What almost dying taught me about living | Suleika Jaouad

Translator: Intan Octavia Reviewer: Made Pramana

It was the spring of 2011,

Saat itu musim semi tahun 2011,

and as they like to say in commencement speeches,

dan seperti yang sering orang katakan dalam pidato wisudawan,

I was getting ready to enter the real world.

saya sedang bersiap untuk memasuki dunia nyata.

I had recently graduated from college

Saya baru saja lulus dari universitas

and moved to Paris to start my first job.

dan pindah ke Paris untuk memulai pekerjaan pertama saya.

My dream was to become a war correspondent,

Impian saya adalah menjadi seorang jurnalis perang,

but the real world that I found

tetapi dunia nyata yang saya hadapi

took me into a really different kind of conflict zone.

membawa saya ke zona konflik yang sangat berbeda.

At 22 years old,

Di usia 22 tahun,

I was diagnosed with leukemia.

saya didiagnosis leukimia.

The doctors told me and my parents, point-blank,

Para dokter mengatakan pada saya dan orang tua secara terus terang,

that I had about a 35 percent chance of long-term survival.

bahwa saya hanya memiliki peluang 35% untuk bertahan hidup.

I couldn't wrap my head around what that prognosis meant.

Saya tidak bisa memahami apa arti prognosis tersebut.

But I understood that the reality and the life I'd imagined for myself

Tapi saya sadar bahwa realitas dan kehidupan yang saya bayangkan

had shattered.

telah hancur.

Overnight, I lost my job, my apartment, my independence,

Dalam sekejap, saya kehilangan pekerjaan, apartemen, kebebasan,

and I became patient number 5624.

dan saya menjadi pasien nomor 5624.

Over the next four years of chemo, a clinical trial

Selama empat tahun menjalani kemoterapi, percobaan klinis

and a bone marrow transplant,

dan transplantasi sumsum tulang,

the hospital became my home,

rumah sakit menjadi rumah baru saya,

my bed, the place I lived 24/7.

tempat tidur, dan tempat saya tinggal sepanjang waktu.

Since it was unlikely that I'd ever get better,

Akibat kemungkinan untuk sembuh sangat kecil,

I had to accept my new reality.

saya harus menerima kenyataan baru tersebut.

And I adapted.

Dan saya beradaptasi.

I became fluent in medicalese,

Saya menjadi fasih dalam urusan medis,

made friends with a group of other young cancer patients,

berteman dengan para pasien muda pengidap kanker lainnya,

built a vast collection of neon wigs

membuat koleksi wig berwarna neon,

and learned to use my rolling IV pole as a skateboard.

dan belajar menggunakan tiang infus sebagai papan luncur.

I even achieved my dream of becoming a war correspondent,

Saya bahkan mencapai impian saya menjadi koresponden perang,

although not in the way I'd expected.

meskipun tidak seperti yang saya kira.

It started with a blog,

Awalnya bermula dari sebuah blog,

reporting from the front lines of my hospital bed,

melaporkan dari garis terdepan tempat tidur saya,

and it morphed into a column I wrote for the New York Times,

dan selanjutnya berubah menjadi artikel yang saya tulis di the New York Times,

called "Life, Interrupted."

yang berjudul "Hidup, Terganggu."

But -- (Applause)

Tetapi -- (Tepuk tangan)

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)

But above all else,

Tetapi di atas segalanya,

my focus was on surviving.

fokus saya adalah bertahan hidup.

And -- spoiler alert --

Dan -- sedikit bocoran --

(Laughter)

(Tertawa)

I did survive, yeah.

saya berhasil bertahan hidup.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Thanks to an army of supportive humans,

Berkat sebuah bala orang-orang yang suportif,

I'm not just still here, I am cured of my cancer.

saya tidak hanya berdiri di sini, saya juga dinyatakan bebas kanker.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)

So, when you go through a traumatic experience like this,

Ketika Anda melalui pengalaman traumatis seperti ini,

people treat you differently.

orang akan memperlakukan Anda berbeda.

They start telling you how much of an inspiration you are.

Mereka akan mulai mengatakan betapa menginspirasinya Anda.

They say you're a warrior.

Mereka akan bilang Anda adalah pejuang.

They call you a hero,

Mereka akan sebut Anda pahlawan,

someone who's lived the mythical hero's journey,

seseorang yang hidup seperti pahlawan dalam dongeng,

who's endured impossible trials

yang melewati cobaan berat,

and, against the odds, lived to tell the tale,

dan melawan segala kemungkinan terburuk, hidup untuk berbagi kisahnya,

returning better and braver for what you're been through.

kembali dengan lebih baik dan berani setelah mengalami semuanya.

And this definitely lines up with my experience.

Dan ini sejalan dengan pengalaman saya.

Cancer totally transformed my life.

Kanker benar-benar mengubah hidup saya.

I left the hospital knowing exactly who I was

Saya pergi dari rumah sakit dengan memahami betul diri saya

and what I wanted to do in the world.

dan apa yang saya ingin lakukan di dunia.

And now, every day as the sun rises,

Sekarang, setiap hari saat matahari terbit,

I drink a big glass of celery juice,

saya minum segelas besar jus seledri,

and I follow this up with 90 minutes of yoga.

dan kemudian saya yoga selama 90 menit.

Then, I write down 50 things I'm grateful for onto a scroll of paper

Setelah itu, saya tuliskan 50 hal yang saya syukuri di secarik kertas

that I fold into an origami crane and send sailing out my window.

yang saya lipat jadi origami burung dan terbangkan lewat jendela.

(Laughter)

(Tertawa)

Are you seriously believing any of this?

Apa Anda serius memercayai semua itu?

(Laughter)

(Tertawa)

I don't do any of these things.

Saya tidak melakukan semua itu.

(Laughter)

(Tertawa)

I hate yoga, and I have no idea how to fold an origami crane.

Saya benci yoga, dan saya tidak tahu cara melipat origami burung.

The truth is that for me,

Sejujurnya adalah bagi saya,

the hardest part of my cancer experience began once the cancer was gone.

bagian terberat dari pengalaman kanker saya dimulai ketika kanker itu menghilang.

That heroic journey of the survivor we see in movies

Perjalanan heroik dari seorang penyintas yang kita lihat di film

and watch play out on Instagram --

dan tonton di Instagram --

it's a myth.

semua adalah mitos.

It isn't just untrue, it's dangerous,

Itu tidak hanya fana, tapi berbahaya,

because it erases the very real challenges of recovery.

karena itu mengabaikan tantangan pemulihan yang sebenarnya.

Now, don't get me wrong -- I am incredibly grateful to be alive,

Sekarang, jangan salah paham -- saya sangat bersyukur bisa hidup,

and I am painfully aware that this struggle is a privilege

dan saya sungguh menyadari bahwa kesulitan ini begitu istimewa

that many don't get to experience.

yang tidak dialami banyak orang.

But it's important that I tell you

Tetapi penting bagi saya untuk memberi tahu Anda

what this projection of heroism and expectation of constant gratitude

apa efek dari gambaran heroik dan ekspektasi untuk terus bersyukur

does to people who are trying to recover.

terhadap orang-orang yang mencoba untuk pulih.

Because being cured is not where the work of healing ends.

Karena menjadi sembuh bukan akhir dari usaha penyembuhan.

It's where it begins.

Itu adalah awal yang baru.

I'll never forget the day I was discharged from the hospital,

Saya tidak akan pernah lupa hari ketika saya keluar dari rumah sakit,

finally done with treatment.

akhirnya bebas dari pengobatan.

Those four years of chemo had taken a toll on my relationship

Kemoterapi empat tahun itu telah merusak hubungan saya

with my longtime boyfriend,

dengan pacar lama saya,

and he'd recently moved out.

dan dia baru saja pindah.

And when I walked into my apartment, it was quiet.

Ketika saya masuk apartemen, tempat itu sunyi.

Eerily so.

Sungguh menakutkan.

The person I wanted to call in this moment,

Orang yang ingin saya telepon saat itu,

the person who I knew would understand everything,

seseorang yang saya tahu akan mengerti segalanya,

was my friend Melissa.

adalah teman saya Melissa.

She was a fellow cancer patient,

Dia adalah sesama pasien kanker,

but she had died three weeks earlier.

tapi dia sudah meninggal tiga minggu sebelumnya.

As I stood there in the doorway of my apartment,

Ketika saya berdiri di pintu depan apartemen saya,

I wanted to cry.

saya ingin menangis.

But I was too tired to cry.

Tapi saya terlalu lelah untuk menangis.

The adrenaline was gone.

Adrenalin saya hilang.

I had felt as if the inner scaffolding

Rasanya seluruh kehidupan dalam diri

that had held me together since my diagnosis

yang telah membentuk saya sejak saya didiagnosis

had suddenly crumbled.

tiba-tiba menjadi hancur.

I had spent the past 1,500 days working tirelessly to achieve one goal:

Saya menghabiskan 1.500 hari berjuang tanpa lelah untuk mencapai satu tujuan:

to survive.

untuk bertahan hidup.

And now that I'd done so,

Dan ketika sekarang saya berhasil,

I realized I had absolutely no idea how to live.

saya sadar bahwa saya sama sekali tidak tahu bagaimana cara hidup.

On paper, of course, I was better:

Di atas kertas, tentu saja, saya membaik:

I didn't have leukemia,

saya terbebas dari leukimia,

my blood counts were back to normal,

hasil hitung darah saya kembali normal,

and the disability checks soon stopped coming.

dan bantuan dana disabilitas berhenti datang.

To the outside world,

Bagi dunia luar,

I clearly didn't belong in the kingdom of the sick anymore.

saya tidak lagi tergolong ke dalam kerajaan orang sakit.

But in reality, I never felt further from being well.

Tetapi kenyataannya, saya tidak pernah merasa benar-benar sehat.

All that chemo had taken a permanent physical toll on my body.

Semua kemoterapi yang dijalankan telah mengambil kekuatan fisik tubuh saya.

I wondered, "What kind of job can I hold

Saya bertanya-tanya, "pekerjaan macam apa

when I need to nap for four hours in the middle of the day?

yang membolehkan saya tidur siang selama 4 jam di siang hari?

When my misfiring immune system

Ketika sistem kekebalan tubuh saya yang salah

still sends me to the ER on a regular basis?"

masih sering mengharuskan saya ke UGD secara teratur?"

And then there were the invisible, psychological imprints

Kemudian ada jejak psikologis tak kasat mata

my illness had left behind:

yang ditinggalkan oleh penyakit saya:

the fears of relapse,

ketakutan akan kambuh,

the unprocessed grief,

duka yang belum selesai,

the demons of PTSD that descended upon me for days, sometimes weeks.

PTSD yang menghantui saya berhari-hari, bahkan berminggu-minggu.

See, we talk about reentry

Kita sering berbicara tentang "re-entry"

in the context of war and incarceration.

dalam konteks perang dan penahanan.

But we don't talk about it as much

Tetapi kita tidak pernah berbincang

in the context of other kinds of traumatic experiences, like an illness.

dalam konteks pengalaman traumatis lainnya, seperti misalnya penyakit.

Because no one had warned me of the challenges of reentry,

Tidak ada satupun orang yang memperingati saya tentang tantangan pemulihan,

I thought something must be wrong with me.

saya pikir pasti ada sesuatu yang salah dari saya.

I felt ashamed,

Saya merasa malu,

and with great guilt, I kept reminding myself

dan dengan perasaan bersalah, saya terus menerus mengingat

of how lucky I was to be alive at all,

betapa beruntungnya saya masih hidup,

when so many people like my friend Melissa were not.

ketika banyak orang seperti teman saya Melissa tidak alami.

But on most days, I woke up feeling so sad and lost,

Hampir setiap hari, saya terbangun dengan perasaan sedih dan tersesat,

I could barely breathe.

saya hampir tidak bisa bernapas.

Sometimes, I even fantasized about getting sick again.

Terkadang, saya bahkan berfantasi tentang menjadi sakit lagi.

And let me tell you,

Dan saya beri tahu Anda,

there are so many better things to fantasize about

ada begitu banyak hal lebih baik yang bisa dikhayalkan

when you're in your twenties and recently single.

ketika Anda berusia dua puluhan dan baru saja melajang.

(Laughter)

(Tertawa)

But I missed the hospital's ecosystem.

Tapi saya merindukan ekosistem rumah sakit.

Like me, everyone in there was broken.

Seperti saya, semua orang di sana sakit.

But out here, among the living, I felt like an impostor,

Tapi di luar sini, di antara yang hidup, saya merasa seperti penipu,

overwhelmed and unable to function.

kewalahan dan tidak bisa berfungsi.

I also missed the sense of clarity I'd felt at my sickest.

Saya juga merindukan rasa kejelasan yang saya rasakan saat saya sakit parah.

Staring your mortality straight in the eye has a way of simplifying things,

Menatap kematian tepat di depan mata membuat Anda menyederhanakan sesuatu,

of rerouting your focus to what really matters.

mengalihkan kembali fokus Anda pada sesuatu yang benar-benar penting.

And when I was sick, I vowed that if I survived,

Waktu sakit, saya berjanji jika saya bertahan hidup,

it had to be for something.

itu pasti untuk sesuatu.

It had to be to live a good life, an adventurous life,

Itu harus menjadi hidup yang baik, hidup yang penuh petualangan,

a meaningful one.

kehidupan yang bermakna.

But the question, once I was cured,

Tetapi pertanyaannya, setelah saya sembuh,

became: How?

menjadi: bagaimana caranya?

I was 27 years old with no job, no partner, no structure.

Saya berusia 27 tahun, tanpa pekerjaan, tanpa pasangan, tanpa struktur.

And this time, I didn't have treatment protocols or discharge instructions

Kali ini, saya tidak memiliki protokol pengobatan dan instruksi pelepasan

to help guide my way forward.

untuk memandu saya maju.

But what I did have was an in-box full of internet messages

Tetapi yang saya punya adalah kotak berisi ribuan pesan di internet

from strangers.

dari orang asing,

Over the years,

Selama bertahun-tahun,

people from all over the world had read my column,

orang-orang dari seluruh dunia membaca artikel saya,

and they'd responded with letters, comments and emails.

dan mereka menanggapi melalui surat, komentar dan email.

It was a mix, as is often the case, for writers.

Semuanya campuran, seperti halnya yang sering terjadi pada penulis.

I got a lot of unsolicited advice

Saya dapat banyak saran yang tidak diminta

about how to cure my cancer with things like essential oils.

tentang cara menyembuhkan kanker dengan sesuatu seperti minyak esensial.

I got some questions about my bra size.

Saya dapat beberapa pertanyaan tentang ukuran bra saya.

But mostly --

Tapi kebanyakan --

(Laughter)

(Tertawa)

mostly, I heard from people who, in their own different way,

kebanyakan, saya dengar dari mereka yang, dalam cara mereka yang berbeda

understood what it was that I was going through.

memahami apa yang saya alami.

I heard from a teenage girl in Florida

Saya dengar dari remaja perempuan di Florida

who, like me, was coming out of chemo

yang baru saja selesai kemoterapi

and wrote me a message composed largely of emojis.

dan menuliskan pesan yang berisi penuh dengan emoji.

I heard from a retired art history professor in Ohio named Howard,

Saya mendengar dari seorang pensiunan profesor sejarah di Ohio bernama Howard,

who'd spent most of his life

yang menghabiskan hidupnya

struggling with a mysterious, debilitating health condition

kesulitan dengan kondisi kesehatan yang misterius dan melemahkan tubuhnya

that he'd had from the time he was a young man.

yang ia punya sama sejak ia masih muda.

I heard from an inmate on death row in Texas

Saya dengar dari seorang narapidana hukuman mati di Texas

by the name of Little GQ --

yang dikenal dengan nama Little GQ --

short for "Gangster Quinn."

singkatan dari "Gangster Quinn."

He'd never been sick a day in his life.

Dia tidak pernah merasakan sakit dalam hidupnya.

He does 1,000 push-ups to start off each morning.

Ia melakukan push-up sebanyak 1.000 kali setiap pagi hari.

But he related to what I described in one column

Tapi ia merasakan sesuatu yang saya tulis dalam artikel

as my "incanceration,"

yaitu "penahanan" diri saya,

and to the experience of being confined to a tiny fluorescent room.

dan pengalaman terkurung di ruangan berpendar yang kecil.

"I know that our situations are different," he wrote to me,

"Saya tahu situasi kita berbeda," dia tulis untuk saya,

"But the threat of death lurks in both of our shadows."

"Tetapi ancaman kematian terus mengikuti bayangan kita."

In those lonely first weeks and months of my recovery,

Dalam minggu-minggu awal dan bulan pemulihan saya yang sepi,

these strangers and their words became lifelines,

tanggapan dari orang-orang asing ini menjadi nyawa kehidupan,

dispatches from people of so many different backgrounds,

kiriman dari orang-orang dengan latar belakang yang berbeda,

with so many different experiences,

dari pengalaman yang sangat berbeda,

all showing me the same thing:

menunjukkan saya pada sesuatu yang sama:

you can be held hostage

Anda bisa disandera

by the worst thing that's ever happened to you

dengan segala hal buruk yang pernah terjadi pada Anda

and allow it to hijack your remaining days,

dan membiarkan hal itu membajak sisa hidup Anda,

or you can find a way forward.

atau Anda bisa menemukan jalan ke depan.

I knew I needed to make some kind of change.

Saya tahu saya harus melakukan suatu perubahan.

I wanted to be in motion again

Saya ingin bergerak lagi

to figure out how to unstuck myself and to get back out into the world.

untuk menemukan cara melepaskan diri dan kembali ke dunia seutuhnya.

And so I decided to go on a real journey --

Saya pun memutuskan untuk menjalani perjalanan nyata --

not the bullshit cancer one

bukan tentang omong kosong kanker

atau perjalanan seorang pahlawan yang orang pikir harus saya jalankan,

or the mythical hero's journey that everyone thought I should be on,

but a real, pack-your-bags kind of journey.

tapi perjalanan seperti berpergian.

I put everything I owned into storage,

Saya simpan semua yang saya punya di gudang,

rented out my apartment, borrowed a car

menyewakan apartemen saya, meminjam mobil

and talked a very a dear but somewhat smelly friend

dan mengajak teman tersayang tapi juga sedikit bau

into joining me.

untuk ikut dengan saya.

(Laughter)

(Tertawa)

Together, my dog Oscar and I embarked on a 15,000-mile road trip

Saya dan anjing saya Oscar memulai perjalanan 15.000 mil bersama

around the United States.

keliling Amerika Serikat.

Along the way, we visited some of those strangers who'd written to me.

Selama perjalanan, kami mengunjungi orang-orang yang pernah menulis ke saya.

I needed their advice,

Saya butuh saran mereka,

also to say to them, thank you.

juga untuk mengatakan terima kasih.

I went to Ohio and stayed with Howard, the retired professor.

Saya pergi ke Ohio dan tinggal bersama Howard, profesor pensiunan.

When you've suffered a loss or a trauma,

Ketika Anda dilanda kehilangan atau trauma,

the impulse can be to guard your heart.

impuls bisa mendorong Anda untuk melindungi hati Anda.

But Howard urged me to open myself up to uncertainty,

Tetapi Howard mendesak saya untuk membuka diri pada ketidakpastian,

to the possibilities of new love, new loss.

terhadap kemungkinan adanya cinta baru, kehilangan baru.

Howard will never be cured of illness.

Howard tidak akan pernah sembuh dari penyakitnya.

And as a young man, he had no way of predicting how long he'd live.

Sewaktu ia muda, ia tidak bisa mengira berapa lama ia akan hidup.

But that didn't stop him from getting married.

Tapi itu tidak menghentikannya untuk menikah.

Howard has grandkids now,

Howard sekarang punya beberapa cucu,

and takes weekly ballroom dancing lessons with his wife.

dan mengambil kelas dansa bersama istrinya setiap minggu.

When I visited them,

Ketika saya datang,

they’d recently celebrated their 50th anniversary.

mereka baru saja merayakan ulang tahun pernikahannya yang ke-50.

In his letter to me, he'd written,

Dalam suratnya kepada saya, ia menuliskan,

"Meaning is not found in the material realm;

"Makna tidak bisa ditemukan dalam hal material:

it's not in dinner, jazz, cocktails or conversation.

itu tidak ada di makan malam, musik jazz, koktail atau perbincangan.

Meaning is what's left when everything else is stripped away."

Makna adalah apa yang tersisa ketika semuanya diambil dan hilang."

I went to Texas, and I visited Little GQ on death row.

Saya pergi ke Texas dan menemui Little GQ yang dalam hukuman mati.

He asked me what I did to pass all that time

Dia bertanya apa saja yang saya lakukan untuk menghabiskan waktu

I'd spent in a hospital room.

di rumah sakit.

When I told him that I got really, really good at Scrabble,

Ketika saya bilang saya jadi jago dalam Scrabble,

he said, "Me, too!" and explained how,

ia bilang, "Saya juga!" dan kemudian menjelaskan,

even though he spends most of his days in solitary confinement,

meskipun ia menghabiskan banyak waktu di ruang isolasi,

he and his neighboring prisoners make board games out of paper

ia dan tahanan lainnya membuat papan permainan dari kertas

and call out their plays through their meal slots --

dan bermain ketika waktu makan tiba --

a testament to the incredible tenacity of the human spirit

sebuah bukti nyata yang luar biasa dari semangat seseorang

and our ability to adapt with creativity.

dan kemampuan kita beradaptasi dengan kreativitas.

And my last stop was in Florida,

Pemberhentian terakhir saya di Florida,

to see that teenage girl who'd sent me all those emojis.

untuk menemui remaja perempuan yang mengirimkan saya surat penuh dengan emoji.

Her name is Unique, which is perfect,

Namanya Unique, benar-benar cocok,

because she's the most luminous, curious person I've ever met.

karena dia orang yang paling bercahaya, dan penasaran yang pernah saya temui.

I asked her what she wants to do next and she said,

Saya bertanya apa yang ia ingin lakukan nanti dan ia berkata,

"I want to go to college and travel

"Saya ingin kuliah dan bepergian

and eat weird foods like octopus that I've never tasted before

dan mencicipi makanan aneh seperti gurita yang belum pernah saya coba

and come visit you in New York

dan mengunjungi Anda di New York

and go camping, but I'm scared of bugs,

dan pergi berkemah, tapi saya takut hama,

but I still want to go camping."

tapi saya tetap ingin berkemah."

I was in awe of her,

Saya begitu kagum padanya,

that she could be so optimistic and so full of plans for the future,

bahwa dia bisa begitu optimis dan penuh rencana untuk masa depan,

given everything she'd been through.

mengingat semua yang pernah dialaminya.

But as Unique showed me,

Tapi seperti yang Unique tunjukkan,

it is far more radical and dangerous to have hope

itu jauh lebih radikal dan berbahaya untuk punya harapan

than to live hemmed in by fear.

daripada hidup dikekang oleh ketakutan.

But the most important thing I learned on that road trip

Tapi pelajaran penting yang saya dapat dari perjalanan itu

is that the divide between the sick and the well --

adalah batasan antara yang sakit dan sehat --

it doesn't exist.

tidak ada.

The border is porous.

Perbatasan itu berpori.

As we live longer and longer,

Semakin kita hidup lebih lama dan panjang,

surviving illnesses and injuries that would have killed our grandparents,

bertahan dari penyakit dan luka yang akan membunuh kakek-nenek kita,

even our parents,

bahkan orang tua kita,

the vast majority of us will travel back and forth between these realms,

sebagian besar dari kita pun akan bolak-balik di antara ranah ini,

spending much of our lives somewhere between the two.

menghabiskan waktu kita di antara keduanya.

These are the terms of our existence.

Ini adalah bagian dari keberadaan kita.

Now, I wish I could say that since coming home from my road trip,

Sekarang, saya harap saya bisa mengatakan sejak kembali dari perjalanan,

I feel fully healed.

saya benar-benar pulih.

I don't.

Saya tidak pulih.

But once I stopped expecting myself

Tapi ketika saya berhenti untuk mengharapkan diri saya

to return to the person I'd been pre-diagnosis,

untuk kembali menjadi diri saya sebelum didiagnosis kanker,

once I learned to accept my body and its limitations,

ketika saya belajar untuk menerima tubuh saya dan keterbatasannya,

I actually did start to feel better.

Saya mulai merasa lebih baik.

And in the end, I think that's the trick:

Pada akhirnya, saya pikir ini triknya:

to stop seeing our health as binary,

berhenti melihat kesehatan kita sebagai sesuatu yang biner,

between sick and healthy,

antara sakit dan sehat,

well and unwell,

baik dan tidak baik,

whole and broken;

utuh dan rusak:

to stop thinking that there's some beautiful, perfect state of wellness

untuk berhenti memikirkan bahwa ada sesuatu yang indah dan sempurna

to strive for;

yang harus Anda kejar;

and to quit living in a state of constant dissatisfaction

dan untuk berhenti hidup dalam ketidakpuasan konstan

until we reach it.

sampai kita meraihnya.

Every single one of us will have our life interrupted,

Masing-masing dari kita akan merasakan gangguan hidup,

whether it's by the rip cord of a diagnosis

entah dengan diagnosis penyakit,

or some other kind of heartbreak or trauma that brings us to the floor.

patah hati atau trauma yang menjatuhkan kita.

We need to find ways to live in the in-between place,

Kita perlu mencari cara untuk hidup di antara dua keadaan,

managing whatever body and mind we currently have.

mengelola apapun yang ada dalam tubuh dan pikiran kita.

Sometimes, all it takes is the ingenuity of a handmade game of Scrabble

Terkadang, yang dibutuhkan hanya kecerdikan dari Scrabble buatan tangan

or finding that stripped-down kind of meaning in the love of family

atau menemukan makna tanpa batas dalam cinta keluarga

and a night on the ballroom dance floor,

dan satu malam di lantai dansa,

or that radical, dangerous hope

atau harapan yang radikal dan berbahaya

that I'm guessing will someday lead a teenage girl terrified of bugs

yang saya tebak akan mendorong remaja perempuan yang takut serangga

to go camping.

untuk berkemah.

If you're able to do that,

Jika Anda bisa melakukannya,

then you've taken the real hero's journey.

maka Anda telah mengambil jalan seorang pahlawan sesungguhnya.

You've achieved what it means to actually be well,

Anda berhasil mencapai apa yang dimaksud dengan benar-benar sehat,

which is to say: alive, in the messiest, richest, most whole sense.

yaitu: hidup, di dunia yang berantakan, kaya, dengan seutuhnya.

Thank you, that's all I've got.

Terima kasih, hanya itu dari saya.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)