The dark history of the Chinese Exclusion Act - Robert Chang

Translator: Reviewer: Reno Kanti Riananda

After 12 years living in California,

Setelah 12 tahun menetap di California,

Chinese citizen Chae Chan Ping was ready for a visit home.

WN Tiongkok Chae Chan Ping hendak mengunjungi kampung halamannya.

He procured the necessary documents for his departure and return journey,

Dia mendapatkan dokumen yang diperlukan untuk keberangkatan dan kepulangannya,

and set sail for China,

kemudian berlayar ke Tiongkok

where he spent the next year reconnecting with friends and family.

tempatnya menghabiskan setahun berikutnya bersama teman dan keluarganya.

But when he returned to San Francisco on October 8th, 1888,

Namun, ketika dia kembali ke San Francisco pada tanggal 8 Oktober 1888,

Ping and his fellow immigrant passengers were forbidden to disembark.

Ping dan penumpang imigran lainnya dilarang untuk turun.

Just days earlier, President Grover Cleveland had signed the Scott Act,

Beberapa hari sebelumnya, Presiden Grover Cleveland menandatangani UU Scott,

which invalidated the legal documents allowing their re-entry

menganulir dokumen sah yang mengizinkan mereka masuk kembali

to the United States.

ke Amerika Serikat.

This policy threatened to separate families

Kebijakan ini mengancam pemisahan keluarga

and deprive Chinese immigrants of their homes and livelihoods.

dan merampas rumah serta mata pencaharian imigran Tionghoa.

Ping challenged the ruling,

Ping menantang putusan itu,

beginning a legal battle for the rights of thousands of Chinese immigrants.

dan memulai pertarungan hukum demi hak ribuan imigran Tionghoa.

But his case inspired an even more controversial policy

Namun, kasusnya malah mengundang lebih banyak kebijakan kontroversial

that continues to impact immigrants around the globe.

yang terus berdampak pada imigran di seluruh dunia.

Discrimination against Chinese immigrants had begun decades earlier,

Diskriminasi terhadap imigran Tionghoa telah dimulai sejak beberapa dekade lalu,

when the California Gold Rush created a massive demand for labor.

saat Demam Emas California menciptakan banyak kebutuhan tenaga kerja.

Initially, Chinese immigrants were welcomed as reliable workers

Mulanya, imigran Tionghoa disambut sebagai pekerja yang terpercaya

and became essential parts of frontier communities.

dan menjadi bagian penting dalam komunitas perbatasan.

Many built railroads and worked in the mines,

Banyak yang membangun rel kereta dan bekerja di tambang,

while others operated laundries, restaurants, and general stores.

sementara yang lain mengelola penatu, restoran, dan toko kelontong.

The 1868 Burlingame Treaty even granted China favored trading status with the US,

Perjanjian Burlingame tahun 1868,

bahkan memberikan Tiongkok status dagang istimewa dengan AS,

and allowed unrestricted migration between the two countries.

dan mengizinkan migrasi tanpa batas antara kedua negara.

But as large numbers of Chinese immigrants found success,

Namun, saat sejumlah besar imigran Tionghoa menjadi sukses,

American workers began to see them as a threat.

pekerja Amerika mulai melihat mereka sebagai ancaman.

Politicians and labor leaders denounced them for driving down wages,

Politisi dan pemimpin buruh mengecam mereka karena menurunkan upah,

and violence against Chinese individuals became increasingly common.

dan kekerasan terhadap orang Tionghoa menjadi hal yang biasa.

This anti-Chinese sentiment soon found its way into California’s courts.

Tidak lama, sentimen anti-Tionghoa ini pun sampai ke pengadilan California.

In 1854, following a murder trial where a white man was convicted

Di tahun 1854, setelah sidang pembunuhan di mana seorang pria kulit putih dihukum

of murdering a Chinese man,

karena membunuh seorang pria Tionghoa,

the California Supreme Court overturned the conviction,

Mahkamah Agung California membatalkan hukuman itu,

holding that Chinese eyewitness testimony was inadmissible.

dengan anggapan bahwa kesaksian saksi mata Tionghoa tidak dapat diterima.

The court declared that Chinese citizens

Pengadilan menyatakan bahwa warga negara Tionghoa

could not testify against white defendants,

tidak dapat bersaksi melawan tersangka orang kulit putih,

citing similar precedents forbidding testimony

mengutip preseden serupa yang melarang kesaksian

by Black and Native American individuals.

oleh orang kulit hitam dan penduduk asli Amerika.

This decision effectively legalized violence

Keputusan ini secara efektif melegalkan kekerasan

against California’s Chinese population,

terhadap populasi orang Tionghoa di California,

inspiring mob attacks and campaigns for segregation.

menginspirasi serangan massa dan kampanye segregasi.

Before long, anti-Chinese sentiment reached the federal level.

Tidak lama, sentimen anti-Tionghoa mencapai tingkat federal.

In 1882, Congress passed the Chinese Exclusion Act,

Di tahun 1882, Kongres mengeluarkan Undang-Undang Eksklusi Tionghoa,

the first federal law that restricted immigration

hukum federal pertama yang membatasi imigrasi

based explicitly on nationality.

berdasarkan kewarganegaraan secara eksplisit.

In practice, the Act banned entry to all ethnically Chinese immigrants

Dalam penerapannya, UU tersebut melarang masuk semua imigran Tionghoa

besides diplomats,

kecuali diplomat,

and prohibited existing immigrants from obtaining citizenship.

dan melarang imigran yang ada di AS untuk memperoleh kewarganegaraan.

It also meant Chinese individuals couldn’t leave the United States and return

Ini juga berarti orang Tionghoa tidak bisa meninggalkan AS dan kembali lagi

without first applying for a certificate of re-entry.

tanpa terlebih dahulu mengajukan sertifikat masuk kembali

This policy remained in place until October 1st, 1888,

Kebijakan ini berlaku sampai 1 Oktober 1888,

when the Scott Act prohibited re-entry altogether,

sampai UU Scott melarang masuk kembali sama sekali,

stranding Chae Chan Ping and thousands of other Chinese immigrants.

dan membuat Chae Chan Ping dan ribuan imigran Tionghoa lain terkatung-katung.

In court, Ping argued he had followed the proper protocol

Di pengadilan, Ping mengatakan bahwa dia sudah mengikuti peraturan

obtaining his re-entry certificate,

untuk memperoleh sertifikat masuk kembali,

and the government had not honored his legally issued document.

dan pemerintah tidak menghargai dokumennya yang sah.

This argument was strong enough to send his case all the way to the Supreme Court.

Argumennya cukup kuat untuk diajukan sampai ke Mahkamah Agung.

But the justices ruled against Ping,

Namun, keadilan tidak berpihak pada Ping,

invalidating thousands of legal re-entry certificates in one fell swoop.

menganulir ribuan sertifikat masuk kembali yang sah dalam sekejap.

The decision led to Ping’s deportation

Keputusan ini berujung pada deportasi Ping

and left up to 20,000 Chinese immigrants unable to return to the US.

dan menyebabkan 20.000 imigran Tionghoa tidak bisa kembali ke AS.

But arguably even more important than the court’s racist ruling

Namun, mungkin yang lebih penting daripada keputusan pengadilan yang rasis

was the logic they used to support it.

adalah logika pendukung yang mereka pakai.

Traditionally, the Supreme Court is considered a check

Biasanya, Mahkamah Agung dianggap sebagai pemeriksa

on the other two branches of American government,

bagi dua cabang pemerintahan Amerika yang lain,

offering judgment on policies passed by Congress and the president.

memberikan penilaian pada kebijakan yang dikeluarkan Kongres dan presiden.

In this case however,

Namun dalam kasus ini,

the court stated they had no power to pass judgment on the Scott Act,

pengadilan mengatakan mereka tidak bisa membuat putusan atas UU Scott,

since Congress had declared the immigration policy

karena Kongres telah menyatakan kebijakan imigrasi ini

“a matter of national security.”

sebagai “masalah keamanan nasional”.

This decision set a unique precedent.

Keputusan ini menimbulkan preseden unik.

Unless Ping's case was overturned,

Kecuali kasus Ping dicabut,

congressional and executive branches could claim national security concerns

cabang kongres dan eksekutif bisa mengeklaim masalah keamanan nasional

to pass whatever immigration laws they wanted.

untuk meloloskan hukum imigrasi apa pun yang mereka inginkan.

Throughout the 20th century,

Sepanjang abad ke-20,

xenophobic government officials used this power to freely discriminate

pejabat pemerintah yang xenofobia memakai kuasa ini untuk mendiskriminasi

against immigrant groups.

kelompok imigran sesuka hati.

The 1917 Asiatic Barred Zone Act prohibited the entry of all South Asians.

UU Zona Terlarang Asiatik tahun 1917 melarang masuknya semua WN Asia Selatan.

And a series of immigration acts in the 1920s

Dan serangkaian UU imigrasi di tahun 1920-an

expanded restrictions throughout Asia, Eastern Europe and southern Europe.

memperluas pelarangan ke seluruh Asia, Eropa Timur, dan Eropa Selatan.

Many of these restrictions were lifted after World War II,

Banyak pelarangan ini dicabut setelah Perang Dunia II,

and the Chinese Exclusion Act itself was finally repealed in 1943—

dan UU Eksklusi Tionghoa sendiri akhirnya dicabut di tahun 1943—

over 60 years after it was enacted.

setelah 60 tahun diterapkan.

But the US government continues to use this precedent

Namun, pemerintah AS terus menggunakan preseden ini

to deploy sudden and sweeping immigration policies,

untuk mengeluarkan kebijakan imigrasi mendadak dan menyeluruh,

targeting journalists and dissidents as well as ethnic groups.

menyasar jurnalis dan pembangkang, juga kelompok etnis.

Little is known about what became of Chae Chan Ping following his deportation.

Tidak banyak yang tahu nasib Chae Chan Ping setelah dideportasi.

But the injustices visited upon him and thousands of other Chinese Americans

Namun, ketidakadilan yang dialaminya dan ribuan WN Tionghoa Amerika lainnya

continue to impact immigrant rights and liberties.

terus berdampak pada hak-hak imigran dan kebebasan.