dan hasilnya akan mengungkap tiga elemen utama dari perfeksionisme.

The first is self-oriented perfectionism,

Pertama, tipe yang berorientasi pada diri sendiri,

the irrational desire to be perfect:

keinginan irasional untuk jadi sempurna:

"I strive to be as perfect as I can be."

"Aku berusaha untuk menjadi sesempurna yang aku bisa."

The second is socially prescribed perfectionism,

Yang kedua adalah perfeksionisme sosial,

Perasaan bahwa lingkungan sosial menuntut Anda berlebihan:

the sense that the social environment is excessively demanding:

"Aku merasa orang lain terlalu banyak meminta dariku."

"I feel that others are too demanding of me."

And the third is other-oriented perfectionism,

Yang ketiga, perfeksionisme yang berorientasi pada orang lain,

the imposition of unrealistic standards on other people:

memaksa orang lain agar memenuhi standar berlebihan Anda:

"If I ask somebody to do something, I expect it to be done perfectly."

"Kalau aku menyuruh orang lain ini itu, aku mau hasilnya sempurna."

Nah, riset membuktikan semua tiga unsur perfeksionisme

Now, research shows that all three elements of perfectionism

associate with compromised mental health,

berkaitan dengan jiwa yang tidak sehat,

including things like heightened depression,

sebagai contoh, depresi parah,

heightened anxiety and suicide ideation.

kecemasan parah, hingga keinginan untuk bunuh diri.

But, by far, the most problematic element of perfectionism

Namun, elemen perfeksionisme yang paling bermasalah adalah

is socially prescribed perfectionism.

perfeksionisme sosial.

That sense that everyone expects me to be perfect.

Perasaan bahwa semua orang mengharap kesempurnaan dari kita.

Unsur perfeksionisme ini

This element of perfectionism

has a large correlation with serious mental illness.

berkaitan erat dengan gangguan mental serius.

Dengan penekanan berat pada kesempurnaan daripada kesehatan jiwa,

And with today's emphasis on perfection at the forefront of my mind,

Saya jadi ingin tahu apakah elemen-elemen perfeksionisme ini berubah

I was curious to see whether these elements of perfectionism were changing.

To date, research in this area is focused on immediate family relations,

Sampai sekarang, riset dalam bidang ini hanya berfokus pada hubungan keluarga,

but we wanted to look at it at a broader level.

tapi kami ingin melihat fenomena ini dalam ruang lingkup lebih luas,

So we took all of the data that had ever been collected

jadi, kami mengambil semua data yang sudah pernah dikumpulkan

in the 27 years since Paul and Gordon developed that perfectionism measure,

dalam 27 tahun sejak Paul dan Gordon mengembangkan tolak ukur perfeksionisme,

and we isolated the data in college students.

dan memisahkan data tentang mahasiswa.

This turned out to be more than 40,000 young people

Ternyata, ada lebih dari 40.000 anak muda

from American, Canadian and British colleges,

berkuliah di Amerika, Kanada, dan Inggris,

and with so much data available, we looked to see if there was a trend.

dan dengan banyaknya data yang ada, kami mengamati apakah ada pola tertentu.

Secara keseluruhan, itu makan waktu lebih dari 3 tahun

And in all, it took us more than three years

to collate all of this information, crunch the numbers,

untuk menyusun semua informasi, menghitung semua data angka,

and write our report.

hingga menulis laporannya.

But it was worth it because our analysis uncovered something alarming.

Tapi semua itu terbayar karena hasil analisis kami menemukan suatu bahaya.

Semua tiga elemen perfeksionisme ini malah terus meningkat dari waktu ke waktu.

All three elements of perfectionism have increased over time.

Tapi peningkatan dalam perfeksionisme sosial justru paling besar sejauh ini.

But socially prescribed perfectionism saw the largest increase, and by far.

In 1989,

Tahun 1989,

just nine percent of young people report clinically relevant levels

hanya 9% anak muda yang melaporkan gejala klinis

of socially prescribed perfectionism.

dari perfeksionisme sosial

Those are levels that we might typically see in clinical populations.

Angka sedemikian rupa mungkin biasa kita lihat dari pasien tertentu.

Tahun 2017, persentasenya sudah naik 2x lipat hingga 18%.

By 2017, that figure had doubled to 18 percent.

Dan pada tahun 2050, perekaan berdasarkan model yang telah kami uji coba

And by 2050, projections based on the models that we tested

mengindikasikan bahwa hampir 1 banding 3 anak muda

indicate that almost one in three young people

will report clinically relevant levels of socially prescribed perfectionism.

akan mengalami gejala klinis dari perfeksionisme sosial

Remember, this is the element of perfectionism

Ingat, ini elemen perfeksionisme

that has the largest correlation with serious mental illness,

yang paling berkaitan erat dengan gangguan mental serius,

and that's for good reason.

dan alasannya kuat.

Socially prescribed perfectionists feel a unrelenting need

Seorang perfeksionis sosial merasakan keharusan kuat

to meet the expectations of other people.

untuk memenuhi ekspektasi dari orang lain.

And even if they do meet yesterday's expectation of perfection,

Bahkan jika mereka memenuhi ekspektasi kesempurnaan yang lalu,

they then raise the bar on themselves to an even higher degree

mereka akan meningkatkan standar pribadi mereka hingga jauh lebih tinggi

karena mereka percaya jika semakin baik performa mereka,

because these folks believe that the better they do,

the better that they're expected to do.

orang-orang semakin berharap pada mereka.

This breeds a profound sense of helplessness and, worse, hopelessness.

Dari sanalah ketidakberdayaan, dan lebih parah lagi, keputusasaan mendalam lahir

But is there hope?

Tapi apa ada harapan?

Tentu saja ada.

Of course there's hope.

Perfectionists can and should hold on to certain things --

Orang-orang perfeksionis bisa dan harus percaya hal-hal tertentu --

they are typically bright, ambitious, conscientious and hardworking.

seperti mereka itu umumnnya pintar, ambisius, tekun, dan rajin.

Dan ya, pengobatannya juga rumit.

And yes, treatment is complex.

But a little bit of self-compassion,

Tapi, dengan sedikit mengasihi diri Anda sendiri,

bersikap lembut pada diri sendiri ketika semua tidak berjalan baik,

going easy on ourselves when things don't go well,

can turn those qualities into greater personal peace and success.

dapat mengubah semua kelebihan itu menjadi kedamaian dan kesuksesan pribadi.

And then there's what we can do as caregivers.

Lalu, ada yang bisa kita lakukan sebagai pengasuh.

Perfeksionisme berkembang pada masa pertumbuhan,

Perfectionism develops in our formative years,

and so young people are more vulnerable.

jadi anak-anak muda lebih rentan.

Parents can help their children

Orangtua bisa membantu anak mereka

by supporting them unconditionally when they've tried but failed.

dengan cara memberi dukungan tulus saat mereka gagal meski sudah berusaha.

And Mom and Dad can resist their understandable urge

Ayah dan Ibu bisa menahan godaan yang bisa dipahami

in today's highly competitive society to helicopter-parent,

untuk mengendalikan anak di tengah masyarakat sekarang yang amat kompetitif,

sebab kegelisahan akan sangat kentara

as a lot of anxiety is communicated

when parents take on their kids' successes and failures as their own.

ketika orang tua menganggap kesuksesan dan kegagalan anak sebagai milik pribadi.

Penelitian kami mengangkat sejumlah pertanyaan penting

But ultimately, our research raises important questions

about how we are structuring society

seperti bagaimana kita menata masyarakat

and whether our society's heavy emphasis on competition, evaluation and testing

dan apakah masyarakat kita yang amat menekankan kompetisi dan evaluasi

menguntungkan anak-anak muda.

is benefiting young people.

It's become commonplace for public figures to say

Seringkali banyak tokoh masyarakat yang mengatakan

anak-anak muda hanya perlu menjadi sedikit lebih tangguh

that young people just need a little bit more resilience

di hadapan tekanan-tekanan baru yang tak terduga.

in the face of these new and unprecedented pressures.

Tapi saya percaya itu hanya usaha kita menghindari inti masalah ini

But I believe that is us washing our hands of the core issue

karena kita punya tanggung jawab bersama

because we have a shared responsibility

to create a society and a culture in which young people need less perfection

untuk menciptakan masyarakat dan budaya yang tidak terlalu menekankan kesempurnaan

pada kaum muda sejak awal.

in the first place.

Seriusnya,

Let's not kid ourselves.

Creating that kind of world is an enormous challenge,

menciptakan dunia serupa adalah tantangan yang sangat besar,

and for a generation of young people

dan untuk generasi muda

that live their lives in the 24/7 spotlight

yang hidup di bawah lampu sorot penuh standar nilai, peringkat,

of metrics, lead tables and social media,

dan media sosial sepanjang waktu,

perfectionism is inevitable,

perfeksionisme tak bisa dihindari,

so long as they lack any purpose in life

selama mereka tidak punya tujuan hidup

greater than how they are appearing

yang lebih dari penampilan mereka

or how they are performing to other people.

juga performa mereka di hadapan orang lain.

What can they do about it?

Apa yang bisa mereka lakukan?

Every time they are knocked down from that mountaintop,

Setiap kali mereka dijatuhkan dari puncak gunung kesempurnaan,

they see no other option but to try scaling that peak again.

mereka merasa tak punya pilihan selain mencapai puncak itu lagi.

Orang-orang Yunani kuno tahu

The ancient Greeks knew

that this endless struggle up and down the same mountain

kalau perjuangan tanpa akhir naik turun gunung yang sama

is not the road to happiness.

bukanlah jalan menuju kebahagiaan.

Their image of hell was a man called Sisyphus,

Bayangan mereka akan neraka adalah pria bernama Sisyphus,

doomed for eternity to keep rolling the same boulder up a hill,

yang dikutuk selamanya menggelindingkan batu besar yang sama ke atas bukit,

only to see it roll back down and have to start again.

hanya untuk mulai dari awal karena batunya selalu menggelinding turun.

So long as we teach young people

Jadi, selama kita mengajari anak-anak muda

that there is nothing more real or meaningful in their lives

bahwa hal paling bermakna dalam hidup mereka hanyalah

than this hopeless quest for perfection,

usaha sia-sia mengejar kesempurnaan,

then we are going to condemn future generations

maka kita akan menjebak generasi berikutnya

to that same futility and despair.

dalam keputusasaan dan kesia-siaan yang sama.

And so we're left with a question.

Jadi, kita pun dibuat bertanya-tanya.

Kapan kita akan memahami kalau

When are we going to appreciate

that there is something fundamentally inhuman

kesempurnaan tanpa batas

pada dasarnya tidak manusiawi?

about limitless perfection?

Tidak ada orang yang tanpa cela.

No one is flawless.

If we want to help our young people escape the trap of perfectionism,

Kalau kita mau membantu anak-anak muda kita kabur dari jebakan perfeksionisme,

then we will teach them that in a chaotic world,

maka kita ajari mereka kalau di dunia yang tidak teratur ini,

hidup akan sering menjatuhkan kita, tapi itu bukan masalah.

life will often defeat us, but that's OK.

Failure is not weakness.

Kegagalan bukanlah kelemahan.

Kalau kita ingin membantu anak-anak muda kita lepas dari jeratan setan

If we want to help our young people outgrow this self-defeating snare

of impossible perfection,

berupa kesempurnaan yang mustahil ini,

then we will raise them in a society that has outgrown that very same delusion.

kita akan mengasuh mereka dalam lingkungan tanpa delusi kesempurnaan.

But most of all,

Tapi, yang terpenting,

jika kita ingin anak-anak muda menikmati kesehatan

if we want our young people to enjoy mental, emotional

jiwa dan emosi,

and psychological health,

then we will invite them to celebrate the joys

kita akan ajak mereka merayakan kebahagiaan

dan keindahan dari ketidaksempurnaan

and the beauties of imperfection

as a normal and natural part of everyday living and loving.

sebagai unsur alami dan normal dari setiap hari kita hidup dan mengasihi sesama.

Thank you very much.

Terima kasih banyak.

(Applause)

(tepuk tangan)