Lindsay Morcom: A history of Indigenous languages -- and how to revitalize them | TED

Translator: Caroline Suratno Reviewer: Elda Indria Sari

Dene Elder Paul Disain said,

Tetua Dene, Paul Disain berkata,

"Our language and culture

"Budaya dan bahasa kita

is the window through which we see the world."

adalah jendela tempat kita melihat dunia."

And on Turtle Island,

Di Pulau Penyu,

what is now known as North America,

atau dikenal sebagai Amerika Utara,

there're so many unique and wonderful ways to see the world.

ada berbagai cara yang unik dan hebat untuk melihat dunia.

As a person of Indigenous heritage,

Sebagai orang pribumi,

I'm interested in learning Anishinaabemowin,

saya tertarik mempelajari Anishinaabemowin,

which is my heritage language,

bahasa adat saya,

because it lets me see the world through that window.

karena saya dapat melihat dunia melalui jendela itu.

It lets me connect with my family,

Saya bisa terhubung dengan keluarga, leluhur, komunitas, dan budaya saya.

my ancestors, my community, my culture.

And lets me think about how I can pass that on

Juga membuat saya berpikir, bagaimana cara meneruskannya

to future generations.

kepada generasi berikutnya.

As a linguist,

Sebagai ahli bahasa,

I'm interested in how language functions generally.

saya tertarik dengan fungsi bahasa itu secara umum,

I can look at phonetics and phonology --

saya bisa melihat fonetik dan fonologi --

speech sounds.

suara ucapan.

I can look at morphology, or the structure of words.

Saya bisa melihat morfologi, atau struktur kata-kata.

I can look at syntax,

Saya bisa melihat sintaksis, yaitu struktur kalimat dan frasa,

which is the structure of sentences and phrases,

to learn about how humans store language in our brains

untuk mempelajari bagaimana manusia menyimpan bahasa di otaknya

and how we use it to communicate with one another.

dan memakainya untuk berkomunikasi satu sama lain.

For example,

Sebagai contoh,

Anishinaabemowin, like most Indigenous languages,

Anishinaabemowin, seperti bahasa pribumi umumnya,

is what's called polysynthetic,

disebut dengan polisintetik,

which means that there are very, very long words,

artinya "kata-kata yang sangat panjang",

composed of little tiny pieces called morphemes.

dibentuk dari bagian-bagian kecil, yang disebut morfem.

So I can say, in Anishinaabemowin, "niwiisin," "I eat,"

Jadi dalam Anishinaabemowin, "niwiisin," "Saya makan,"

which is one word.

itu satu kata,

I can say "nimino-wiisin," "I eat well,"

saya juga dapat berkata "nimino-wiisin," "Saya makan dengan enak,"

which is still one word.

yang juga satu kata.

I can say "nimino-naawakwe-wiisin," "I eat a good lunch,"

Bisa juga "nimino-naawakwe-wiisin," "Saya makan siang dengan enak,"

which is how many words in English?

Ada berapa kata dalam Bahasa Inggris?

Five words in English, a single word in Anishinaabemowin.

Lima kata dalam Bahasa Inggris, satu kata dalam Anishinaabemowin.

Now, I've got a bit of a quiz for you.

Sekarang, saya punya kuis untuk Anda.

In a one-word answer, what color is that slide?

Dalam satu kata, apa warna salindia itu?

Audience: Green.

Penonton: Hijau.

Lindsay Morcom: What color is that slide?

Lindsay Morcom: Apa warna salindia itu?

Audience: Green.

Penonton: Hijau.

LM: What color is that slide?

LM: Apa warna salindia itu?

Audience: Blue.

Penonton: Biru.

LM: And what color is that slide?

LM: Lalu apa warna salindia itu?

(Audience murmurs)

(Penonton bergumam)

Not trick questions, I promise.

Saya janji ini bukan pertanyaan jebakan.

For you as English speakers,

Bagi penutur bahasa Inggris,

you saw two green slides and two blue slides.

Ada dua salindia hijau dan dua salindia biru.

But the way that we categorize colors varies across languages,

Namun cara mengategorikan warna berbeda-beda dalam bahasa.

so if you had been Russian speakers,

Jika Anda penutur bahasa Rusia,

you would have seen two slides that were different shades of green,

Anda akan melihat dua salindia warna hijau yang berbeda,

one that was "goluboy," which is light blue,

yang satu "goluboy," yaitu biru muda,

one that is "siniy," dark blue.

yang lain adalah "siniy," biru gelap.

And those are seen as different colors.

Mereka dilihat sebagai warna yang berbeda.

If you were speakers of Anishinaabemowin,

Dalam bahasa Anishinaabemowin,

kalian akan melihat salindia berwarna "Ozhaawashkwaa"

you would have seen slides that were Ozhaawashkwaa

or Ozhaawashkozi, which means either green or blue.

atau "Ozhaawaskozi", yang berarti hijau atau biru.

It's not that speakers don't see the colors,

Bukan berarti mereka tidak melihat warna,

it's that the way they categorize them and the way that they understand shades

tetapi cara mereka mengategorikan dan memahami warna berbeda.

is different.

At the same time,

Pada saat yang sama,

there are universals in the ways that humans categorize color,

ada cara universal untuk mengategorikan warna,

and that tells us about how human brains

dan itu menunjukkan cara otak manusia

understand and express what they're seeing.

memahami dan mengekspresikan apa yang mereka lihat.

Anishinaabemowin does another wonderful thing,

Fitur hebat Anishinaabemowin lainnya

which is animate, inanimate marking on all words.

adalah menghidupkan atau mematikan tanda di semua kata.

So it's not unlike how French and Spanish

Jadi bukan seperti bahasa Perancis atau Spanyol

mark all words as either masculine or feminine.

yang menandai kata-kata sebagai maskulin atau feminin,

Anishinaabemowin and other Algonquian languages

Anishinaabemowin dan bahasa Algonuian lainnya

mark all words as either animate or inanimate.

menandai kata-kata sebagai hidup atau mati.

The things that you would think to be animate are animate,

Hal-hal yang Anda anggap benda hidup atau mati,

things that have a pulse: people, animals, growing plants.

hal-hal yang memiliki nadi: manusia, binatang, tanaman.

But there are other things that are animate

Namun ada juga benda lain yang dianggap hidup

that you might not guess, like rocks.

tetapi tidak terpikirkan, seperti batu.

Rocks are marked as animate,

Batu dianggap "hidup",

and that tells us really interesting things about grammar,

dan itu menunjukkan hal yang menarik tentang tata bahasa,

and it also tells us really interesting things

dan juga menunjukkan hal menarik

about how Anishinaabemowin speakers

tentang cara penutur Anishinaabemowin

relate to and understand the world around them.

terhubung dan memahami dunia di sekitar mereka.

Now, the sad part of that

Hal yang menyedihkan adalah

is that Indigenous languages are in danger.

bahasa adat saat ini sedang dalam bahaya.

Indigenous languages that posses so much knowledge of culture,

Bahasa adat yang mengandung berbagai pengetahuan dan budaya,

of history,

sejarah,

of ways to relate to one another,

cara berhubungan satu sama lain,

of ways to relate to our environment.

cara berhubungan dengan lingkungan kita.

Having been on this land since time immemorial,

Berada di tempat ini sejak dulu,

these languages have developed here

bahasa itu berkembang di sini

and they contain priceless environmental knowledge

dan menyimpan pengetahuan lingkungan yang sangat berharga

that helps us relate well to the land on which we live.

dan membantu kita memahami tempat di mana kita tinggal.

But they are, in fact, in danger.

Namun kenyataannya, mereka berada dalam bahaya.

The vast majority of Indigenous languages in North America

Mayoritas bahasa pribumi di Amerika Utara

are considered endangered,

saat ini sudah punah,

and those that are not endangered are vulnerable.

dan yang masih belum punah juga mulai terancam.

That is by design.

Hal itu disengaja.

In our laws, in our policies,

Dalam hukum dan kebijakan kita,

in our houses of governance,

dalam pemerintahan kita,

there have been stated attempts

telah ada upaya

to eliminate Indigenous languages and cultures in this country.

untuk menghilangkan bahasa pribumi dan budaya di negara ini.

Duncan Campbell Scott

Duncan Campbell Scott

was one of the architects of the residential school system.

adalah salah seorang arsitek sistem pendidikan sekolah.

On tabling a bill that required mandatory residential school attendance

Dalam pengajuan UU yang mewajibkan kehadiran sekolah pemukiman

for Indigenous children in 1920, he said,

untuk siswa pribumi di tahun 1920, ia berkata,

"I want to get rid of the Indian problem.

"Saya ingin menyingkirkan orang Indian.

Our objective is to continue

Tujuan kita adalah terus berusaha

until there is not a single Indian in Canada

sampai tidak ada lagi orang Indian di Kanada

that has not been absorbed into the body politic

yang belum terserap dalam kelompok politik

and there is no Indian question, and no Indian Department;

dan tak ada lagi masalah Indian, dan departemen Indian;

that is the whole object of this Bill."

itu adalah tujuan UU ini."

The atrocities that occurred in residential schools were documented.

Kekejaman yang muncul di sekolah berasrama telah didokumentasikan.

In 1907,

Pada tahun 1907,

P.H. Bryce, who was a doctor and an expert in tuberculosis,

P.H. Bryce, seorang dokter dan ahli tuberkulosis,

published a report that found that in some schools,

menerbitkan sebuah laporan temuan di beberapa sekolah,

25 percent of children had died from tuberculosis epidemics

25 persen anak yang meninggal karena epidemi tuberkulosis

created by the conditions in the schools.

disebabkan karena kondisi sekolah.

In other schools, up to 75 percent of children had died.

Di sekolah lain, 75 persen siswanya meninggal dunia.

He was defunded by federal government

Pemerintah federal mencabut pendanaannya

for his findings,

akibat temuan ini,

forced into retirement in 1921,

memaksanya pensiun di tahun 1921,

and in 1922, published his findings widely.

lalu dia menerbitkan temuannya secara luas di tahun 1922.

And through that time,

Selama masa itu,

Indigenous children were taken from their homes,

anak-anak pribumi diambil dari rumah mereka

taken from their communities

dibawa dari komunitas mereka

and forced into church-run residential schools

dan dipaksa masuk sekolah yang dikelola gereja

where they suffered, in many cases,

di mana mereka mengalami, dalam banyak kasus,

serious emotional, physical and sexual abuse,

kekerasan emosional, fisik, dan seksual yang serius,

and in all cases, cultural abuse,

dan kekerasan kultural, di semua kasus,

as these schools were designed

karena sekolah ini dibuat untuk menghilangkan bahasa dan budaya pribumi.

to eliminate Indigenous language and culture.

The last residential school closed in 1996.

Sekolah berasrama terakhir ditutup pada tahun 1996.

Until that time, 150,000 children or more attended residential schools

Hingga saat itu, lebih dari 150.000 anak belajar di sekolah berasrama

at 139 institutions across the country.

pada 139 institusi di seluruh negara.

In 2007,

Pada tahun 2007,

the Indian Residential School Settlement Agreement came into effect.

Perjanjian Damai Sekolah Berasrama Indian mulai berlaku.

It's the largest class action lawsuit in Canadian history.

ini adalah gugatan kelompok terbesar sepanjang sejarah Kanada.

It set aside 60 million dollars

Mereka menyisihkan 60 juta dolar

for the establishment of the Truth and Reconciliation Commission of Canada.

untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada (TRC).

The TRC gifted us with the ability to hear survivor stories,

TRC memungkinkan kami mendengar cerita para penyintas,

to hear impacts on communities and families

untuk mengetahui dampak pada komunitas dan keluarga

and to gain access to research

dan memperoleh akses penelitian

that explored the full effect of residential schools

untuk menelusuri efek penuh sekolah berasrama

on Indigenous communities and on Canada as a whole.

bagi komunitas pribumi dan Kanada secara utuh.

The TRC found that residential schools

TRC menemukan bahwa sekolah berasrama

constituted what's called cultural genocide.

melakukan apa yang disebut genosida kultural.

They state that, "Physical genocide is the mass killing of the members

Mereka menyatakan bahwa, "Genosida fisik adalah pembunuhan massal

of a targeted group,

satu kelompok sasaran,

biological genocide is the destruction of that group's reproductive capacity.

genosida biologis adalah penghancuran kemampuan reproduksi kelompok tersebut.

And cultural genocide is the destruction of those structures and practices

Genosida kultural adalah penghancuran semua struktur dan kebiasaan

that allow the group to continue as a group."

yang menjadikan mereka dapat terus hidup sebagai kelompok."

The stated goals of Duncan Campbell Scott.

Itulah tujuan Duncan Campbell Scott.

So they find that it's cultural genocide,

Jadi itu dinyatakan sebagai genosida kultural,

although as children's author

meskipun pengarang buku anak-anak

and a great speaker David Bouchard points out,

dan pembicara hebat, David Bouchard mengatakan,

when you build a building,

jika Anda membangun sebuah gedung,

and you build a cemetery next to that building,

dan membangun pemakaman di samping gedung tersebut,

because you know the people going into that building are going to die,

karena Anda tahu orang-orang yang datang ke gedung itu akan mati,

what do you call that?

disebut apa itu?

The TRC also gifted us with 94 calls to action,

TRC juga memberi 94 seruan untuk bertindak,

beacons that can lead the way forward as we work to reconciliation.

suar yang akan memimpin kita menuju upaya rekonsiliasi.

Several of those pertain directly to language and culture.

Beberapa di antaranya berkaitan erat dengan bahasa dan budaya.

The TRC calls us to ensure adequate, funded education,

TRC menyerukan pendidikan yang memadai dan terjamin,

including language and culture.

termasuk bahasa dan budaya.

To acknowledge Indigenous rights, including language rights.

Untuk mengakui hak-hak pribumi, termasuk hak berbahasa.

To create an Aboriginal Languages Act

Untuk membuat Akta Bahasa Pribumi

aimed at acknowledging and preserving Indigenous languages,

yang mengakui dan melestarikan bahasa-bahasa pribumi,

with attached funding.

dengan penyediaan dana.

To create a position for an Aboriginal Languages Commissioner

Untuk membentuk Komisi Bahasa Pribumi

and to develop postsecondary language programs

dan mengembangkan program bahasa kejuruan

as well as to reclaim place names that have been changed

serta mengembalikan nama tempat yang telah diubah

through the course of colonization.

selama masa penjajahan.

At the same time as the Indian Residential School Settlement Agreement

Bersamaan dengan mulai berlakunya Perjanjian Damai Sekolah Berasrama Indian,

came into effect,

the United Nations adopted

PBB menyetujui

the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous People

Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Pribumi

in 2007.

pada tahun 2007,

It states that Indigenous people have the right to establish and control

Dinyatakan bahwa orang pribumi berhak mengembangkan dan mengontrol

their own education systems and institutions

sistem dan institusi pendidikan mereka sendiri

providing education in their own languages,

untuk memberikan pendidikan dalam bahasa sendiri,

in a manner appropriate to their cultural methods

melalui cara yang sesuai dengan metode budaya mereka

of teaching and learning.

untuk mengajar dan belajar.

In 2007,

Ketika hal itu mulai berlaku di tahun 2007,

when that was brought into effect,

four countries voted against it.

empat negara menentangnya.

They were the United States, New Zealand, Australia

Mereka adalah Amerika Serikat, New Zealand, Australia,

and Canada.

dan Kanada.

Canada adopted the United Nations

Kanada menyetujui

Declaration on the Rights of Indigenous People in 2010.

Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Pribumi di tahun 2010.

And in 2015, the government promised to bring it into effect.

Di 2015, pemerintah berjanji untuk menerapkannya.

So how are we collectively going to respond?

Bagaimana tanggapan kita secara kolektif?

Here's the situation that we're in.

Inilah situasi kita sekarang,

Of the 60 currently spoken Indigenous languages in Canada,

Dari 60 bahasa pribumi yang dipakai di Kanada,

all but six are considered endangered by the United Nations.

hanya tersisa enam yang belum punah menurut PBB.

So, the six that aren't are Cree, Anishinaabemowin,

Jadi, selain Cree, Anishinaabemowin,

Stoney, Mi'kmaq,

Stoney, Mi'kma,

Dene and Inuktitut.

Dene dan Inuktitut.

And that sounds really dire.

Itu terdengar sangat mengerikan.

But if you go on to the Atlas of the World's Languages in Danger

Namun jika kamu melihat Atlas Bahasa Dunia dalam Bahaya

through the UNESCO website,

melalui website UNESCO,

you'll see a little "r" right next to that language right there.

kamu akan melihat huruf "r" kecil di samping bahasa itu.

That language is Mi'kmaq.

Bahasa itu adalah Mi'kmaq.

Mi'kmaq has undergone significant revitalization

Mi'kmaq telah mengalami revitalisasi yang signifikan

because of the adoption of a self-government agreement

akibat penerapan perjanjian pemerintah sendiri

that led to culture and language-based education,

yang berujung pada pendidikan berbasis budaya dan bahasa,

and now there are Mi'kmaq children

dan kini ada anak-anak Mi'kmaq

who have Mi'kmaq as their first language.

yang memakai Mi'kmaq sebagai bahasa ibu.

There's so much that we can do.

Ada banyak yang bisa kita lakukan.

These children are students

Anak-anak ini adalah siswa

in the Mnidoo Mnising Anishinabek Kinoomaage,

di Mnidoo Mnising Anishinabek Kinoomaage,

an immersion school on Manitoulin island,

sekolah imersi di Pulau Manitoulin,

where they learn in Anishinaabemowin.

di mana mereka belajar dalam Anishinaabemowin.

They arrived at school in junior kindergarten

Mereka mulai sekolah sejak taman kanak-kanak

speaking very little, if any, Anishinaabemowin.

berbicara sangat sedikit Anishinaabemowin.

And now, in grade three and grade four,

Saat ini, di kelas tiga dan empat,

they're testing at intermediate and fluent levels.

mereka diuji pada level menengah dan lanjut.

At the same time,

Di saat yang sama,

they have beautifully high self-esteem.

mereka memiliki kepercayaan diri yang baik.

They are proud to be Anishinaabe people,

Mereka bangga menjadi orang Anishinaabe,

and they have strong learning skills.

dan mereka memiliki kemampuan belajar yang kuat.

Not all education has to be formal education either.

Tidak semua pendidikan harus menjadi pendidikan formal.

In our local community,

DI komunitas lokal kami,

we have the Kingston Indigenous Language Nest.

ada Kumpulan Bahasa Pribumi Kingston (KILN).

KILN is an organization now,

KILN saat ini adalah sebuah organisasi,

but it started six years ago with passionate community members

tetapi ia dimulai 6 tahun lalu oleh anggota masyarakat

gathered around an elder's kitchen table.

yang berkumpul mengelilingi meja dapur para tetua.

Since then, we have created weekend learning experiences

Sejak itu, kami telah membuat kelas belajar di akhir minggu

aimed at multigenerational learning,

untuk mengajar multigenerasi,

where we focus on passing language and culture on to children.

yang berfokus meneruskan bahasa dan budaya ke anak-anak.

We use traditional games, songs, foods and activities to do that.

Kami menggunakan permainan tradisional, lagu, makanan, dan aktivitas.

We have classes

Kami memiliki kelas-kelas

at both the beginner and intermediate levels

untuk level pemula dan menengah di sana.

offered right here.

We've partnered with school boards and libraries

Kami bekerja sama dengan dewan sekolah dan perpustakaan

to have resources and language in place in formal education.

untuk memperoleh sumber daya dan bahasa pengganti pendidikan formal.

The possibilities are just endless,

Peluangnya sungguh tak terbatas,

and I'm so grateful for the work that has been done

dan saya bersyukur atas upaya yang telah dilakukan

to allow me to pass language and culture on to my son

sehingga saya dapat meneruskan bahasa dan budaya ke putra saya

and to other children within our community.

dan anak-anak lain di komunitas kami.

We've developed a strong, beautiful, vibrant community as well,

Kami mengembangkan komunitas yang kuat, indah, juga bersemangat,

as a result of this shared effort.

sebagai hasil upaya bersama ini.

So what do we need moving forward?

Jadi apa yang dibutuhkan di masa depan?

First of all, we need policy.

Pertama, kita membutuhkan kebijakan.

We need enacted policy with attached funding

Kita membutuhkan kebijakan yang berlaku dengan dana tersedia

that will ensure that Indigenous language

yang memastikan bahasa pribumi

is incorporated meaningfully into education,

disertakan secara bermakna di dalam pendidikan,

both on and off reserve.

baik dicagarkan atau tidak.

On reserve, education is funded at significantly lower levels

Sebagai cagar, pendidikan didanai secara signifikan dari awal

than it is off reserve.

daripada yang tidak dicagarkan.

And off reserve,

Jika tidak dicagarkan,

Indigenous language education is often neglected,

pendidikan bahasa pribumi sering kali diabaikan,

because people assume

karena masyarakat menganggap

that Indigenous people are not present in provincial schools,

orang pribumi tidak belajar di sekolah provinsi,

when actually, around 70 percent of Indigenous people in Canada today

nyatanya, sekitar 70 persen orang pribumi di Kanada saat ini

live off reserve.

hidup di luar cagar.

Those children have equal right to access their language and culture.

Anak-anak itu juga berhak mengakses bahasa dan budaya mereka.

Beyond policy, we need support.

Selain kebijakan, kami juga perlu dukungan.

And that doesn't just mean financial support.

Bukan hanya dukungan finansial.

We need space where we can carry out activities,

Kami butuh tempat untuk beraktivitas,

classes and interaction with nonindigenous populations as well.

juga kelas dan interaksi dengan masyarakat non-pribumi.

We need support

Kami butuh dukungan

that looks like people wanting to learn the language.

orang-orang yang tertarik belajar bahasa.

We need support where people talk about why these languages are important.

Kami butuh masyarakat membahas kenapa bahasa ini penting.

And to achieve that, we need education.

Untuk mencapainya, kami butuh pendidikan.

We need access to immersion education primarily,

Kami membutuhkan akses ke pendidikan imersi terutama,

as that is most certainly the most effective way

karena itu adalah cara yang paling efektif

to ensure the transmission of Indigenous languages.

untuk memastikan penyebaran bahasa pribumi.

But we also need education in provincial schools,

Namun kami juga perlu pendidikan di sekolah provinsi,

we need education for the nonindigenous populations

kami perlu pendidikan untuk masyarakat non-pribumi

so that we can come to a better mutual understanding

sehingga kita memperoleh pemahaman yang lebih baik

and move forward in a better way together.

dan maju bersama dengan lebih baik.

I have this quote hanging in a framed picture on my office wall.

Saya memiliki kutipan di dinding kantor saya.

It was a gift from a settler ally student that I taught a few years ago,

Hadiah dari siswa pemukim yang saya ajar beberapa tahun lalu,

and it reminds me every day

dan mengingatkan saya setiap hari

that we can achieve great things if we work together.

bahwa kita dapat mencapai hal-hal besar jika kita bekerja sama.

But if we're going to talk about reconciliation,

Namun jika kita membahas tentang rekonsiliasi,

we need to acknowledge

kita harus mengakui

that a reconciliation that does not result

bahwa rekonsiliasi yang tidak mengakibatkan

in the survivance and continuation of Indigenous languages and cultures

bertahan dan berlangsungnya budaya dan bahasa pribumi

is no reconciliation at all.

bukanlah rekonsiliasi.

It is assimilation,

Itu adalah asimilasi

and it shouldn't be acceptable to any of us.

dan hal itu tak bisa diterima.

But what we can do is look to the calls to action,

Yang dapat kita lakukan adalah melihat seruan untuk bertindak,

we can look to the United Nations Declaration

melihat Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Pribumi

on the Rights of Indigenous People

dan kita dapat meraih pemahaman bersama

and we can come to a mutual understanding

that what we have,

bahwa apa yang kita punya,

in terms of linguistic and cultural heritage

dalam hal linguistik dan warisan budaya

for Indigenous people in this country,

bagi warga pribumi di negara ini

is worth saving.

layak dipertahankan.

Based on that, we can step forward,

Berdasarkan itu, kita dapat maju,

together,

bersama-sama,

to ensure that Indigenous languages are passed on

untuk memastikan bahwa bahasa pribumi diteruskan

beyond 2050, beyond the next generation,

melebihi tahun 2050, melebihi generasi berikutnya,

into the next seven generations.

hingga tujuh generasi ke depan.

Miigwech. Niawen’kó:wa. Thank you.

Miigwech. Niawen'ko:wa. Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)