How craving attention makes you less creative | Joseph Gordon-Levitt

Translator: Elda Indria Sari Reviewer: Ayudia Triwardhani

First of all, thank you for your attention.

Pertama, terima kasih atas perhatian Anda.

There's nothing quite like being in a room full of people like this,

Tidak ada yang menandingi ada di ruangan sepenuh ini

di mana Anda semua memerhatikan saya.

where all of you are giving your attention to me.

It's a powerful feeling, to get attention.

Mendapat perhatian adalah perasaan yang sangat kuat.

I'm an actor, so I'm a bit of an expert on, well, nothing, really.

Saya adalah seorang aktor, jadi --

saya cukup ahli dalam, sebenarnya tidak dalam apa pun.

(Laughter)

(Tertawa)

But I do know what it feels like to get attention --

Tapi saya tahu rasanya diperhatikan --

I've been lucky in my life

Saya beruntung dapat perhatian lebih dari yang seharusnya

to get a lot more than my fair share of attention.

And I'm grateful for that,

dan saya bersyukur,

because like I said, it's a powerful feeling.

karena itu adalah perasaan yang sangat kuat.

But there's another powerful feeling

Tapi ada perasaan kuat lainnya

that I've also been lucky to experience a lot as an actor.

yang untungnya sering saya alami sebagai seorang aktor.

And it's funny, it's sort of the opposite feeling,

Lucunya, itu bertolak belakang

karena datangnya bukan dari mendapat perhatian.

because it doesn't come from getting attention.

It comes from paying attention.

Tapi dari memberi perhatian.

When I'm acting,

Ketika saya berakting,

I get so focused that I'm only paying attention to one thing.

saya begitu fokus sehingga saya hanya memerhatikan satu hal.

Like when I'm on set and we're about to shoot

Ketika saya berada di lokasi dan akan mulai syuting

and the first AD calls out "Rolling!"

dan asisten sutradara bilang, "Rolling!"

And then I hear "speed," "marker," "set,"

Lalu saya mendengar "speed", "marker", "set",

and then the director calls "Action!"

kemudian sutradara berseru, "Action!"

I've heard that sequence so many times,

Saya telah mendengarnya berkali-kali

like, it's become this Pavlovian magic spell for me.

mereka menjadi seperti mantra sihir Pavlovian bagi saya.

"Rolling," "speed," "marker," "set" and "action."

"Rolling," "speed," "marker," "set," dan "action."

Something happens to me, I can't even help it.

Sesuatu terjadi pada saya, yang tak bisa saya tahan

My attention ...

Perhatian saya...

narrows.

menyempit.

And everything else in the world,

Dan segalanya di dunia, yang mengganggu

anything else that might be bothering me or might grab my attention,

atau mencuri perhatian saya

it all goes away, and I'm just ... there.

semuanya hilang, dan saya ada di situ.

And that feeling, that is what I love,

Itu adalah perasaan yang saya cintai,

that, to me, is creativity.

Bagi saya, itu kreativitas.

And that's the biggest reason I'm so grateful that I get to be an actor.

Dan alasan terbesar kenapa saya bersyukur menjadi aktor.

So, there's these two powerful feelings.

Jadi, ada dua perasaan yang sangat kuat.

There's getting attention and paying attention.

Diperhatikan dan memerhatikan.

Of course, in the last decade or so,

Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi baru --

new technology has allowed more and more people

membuat lebih banyak orang merasa kuat karena mendapat perhatian.

to have this powerful feeling of getting attention.

For any kind of creative expression, not just acting.

Untuk berbagai ekspresi kreatif, tidak hanya akting.

It could be writing or photography or drawing, music -- everything.

Bisa berupa menulis, fotografi, menggambar, musik, semuanya.

The channels of distribution have been democratized,

Saluran distribusi sudah didemokratisasi,

and that's a good thing.

dan itu adalah hal yang baik.

But I do think there's an unintended consequence

Tapi saya merasa ada konsekuensi yang tidak diinginkan

for anybody on the planet with an urge to be creative --

bagi siapa pun dengan dorongan untuk menjadi kreatif --

myself included, because I'm not immune to this.

termasuk saya sendiri, karena saya tidak kebal darinya.

I think that our creativity

Saya merasa kreativitas kita

is becoming more and more of a means to an end --

telah menjadi lebih ke usaha untuk mendapatkan sesuatu yang lain--

and that end is to get attention.

dan itu adalah demi mendapatkan atensi.

And so I feel compelled to speak up

Jadi saya merasa terdorong untuk bicara karena dalam pengalaman saya,

because in my experience,

the more I go after that powerful feeling of paying attention,

semakin saya mengejar perasaan kuat dari memerhatikan,

the happier I am.

saya semakin bahagia.

But the more I go after the powerful feeling of getting attention,

Tapi semakin saya mengejar perasaan kuat dari mendapat perhatian,

the unhappier I am.

semakin saya tidak bahagia.

(One person claps)

(Seseorang bertepuk tangan)

And -- thanks.

Terima kasih.

(Laughter)

(Tertawa)

(Applause)

(Tepuk tangan)

So this is something that goes way back for me.

Ini sesuatu yang saya alami dulu sekali.

I think the first time I can remember using my acting to get attention,

Pertama kali saya menggunakan akting untuk mendapat perhatian,

I was eight years old at summer camp.

saya berusia delapan tahun di perkemahan musim panas.

And I'd been going on auditions for about a year by then,

Saya sudah mengikuti audisi sekitar satu tahun,

and I'd been lucky to get some small parts

dan saya beruntung mendapatkan beberapa peran kecil

in TV shows and commercials,

di acara TV dan iklan,

and I bragged about it a lot, that summer at camp.

jadi saya sering pamer tentang hal itu di perkemahan.

And at first, it worked.

Pertama-tama, itu berhasil.

The other kids gave me a bunch of extra attention,

Anak-anak lain memberikan saya perhatian lebih,

because I had been on "Family Ties."

karena saya pernah tampil di "Family Ties."

That's a picture of me on "Family Ties."

Itu foto saya di "Family Ties."

(Laughter)

(Tertawa)

Then, the tide turned --

Lalu, situasinya berbalik.

I think I took it too far with the bragging.

Saya rasa saya pamer berlebihan.

And then, the other kids started to make fun of me.

Lalu, mereka mulai mempermainkan saya.

I remember there was this one girl I had a crush on, Rocky.

Saya ingat ada anak perempuan yang saya suka, Rocky.

Her name was Rachel, she went by Rocky.

Namanya Rachel, tapi dia dipanggil Rocky.

And she was beautiful, and she could sing,

Dia cantik dan bisa bernyanyi.

and I was smitten with her, and I was standing there, bragging.

Saya tertarik padanya, dan saya berdiri di sana, membual.

And she turned to me and she called me a show-off.

Dia berbalik dan memanggil saya tukang pamer.

Which I 100 percent deserved.

Yang 100% pantas saya dapatkan.

But you know, it still really hurt.

Tapi rasanya tetap menyakitkan.

And ever since that summer,

Dan --

sejak musim panas itu, saya merasa ragu untuk mencari perhatian lewat akting.

I've had a certain hesitance to seek attention for my acting.

Sometimes, people would ask me,

Kadang, ada yang bertanya,

"Wait a minute, if you don't like the attention,

"Jika kau tak suka perhatian, kenapa jadi aktor?"

then why are you an actor?"

And I'd be like,

"Karena akting bukan tentang itu, tapi tentang seni."

"Because that's not what acting's about, man, it's about the art."

Mereka pun menjawab, "OK, OK, kawan."

And they'd be like, "OK, OK, dude."

(Tertawa)

(Laughter)

And then Twitter came out.

Lalu Twitter muncul.

And I got totally hooked on it, just like everybody else,

Saya pun ketagihan seperti yang lainnya,

which made me into a complete hypocrite.

yang membuat saya jadi seorang munafik.

Because at that point,

Karena saat itu, saya sepenuhnya memakai akting untuk mendapat perhatian.

I was absolutely using my acting to get attention.

I mean, what, did I think I was just getting all these followers

Apakah saya mendapatkan banyak pengikut karena cuitan saya yang cemerlang?

because of my brilliant tweets?

I actually did think that -- I was like --

Jujur, saya sempat merasa begitu --

(Laughter)

(Tertawa)

"They don't just like me because they saw me in 'Batman,'

Mereka tak hanya suka karena saya ada di 'Batman',

they like what I have to say, I've got a way with words."

mereka suka yang saya katakan, saya mahir berkata-kata.

(Tertawa)

(Laughter)

And then in no time at all,

Tak lama, hal itu mulai memengaruhi proses kreativitas saya.

it started having an impact on my dearly beloved creative process.

It still does.

Sampai sekarang masih.

I try not to let it.

Saya usahakan tidak.

But you know, I'd be sitting there, like, reading a script.

Tapi Anda tahu, saya bisa duduk, membaca naskah.

And instead of thinking,

Dan alih-alih berpikir,

"How can I personally identify with this character?"

Bagaimana saya mengidentifikasi karakter ini?

Or "How is the audience going to relate to this story?"

Atau bagaimana penonton bisa merasa terhubung dengan ceritanya?

I'm like, "What are people going to say about this movie on Twitter?"

Saya malah berpikir, apa kata orang tentang film ini di Twitter?

And "What will I say back

Jawaban apa yang bagus dan sarkastik supaya dapat banyak retweet

that will be good and snarky enough to get a lot of retweets,

tapi tak kelewatan karena orang suka dicerca,

but not too harsh,

dan saya tak mau diacuhkan.

because people love to get offended, and I don't want to get canceled?"

Ini adalah hal-hal yang saya pikirkan ketika --

These are the thoughts that enter my mind

ketika saya seharusnya membaca naskah, mencoba menjadi seorang artis.

when I'm supposed to be reading a script, trying to be an artist.

And I'm not here to tell you

Saya di sini bukan untuk mengatakan teknologi adalah musuh kreativitas.

that technology is the enemy of creativity.

I don't think that.

Bukan begitu.

I think tech is just a tool.

Teknologi hanyalah alat.

It has the potential to foster unprecedented human creativity.

Ia punya potensi mengembangkan kreativitas manusia yang tak ada sebelumnya.

Like, I even started an online community called HITRECORD,

Saya bahkan memulai sebuah komunitas online bernama HITRECORD,

where people all over the world

di mana orang-orang dari seluruh dunia berkolaborasi dalam proyek kreatif,

collaborate on all kinds of creative projects,

so I don't think that social media or smartphones or any technology

jadi saya tidak merasa media sosial, ponsel atau teknologi apa pun bermasalah,

is problematic in and of itself.

But ...

Tapi...

if we're going to talk about the perils of creativity

jika kita hendak membahas tentang bahaya kreativitas

becoming a means to get attention,

yang menjadi alat untuk mendapatkan perhatian,

then we have to talk about the attention-driven business model

tentu kita harus bicara tentang pola bisnis perusahaan media sosial

yang digerakkan oleh atensi.

of today's big social media companies, right?

(Applause)

(Tepuk tangan)

This will be familiar territory for some of you,

Ini akan jadi area yang familiar bagi sebagian, tapi pertanyaannya relevan,

but it's a really relevant question here:

How does a social media platform

Bagaimana platform media sosial seperti Instagram menghasilkan uang?

like, for example, Instagram, make money?

It's not selling a photo-sharing service --

Mereka bukan penyedia bisnis berbagi foto -- itu gratis.

that part's free.

So what is it selling?

Lalu apa?

Mereka menjual atensi.

It's selling attention.

It's selling the attention of its users to advertisers.

Mereka menjual atensi para pengguna ke pemasang iklan.

And there's a lot of discussion right now

Ada banyak perbincangan sekarang

about how much attention we're all giving to things like Instagram,

tentang seberapa besar atensi yang diberikan ke hal-hal seperti Instagram

but my question is:

tapi pertanyaan saya,

How is Instagram getting so much attention?

Bagaimana Instagram mendapatkan begitu banyak atensi?

We get it for them.

Kita yang mendapatkannya untuk mereka.

Anytime somebody posts on Instagram,

Ketika seseorang mengunggah di Instagram,

they get a certain amount of attention from their followers,

mereka mendapat sejumlah atensi dari pengikutnya,

whether they have a few followers or a few million followers.

walaupun mereka hanya punya sedikit atau jutaan pengikut.

And the more attention you're able to get,

Semakin banyak atensi yang didapat,

the more attention Instagram is able to sell.

makin besar atensi yang Instagram jual.

So it's in Instagram's interest

Jadi Instagram berkepentingan

for you to get as much attention as possible.

agar Anda mendapat atensi sebesar mungkin.

And so it trains you to want that attention,

Mereka melatih Anda menginginkan atensi itu,

to crave it, to feel stressed out when you're not getting enough of it.

mendambakannya, dan merasa frustasi saat tak cukup mendapatkannya.

Instagram gets its users addicted

Instagram membuat para penggunanya ketagihan

to the powerful feeling of getting attention.

akan perasaan kuat dari mendapatkan atensi.

And I know we all joke, like, "Oh my God, I'm so addicted to my phone,"

Saya tahu kita semua bergurau, "Ya Tuhan, saya kecanduan ponsel,"

but this is a real addiction.

tapi ini adalah kecanduan yang nyata.

There's a whole science to it.

Ada ilmu yang mendalaminya.

If you're curious, I recommend the work of Jaron Lanier,

Kalau penasaran, saya anjurkan karya Jaron Lanier,

Tristan Harris, Nir Eyal.

Tristan Harris, Nir Eyal.

But here's what I can tell you.

Ini yang bisa saya katakan.

Being addicted to getting attention

Kecanduan mendapat atensi

is just like being addicted to anything else.

sama saja dengan kecanduan hal lain.

It's never enough.

Rasanya tak pernah cukup.

You start out and you're thinking,

Anda memulai dan berpikir,

"If only I had 1,000 followers, that would feel amazing."

"Jika saja saya punya 1.000 pengikut, pasti rasanya luar biasa."

But then you're like, "Well, once I get to 10,000 followers,"

Tapi kemudian Anda akan berpikir, "Begitu saya dapat 10.000 pengikut,"

and, "Once I get to 100 --

"Begitu saya dapat 100 --

Once I get to a million followers, then I'll feel amazing."

Begitu saya dapat sejuta pengikut, baru rasanya luar biasa."

So I have 4.2 million followers on Twitter --

Saya punya 4,2 juta pengikut di Twitter --

it's never made me feel amazing.

tak pernah saya merasa luar biasa.

I'm not going to tell you how many I have on Instagram,

Saya tak akan beri tahu jumlahnya di Instagram

karena saya malu akan betapa rendah angkanya,

because I feel genuine shame about how low the number is,

because I joined Instagram after "Batman" came out.

karena saya bergabung di Instagram setelah "Batman" dirilis.

(Laughter)

(Tertawa)

And I search other actors,

Saya mencari aktor lain

and I see that their number is higher than mine,

dan angka mereka lebih tinggi dari saya,

and it makes me feel terrible about myself.

dan itu membuat saya merasa buruk.

Because the follower count

Karena jumlah pengikut

makes everybody feel terrible about themselves.

membuat siapa saja merasa buruk akan dirinya sendiri.

That feeling of inadequacy is what drives you to post,

Perasaan kekurangan itu yang memicu Anda untuk mengunggah

so you can get more attention,

agar bisa mendapat lebih banyak atensi, dan itu yang mereka jual,

and then that attention that you get is what these companies sell,

itu cara mereka menghasilkan uang.

that's how they make their money.

So there is no amount of attention you can get

Jadi, tidak ada jumlah atensi yang Anda dapat,

where you feel like you've arrived,

di mana Anda akan merasa sudah berhasil,

and you're like, "Ah, I'm good now."

ini sudah cukup.

And of course, there are a lot of actors who are more famous than I am,

Tentu saja, ada banyak aktor yang lebih terkenal daripada saya,

have more followers than I do,

punya pengikut lebih banyak,

but I bet you they would tell you the same thing.

tapi mereka akan mengatakan hal yang sama.

If your creativity is driven by a desire to get attention,

Jika kreativitasmu dipicu oleh hasrat untuk mendapatkan atensi,

you're never going to be creatively fulfilled.

maka kau tak akan pernah merasa terpenuhi secara kreatif.

Tapi saya punya kabar baik.

But I do have some good news.

There is this other powerful feeling.

Ada perasaan kuat lainnya.

Something else you can do with your attention

Yang bisa dilakukan dengan atensi Anda

besides letting a giant tech company control it and sell it.

selain membiarkannya dikendalikan dan dijual oleh perusahaan IT.

This is that feeling I was talking about,

Inilah perasaan yang saya bicarakan, kenapa saya mencintai akting--

why I love acting so much --

it's being able to pay attention to just one thing.

karena saya bisa fokus pada satu hal.

Turns out there's actually some science behind this too.

Ternyata, ada ilmu juga di baliknya.

Psychologists and neuroscientists --

Psikolog dan ahli saraf --

they study a phenomenon they call flow,

mempelajari fenomena yang mereka sebut "flow",

which is this thing that happens in the human brain

yaitu sesuatu yang terjadi dalam otak manusia

ketika seseorang hanya berfokus pada satu hal,

when someone pays attention to just one thing,

like something creative,

seperti sesuatu yang kreatif,

and manages not to get distracted by anything else.

dan tidak terganggu oleh hal lain.

And some say the more regularly you do this, the happier you'll be.

Ada yang bilang, semakin sering Anda melakukannya, Anda akan semakin bahagia.

Now I'm not a psychologist or a neuroscientist.

Saya bukan psikolog atau ahli saraf.

But I can tell you, for me, that is very true.

Tapi saya bisa bilang, bagi saya, itu benar adanya.

It's not always easy, it's hard.

Itu tak selalu mudah, bahkan sulit.

To really pay attention like this takes practice,

Memerhatikan seperti ini butuh latihan,

everybody does it their own way.

masing-masing punya cara sendiri.

But if there's one thing I can share

Jika ada satu hal yang bisa saya bagi,

that I think helps me focus and really pay attention, it's this:

yang membantu saya untuk fokus dan benar-benar memerhatikan adalah ini:

I try not to see other creative people as my competitors.

Saya berusaha tidak melihat pelaku kreatif lainnya sebagai saingan.

I try to find collaborators.

Saya mencoba mencari kolaborator.

Like, if I'm acting in a scene,

Misalnya saya berakting di sebuah adegan,

if I start seeing the other actors as my competitors, and I'm like,

jika saya melihat aktor lain sebagai saingan dan berpikir,

"God, they're going to get more attention than I am,

"Mereka akan lebih diperhatikan daripada saya,

people are going to be talking about their performance more than mine" --

orang-orang akan membicarakan performa mereka daripada saya" --

I've lost my focus.

Saya sudah kehilangan fokus.

Dan saya mungkin akan payah di adegan itu.

And I'm probably going to suck in that scene.

But when I see the other actors as collaborators,

Tapi ketika saya melihat aktor lain sebagai kolaborator,

then it becomes almost easy to focus,

maka akan jadi mudah untuk fokus,

because I'm just paying attention to them.

karena saya hanya memerhatikan mereka.

And I don't have to think about what I'm doing --

Saya tak berpikir apa yang saya lakukan, hanya bereaksi ke mereka

I react to what they're doing,

mereka bereaksi ke saya, dan kami bisa saling menjaga.

they react to what I'm doing,

and we can kind of keep each other in it together.

But I don't want you to think it's only actors on a set

Tapi saya tak mau Anda berpikir hanya aktor yang bisa bekerja sama seperti ini.

that can collaborate in this way.

I could be in whatever kind of creative situation.

Saya bisa ada di berbagai situasi kreatif.

It could be professional, could be just for fun.

Baik profesional, atau hanya untuk senang-senang.

I could be collaborating with people I'm not even in the same room with.

Saya bahkan bisa berkolaborasi dengan mereka yang tidak seruangan.

In fact, some of my favorite things I've ever made,

Bahkan, beberapa karya favorit saya,

dibuat bersama orang-orang yang belum pernah saya temui.

I made with people that I never physically met.

Omong-omong,

And by the way,

this, to me, is the beauty of the internet.

ini, bagi saya, adalah keindahan internet.

If we could just stop competing for attention,

Jika kita bisa berhenti bersaing demi atensi,

then the internet becomes a great place to find collaborators.

maka internet akan jadi tempat yang hebat untuk mencari kolaborator.

And once I'm collaborating with other people,

Dan ketika saya berkolaborasi dengan orang lain,

whether they're on set, or online, wherever,

baik di lokasi syuting, online, di mana pun,

that makes it so much easier for me to find that flow,

akan jadi lebih mudah bagi saya untuk mencari 'flow' itu,

because we're all just paying attention

karena kita semua hanya memerhatikan satu hal yang kami ciptakan bersama.

to the one thing that we're making together.

And I fell like I'm part of something larger than myself,

Dan saya merasa sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar,

and we all sort of shield each other

dan kami saling melindungi satu sama lain

from anything else that might otherwise grab our attention,

dari hal-hal yang bisa mencuri perhatian kami,

and we can all just be there.

dan kami bisa hanya ada di sana.

At least that's what works for me.

Setidaknya itu yang bekerja bagi saya.

Sometimes.

Kadang-kadang.

Sometimes -- it doesn't always work.

Kadang -- tak selalu berhasil.

Sometimes, I still totally get wrapped up in that addictive cycle

Kadang, saya masih kecanduan hasrat mendapatkan atensi.

of wanting to get attention.

I mean, like, even right now,

Bahkan seperti sekarang ini,

can I honestly say there's not some part of me here who's like,

jujur saya tak bisa bilang bahwa tidak ada bagian dari diri saya yang berpikir,

"Hey, everybody, look at me, I'm giving a TED Talk!"

"Hey, semuanya, lihat, saya bicara di TED Talk!"

(Laughter)

(Tertawa)

There is -- there's, you know, some part.

Ada bagian yang seperti itu.

But I can also honestly say

Tapi jujur, saya juga bisa bilang

that this whole creative process of writing and giving this talk,

keseluruhan proses kreatif menulis dan membawakan topik ini

it's been a huge opportunity for me to focus

telah menjadi kesempatan besar bagi saya untuk fokus

and really pay attention to something I care a lot about.

dan memberi atensi pada sesuatu yang sangat berarti bagi saya.

So regardless of how much attention I do or don't get as a result,

Jadi,

terlepas dari seberapa besar atensi yang saya dapatkan sebagai hasilnya,

I'm happy I did it.

saya bahagia sudah melakukannya.

And I'm grateful to all of you for letting me.

Saya berterima kasih pada Anda yang sudah memberikan kesempatan.

So thank you, that's it,

Jadi, terima kasih. Itu saja.

you can give your attention to someone else now.

Anda bisa memberi atensi pada orang lain sekarang. Terima kasih.

Thanks again.

(Applause)

(Tepuk tangan)