Plato's allegory of the ring - Alex Gendler

Translator: Rizka Anjani Reviewer: Reno Kanti Riananda

A ring with supernatural abilities tempts its beholder with power.

Sebuah cincin supranatural memikat pemiliknya dengan kekuatan.

Namun, tidak ada hobbit, kurcaci, ataupun Valkyrie dalam kisah ini.

But there are no hobbits, dwarves, or Valkyries in this tale.

In fact, the legend of the Ring of Gyges appeared long before those characters

Bahkan, legenda Cincin Gyges sudah ada jauh sebelum

para karakter tersebut ditulis dalam sebuah buku:

were ever committed to paper:

more than 2,000 years ago,

lebih dari 2.000 tahun yang lalu,

in the Greek philosopher Plato’s “Republic.”

dalam “Republik” karya Plato, seorang filsuf dari Yunani.

The story surfaces as the philosopher, Socrates,

Cerita muncul ketika filsuf Sokrates

and his student, Glaucon, discuss why people act justly.

dan muridnya, Glaukon, berdiskusi soal alasan manusia bertindak adil.

Is it because it’s what’s right?

Apakah karena itu hal yang benar?

Or because it’s a convention that’s enforced through punishment and reward?

Atau karena kebiasaan yang dibalas dengan hukuman dan penghargaan?

Playing devil’s advocate, Glaucon argues against Socrates

Bermain uji argumen, Glaukon menentang Sokrates

and recounts the following story...

dan menceritakan kisah berikut...

Long ago, a shepherd named Gyges was tending his flock

Dahulu kala, gembala bernama Gyges sedang menjaga sekawanan ternak.

when an earthquake struck,

Tiba-tiba terjadi gempa

ripping an opening to the ground.

yang menimbulkan lubang menganga di tanah.

The chasm drew Gyges in.

Jurang itu menarik Gyges masuk.

There, his eyes alighted upon a bronze horse,

Di sana, matanya tertuju pada kuda perunggu,

the doors to its central chamber ajar.

pintu ke ruang utamanya terbuka.

Peering inside, Gyges discovered the corpse of a giant.

Gyges mengintip dan menemukan mayat raksasa.

On its finger, a golden ring,

Pada jarinya, terdapat cincin emas.

which Gyges pocketed before retracing his steps.

Gyges mengambil cincin tersebut sebelum berbalik pergi.

Later, he sat among the other shepherds,

Malamnya, ia duduk bersama penggembala lain

fiddling with the mysterious ring when, suddenly,

sambil memainkan cincin misterius tersebut.

Tiba-tiba, setelah tak sengaja mengusap batu cincin, ia menjadi tak terlihat.

after absentmindedly twirling its stone, he became invisible.

When he turned the stone back in the opposite direction, he reappeared.

Saat ia mengusapnya ke arah berlawanan, Ia muncul kembali.

Emboldened by the ring’s powers, new possibilities bloomed before him,

Dipengaruhi kekuatan cincin, kesempatan baru muncul di hadapannya,

and a sordid plan hatched in his mind.

dan sebuah rencana kotor terbersit di benaknya.

Gyges became a messenger to the king of Lydia,

Gyges menjadi pembawa pesan untuk raja Kerajaan Lidia.

and, inside the palace, used the ring to prowl undetected.

Di istana, ia menggunakan cincin untuk berkeliaran tanpa ketahuan.

He seduced the queen and convinced her to betray her husband.

Ia merayu dan membujuk ratu untuk mengkhianati suaminya.

And soon Gyges, once a humble shepherd,

Gyges yang dulunya seorang gembala yang rendah hati,

had murdered the monarch and claimed the kingdom.

kini membunuh raja dan mengambil alih kerajaan.

Glaucon tells this story to illustrate how people can apparently benefit

Glaukon menceritakan ini untuk membuktikan bagaimana seseorang

mendapatkan keuntungan dengan melanggar norma.

by acting unjustly.

After all, wouldn’t any rational person act like Gyges

Lagipula, bukankah siapapun yang rasional akan bertindak seperti Gyges

if presented the opportunity to get what they desired without consequence?

jika diberi kesempatan untuk mendapatkan apa yang diinginkan tanpa konsekuensi?

Exploring this argument, Glaucon breaks all good things into three classes.

Untuk menguraikan argumen ini, Glaukon membagi hal baik dalam tiga kelas.

The first kinds, we desire for their own sake,

Kelas pertama, kita menginginkannya sendiri,

like the experience of harmless pleasure.

seperti suatu kesenangan yang tidak berbahaya.

The second, we want only for the value they bring,

Kelas kedua, kita ingin karena nilainya,

though they may be onerous, like exercise or medicine.

meskipun mungkin berat, seperti olahraga dan obat-obatan.

The third class comprises things we desire for their own sake

Kelas ketiga merupakan gabungan dari keduanya,

and the value they offer, like knowledge and health.

contohnya pengetahuan dan kesehatan.

Glaucon argues that justice belongs to the second class of good:

Glaukon berpendapat bahwa keadilan termasuk pada kelas kedua:

it’s a burden that nevertheless brings rewards.

meskipun membebani, tetapi membuahkan penghargaan.

The only reason anyone conducts themselves virtuously, he reasons,

Ia berpendapat bahwa satu-satunya alasan seseorang berperilaku baik

is due to external influences.

adalah karena pengaruh luar.

So it’s appearing— not actually being— virtuous that matters.

Jadi, terlihat baik itu lebih penting daripada benar-benar bersikap baik.

Socrates, as written by Plato, disagrees,

Sokrates, menurut Plato, tidak setuju akan hal ini.

countering that justice belongs to the third class of good,

Ia berpendapat bawa keadilan berada pada kelas ketiga,

offering both extrinsic and intrinsic benefits.

gabungan antara keuntungan dari luar maupun dari dalam.

Socrates argues that the human soul has three parts:

Sokrates berpendapat bahwa jiwa manusia memiliki tiga bagian:

reason, spirit, and appetite.

akal, semangat, dan nafsu.

Reason guides an individual to truth and knowledge,

Akal memandu seseorang menuju kebenaran dan pengetahuan,

and is influenced by either spirit or appetite.

dan dipengaruhi oleh semangat ataupun nafsu.

Spirit is righteous, ambitious, and the source of bold action,

Semangat itu adil, ambisius, dan menjadi sumber keberanian,

while appetite consists of baser, bodily desires.

sedangkan nafsu berasal dari keinginan dasar tubuh.

To Socrates, the philosopher is led by reason,

Menurut Sokrates, filsuf dipimpin oleh akal,

and their spirit keeps their appetite in check,

dan semangat mereka menahan nafsu mereka,

making them the most just and the happiest.

membuat mereka menjadi yang paling adil dan bahagia.

Even without consequences for self-serving wrongdoings,

Bahkan tanpa konsekuensi berbuat kesalahan,

they wouldn't commit them.

mereka tidak akan melakukannya.

Meanwhile, the tyrant succumbs to appetite and acts unjustly.

Sementara itu, tiran tergoda akan nafsu sehingga bertindak tidak adil.

So, while Gyges may have attained power and wealth,

Jadi, meski Gyges mendapatkan kekuatan dan kekayaan,

Socrates implies that his soul would be in disharmony.

Sokrates mengartikan bahwa jiwanya akan berada pada ketidakharmonisan.

He’d be enslaved to his own base desires rather than guided by reason

Ia akan diperbudak keinginannya sendiri daripada dipandu akal

and wouldn't be truly happy.

dan tidak akan benar-benar bahagia.

Before Plato penned this discussion,

Sebelum Plato menulis diskusi ini,

Chinese philosopher Confucius similarly reasoned that by simply acting justly,

filsuf Cina, Konfusius, juga berargumen bahwa dengan hanya bertindak adil,

one also benefits oneself.

orang itu juga menguntungkan dirinya sendiri.

After, modern Western philosophers voiced varying beliefs.

Setelah itu, para filsuf barat modern menyuarakan keyakinan yang berbeda.

Thomas Hobbes, for instance,

Thomas Hobbes, misalnya,

argued that the state of nature is violent and selfish.

berpendapat bahwa keadaan alamiah adalah kekerasan dan keegoisan.

Justice, therefore, is imposed by authority.

Sedangkan keadilan adalah sesuatu yang dipaksakan oleh otoritas.

John Locke, in contrast, asserted that people are naturally obligated

John Locke, sebaliknya, menegaskan bahwa orang secara alami berkewajiban

to act justly

untuk berbuat adil dan setuju berpartisipasi di masyarakat sipil

and they agree to participate in civil society

to secure their natural rights.

untuk melindungi hak-hak dasar.

The allegory of the ill-gotten magical ring

Alegori tentang cincin ajaib terlarang

that lures its wearer towards their darkest desires continues to inspire.

yang memikat pemakainya pada keinginan terjahat mereka terus menginspirasi.

So if the ring of Gyges fell into your hands,

Jadi, jika cincin Gyges jatuh ke tanganmu,

what would you do?

apa yang akan kau lakukan?