A Palestinian and an Israeli, Face to Face | Aziz Abu Sarah and Maoz Inon | TED

Translator: Reno Kanti Riananda

Maoz Inon: You know, Aziz,

Maoz Inon: Anda tahu, Aziz,

only four days ago,

hanya empat hari yang lalu,

last Thursday, we buried the remains of my parents.

Kamis lalu, kami mengubur sisa jasad orang tua saya.

My mom was burned so badly, she could not be identified.

Ibu saya terbakar begitu parah, beliau tidak bisa diidentifikasi.

I lost them on October 7.

Saya kehilangan mereka pada 7 Oktober.

I lost so many of my childhood friends,

Saya kehilangan begitu banyak teman masa kecil saya,

their parents, their children.

orang tua mereka,

anak-anak mereka.

Many were kidnapped to Gaza.

Banyak yang diculik ke Gaza.

I was drowning in an ocean of sorrow and pain.

Saya tenggelam dalam lautan kesedihan dan rasa sakit.

I was broken into pieces.

Saya hancur berkeping-keping.

A few nights after losing them, I had a dream.

Beberapa malam setelah kehilangan mereka, saya bermimpi.

I was sleeping at night, crying.

Saya tidur di malam hari, menangis.

My entire body was in pain.

Seluruh tubuh saya kesakitan.

And through my tears,

Melalui air mata itu,

I could see everyone crying.

saya bisa melihat semua orang menangis.

The entire humanity was crying with me.

Seluruh umat manusia menangis bersama saya.

Our tears went down on our faces

Air mata mengalir di wajah kita

to our bodies.

ke sekujur tubuh.

Our bodies were wounded, damaged from the war.

Tubuh kita terluka, rusak akibat perang.

And then our tears washed our bodies and healed it,

Kemudian air mata kita membasuh tubuh kita dan menyembuhkannya,

making it whole.

membuatnya utuh.

Whole again.

Kembali utuh.

And then our tears went down to the ground.

Kemudian air mata kita turun ke tanah.

And the ground was red from blood.

Tanahnya merah karena darah.

Our tears washed the blood from the ground,

Air mata kita membasuh darah dari tanah,

purifying the ground.

memurnikan tanah.

And then the ground was beautiful and shining.

Kemudian tanahnya indah dan bersinar.

And on that ground, I could see the path.

Di tanah itulah, saya melihatnya.

The path to peace.

Jalan menuju perdamaian.

I woke up shaking.

Saya terbangun dengan gemetar.

And immediately I knew that this is the path I must choose.

Seketika saya sadar bahwa ini adalah jalan yang harus saya pilih.

The path of not taking revenge.

Jalan untuk tidak membalas dendam.

The path of reconciliation.

Jalan rekonsiliasi.

And you've been walking this path for decades.

Anda pun telah berjalan di jalan ini selama beberapa dekade.

We met only once before October 7,

Kita hanya bertemu sekali sebelum 7 Oktober,

even that was for two minutes, maybe.

mungkin hanya dua menit.

But you were among the first ones to reach out,

Tapi Anda termasuk yang pertama menjangkau,

send your condolence, support.

mengirim belasungkawa Anda, dukungan.

And I will always love you

Saya akan selalu menyayangi Anda

for being there for me in my hardest time.

karena ada di sana untuk saya di masa-masa tersulit.

Aziz Abu Sarah: Now Maoz when I sent you that message to offer my condolences

Aziz Abu Sarah: Ketika saya mengirimi Anda pesan untuk menyampaikan belasungkawa

after your parents were killed,

setelah orang tua Anda terbunuh,

I was surprised by your answer.

saya terkejut dengan jawaban Anda.

Not just to me, but your public answer.

Bukan hanya untuk saya, tetapi jawaban Anda pada publik.

Because you said you're not only crying for your parents,

Karena Anda mengatakan tidak hanya menangis untuk orang tua Anda,

you're also crying for the people in Gaza who are losing their lives,

Anda juga menangis untuk orang-orang di Gaza yang kehilangan nyawa mereka,

and that you do not want what happened to you

dan bahwa Anda tidak ingin apa yang terjadi pada Anda

to be justifying anyone taking revenge.

membenarkan siapa pun untuk membalas dendam.

You do not want to justify war.

Anda tidak ingin membenarkan perang, dan sangat sulit untuk melakukan itu.

And it's so hard to do that.

So much easier to want revenge, to be angry.

Jauh lebih mudah untuk membalas dendam, untuk marah.

But you are a brave man.

Tapi Anda pria pemberani.

I needed much more time

Saya membutuhkan lebih banyak waktu

when my brother Tayseer, who was 19 years old,

ketika saudara saya Tayseer, yang berusia 19 tahun,

was killed by Israeli soldiers.

dibunuh oleh tentara Israel.

I was angry, I was bitter, and I wanted vengeance.

Saya marah, menderita, dan ingin membalas dendam.

I was 10 years old and I thought, there is no other choice.

Saya berumur 10 tahun dan saya pikir, tidak ada pilihan lain.

And only eight years later,

Delapan tahun kemudian,

when I went to study Hebrew with Jewish immigrants to Israel,

ketika saya pergi belajar bahasa Ibrani dengan imigran Yahudi ke Israel,

that's only when I realized that we can be allies.

hanya saat itulah saya menyadari bahwa kita bisa bersekutu.

We can be partners.

Kita bisa menjadi mitra.

And I realized that I do have a choice, regardless of what other people do,

Saya menyadari bahwa saya punya pilihan, terlepas dari apa yang orang lain lakukan,

the choice is always mine.

pilihan selalu menjadi milik saya.

And I do not want to take revenge.

Dan saya tidak ingin membalas dendam.

That when I choose to be angry and hateful

Bahwa ketika saya memilih untuk marah dan membenci,

I'm being a slave to the person who killed my brother.

saya diperbudak orang yang membunuh saudara saya.

These last few months [have] been like a nightmare that never ends.

Beberapa bulan terakhir ini seperti mimpi buruk tanpa akhir.

Everyone I know in Gaza have lost family members.

Semua orang yang saya kenal di Gaza telah kehilangan anggota keluarga.

My friend Abdelrahim,

Teman saya, Abdelrahim,

he lost 50 people in his family.

kehilangan 50 orang anggota keluarganya.

In this photo you can see, all these kids have been killed.

Anda bisa lihat di foto ini, semua anak-anak ini telah tiada.

And in the upper middle photo,

Dan di foto tengah atas,

the father of these kids was in Israel

ayah dari anak-anak ini berada di Israel

when they were killed.

ketika mereka dibunuh.

And ...

Dan...

He wanted to come back to see his kids one last time.

Dia ingin kembali untuk melihat anak-anaknya untuk terakhir kalinya.

He couldn't.

Dia tidak bisa.

He ended up back to Gaza,

Dia akhirnya kembali ke Gaza, tetapi tidak pernah sampai ke rumahnya.

but never was able to make it to his house.

What’s amazing, though, is Abdelrahim is just like you.

Yang menakjubkan adalah, Abdelrahim sama seperti Anda.

I talked to him yesterday, and he said,

Saya bicara dengannya, dan dia berkata,

"I'm still as committed to peace as I was before.

“Saya masih berkomitmen untuk perdamaian seperti sebelumnya.

I do not want my story to lead to hate."

Saya tidak ingin cerita saya mengarah pada kebencian.”

And even now, as his parents are in northern Gaza,

Bahkan sekarang, saat orang tuanya berada di utara Gaza,

unable to get food, unable to leave,

tidak bisa mendapatkan makanan, tidak dapat pergi,

he's still committed to this message.

dia masih berkomitmen pada pesan ini.

And it makes me wonder,

Itu membuat saya bertanya-tanya,

how do you make such a choice in the midst of so much tragedy?

bagaimana Anda membuat pilihan seperti itu di tengah-tengah begitu banyak tragedi?

MI: You know, I've been interviewed like 100 times in the recent months,

MI: Anda tahu, saya telah diwawancarai 100 kali dalam beberapa bulan terakhir,

and this is the most easiest question.

dan ini adalah pertanyaan yang paling mudah.

It's for my parents.

Ini untuk orang tua saya.

It's my parents' legacy.

Ini warisan orang tua saya.

And when we put their remains in the ground,

Ketika kami meletakkan jenazah mereka di tanah,

I realized that they prepared me for that moment.

saya menyadari bahwa mereka mempersiapkan saya untuk saat itu.

They taught me what to say

Mereka mengajari apa yang harus diucapkan

and how to act after they will be killed.

dan bagaimana harus bertindak setelah mereka dibunuh.

I was born in a kibbutz,

Saya lahir di sebuah kibbutz,

just a kilometer and a half from the border with Gaza,

hanya satu setengah kilometer dari perbatasan dengan Gaza,

that was established by my grandparents.

yang didirikan oleh kakek-nenek saya.

They were both Zionist pioneers,

Mereka berdua adalah pionir Zionis,

immigrated to Palestine

berimigrasi ke Palestina

under the British Mandate about a century ago.

di bawah Mandat Inggris sekitar satu abad yang lalu.

And my father was also born in this kibbutz,

Ayah saya juga lahir di kibbutz ini,

and my father was a farmer.

dan beliau seorang petani.

It's very, very difficult to be a farmer,

Sangat, sangat sulit untuk menjadi petani,

even more difficult to be in the tourism industry.

bahkan lebih sulit berada di industri pariwisata.

And one year, I remember that one year there was a drought.

Pada satu tahun, saya ingat bahwa ada kekeringan di tahun tersebut.

And then the second, there was a flood.

Dan yang kedua, ada banjir.

And the third, there were insects.

Dan yang ketiga, ada serangga.

And at the end of each of those devastating seasons,

Di akhir setiap musim yang hancur itu,

my father will always tell me,

ayah akan selalu berkata,

"Maoz, next year I'm going to sow again.

“Maoz, tahun depan saya akan menabur lagi.

Because next year is going to be a better year."

Karena tahun depan akan menjadi tahun yang lebih baik.”

And my mom was a very talented mandalas painter.

Sementara ibu saya adalah pelukis mandala yang sangat berbakat.

She painted thousands of mandala.

Beliau melukis ribuan mandala.

And from all the mandalas she painted, she gave me only one as a present.

Dari semua mandala yang dia lukis, beliau memberi saya satu sebagai hadiah.

This is the one she gave me.

Ini yang beliau berikan pada saya.

And on this mandala, this is for you,

Di mandala ini— ini untukmu,

I made it for you.

aku membuatnya untukmu.

And on the mandala she gave me, she wrote,

Pada mandala tersebut, beliau menulis,

"We can achieve all our dreams if we'll be brave enough to chase them."

“Kita bisa mencapai semua impian kita jika kita cukup berani untuk mengejarnya.”

And in the last 20 years I've been chasing and fulfilling many dreams.

Dalam 20 tahun terakhir, saya telah mengejar dan memenuhi banyak impian.

I opened the first guest house ever in the old city of Nazareth,

Saya membuka wisma tamu pertama di kota tua Nazareth,

the Fauzi Azar.

Fauzi Azar.

I was cofounding the Jesus Trail,

Saya ikut mendirikan Jesus Trail,

Abraham Hostel and tours and many other dreams.

Abraham Hostel dan Tur, dan banyak mimpi lainnya.

And in all those dreams, I was following five steps.

Dalam semua mimpi itu, saya mengikuti lima langkah.

Dreaming,

Bermimpi,

many of us forgot or [aren't] brave enough to dream.

banyak dari kita lupa atau tidak cukup berani untuk bermimpi.

Creating a partnership and a coalition with as many stakeholders as possible.

Menciptakan kemitraan dan koalisi

dengan sebanyak mungkin pemangku kepentingan.

Reaching shared value and common ground

Mencapai nilai bersama dan kesamaan

between the partnership.

antara kemitraan.

Writing a very detailed road map

Menulis rencana yang sangat rinci

and executing.

dan mengeksekusinya.

And I believe this is exactly what we need to do now

Saya juga meyakini inilah yang perlu kita lakukan sekarang

in order to make our dream into a reality.

untuk mewujudkan impian kita.

And I was partnering with Palestinians, with Israeli,

Saya bermitra dengan Palestina, dengan Israel, dengan Yordania,

with Jordanian, with Egyptian.

dengan Mesir.

And I learned that the first step in reaching a shared society

Dan saya belajar bahwa langkah pertama dalam mencapai masyarakat bersama

and a shared future is knowing the other side's narrative.

dan masa depan bersama adalah mengetahui narasi pihak lain.

And following your work for many years,

Mengikuti dedikasi Anda selama bertahun-tahun,

even though we met only once,

meskipun kita hanya bertemu sekali,

I think there is no one in the world that knows better

saya pikir tidak ada seorang pun di dunia yang tahu lebih baik

how we can take our divided narratives

bagaimana kita dapat mengambil narasi kita yang terbagi

and make them into a shared future and a shared society.

dan menjadikannya masa depan bersama dan masyarakat bersama.

So thank you for all that you've done so far.

Terima kasih atas semua yang telah Anda lakukan sejauh ini.

Really, it's amazing.

Sungguh, ini luar biasa.

AAS: Now Maoz, I worked in 70 countries in peace and conflict.

AAS: Maoz, saya bekerja di 70 negara dalam perdamaian dan konflik.

And everywhere I worked,

Di mana pun saya bekerja,

I found that we share the same problems.

saya menemukan bahwa kita memiliki masalah yang sama.

The cause of conflicts are the same.

Penyebab konflik adalah sama.

It's lack of recognition,

Ini kurangnya pengakuan,

not willing to understand each other’s historical narrative

tidak mau memahami narasi sejarah satu sama lain

and not having a shared vision for our future.

dan tidak memiliki visi bersama untuk masa depan kita.

And not doing those things is a fatal mistake.

Tidak melakukan hal-hal itu adalah kesalahan fatal.

We live next to each other, and yet we are so divided.

Kita hidup berdampingan, tetapi kita begitu terpecah.

We cannot talk, we cannot meet, we cannot have a conversation.

Kita tidak bisa berbicara, bertemu, berbincang.

There are roadblocks, checkpoints, there are walls that divide us

Ada penghalang jalan, pos pemeriksaan, serta tembok yang memecah belah,

or societal pressure that makes us not being able to talk to each other.

atau tekanan masyarakat yang membuat kita tidak bisa berbicara satu sama lain.

And I know this because my dad's first time ever going to a synagogue

Saya tahu ini karena pertama kalinya ayah saya pergi ke sinagoga

was in the United States when he came to visit me.

adalah di Amerika Serikat saat beliau mengunjungi saya.

He went to a Friday prayer,

Beliau pergi salat Jumat,

but the mosque was too full

tetapi masjid terlalu penuh

and the Muslim community rented a synagogue.

dan komunitas Muslim menyewa sebuah sinagoge.

So he ended up praying in a synagogue.

Beliau akhirnya salat di sinagoge.

(Laughter)

(Tawa)

And he came back and told me, and he was so excited about it.

Beliau kembali dan memberitahu saya, dan sangat bersemangat karenanya.

And I thought, Jerusalem is full of synagogues.

Saya pun berpikir, Yerusalem penuh dengan sinagoge.

And yet his first time ever being in a synagogue is in the States.

Namun, pertama kalinya dia berada di sinagoge adalah saat di AS.

That's how divided we are,

Sedemikian terpecahnya kita, sehingga tahu sangat sedikit tentang satu sama lain.

how little we know about each other.

But we also must learn to ask hard questions,

Namun, kita juga harus belajar untuk mengajukan pertanyaan sulit,

be honest and willing to listen.

jujur, dan mau mendengarkan.

My dad’s first time to a peace meeting was one that I organized.

Pertama kalinya ayah saya ke pertemuan perdamaian adalah ke yang saya atur.

And when he came, he asked a question that I thought, oh my goodness,

Ketika beliau datang, beliau mengajukan pertanyaan yang menurut saya,

how could you do that?

“Astaga, kenapa bertanya itu?”

He said, "Did the Holocaust happen?"

Beliau bertanya, “Apakah Holocaust benar-benar terjadi?”

And just like the gasps we hear here,

Sama seperti napas terkesiap yang kita dengar di sini,

everybody in the meeting was terrified.

semua orang di pertemuan itu ketakutan.

I thought, I'm going to lose my job for my dad asking the question

Saya cemas kehilangan pekerjaan karena ayah saya menanyakan itu

and regretted inviting him to the peace meeting.

dan menyesal mengundangnya ke pertemuan perdamaian.

(Laughter)

(Tawa)

But you know what?

Namun, Anda tahu?

Because of that question,

Karena pertanyaan itu,

one of the Holocaust survivors in the meeting,

salah satu penyintas Holocaust dalam pertemuan itu—

he took my dad and 70 other Palestinians to the Holocaust memorial.

dia membawa ayah saya dan 70 warga Palestina lainnya

ke tugu peringatan Holocaust.

It was the first time such a big delegation going there,

Ini adalah pertama kalinya delegasi besar pergi ke sana,

and they had this hard conversation.

dan mereka melakukan percakapan yang sulit.

Later, the Israelis in the meeting

Lalu warga Israel dalam pertemuan itu

ended up coming and having a similar conversation

datang dan melakukan percakapan serupa

about Palestinian history and narrative,

tentang sejarah dan narasi Palestina,

going to a town that was destroyed in 1948, in the Nakba.

pergi ke sebuah kota yang dihancurkan pada tahun 1948, di Nakba.

I've been working in the last 20-some years

Saya telah bekerja dalam dua puluh-an tahun terakhir

and finding ways to ask those questions.

dan mencari cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu.

In 2009, I co-founded Mejdi Tours and later Interact International

Pada tahun 2009, saya ikut mendirikan Mejdi Tours dan Interact International

with my Jewish friend, Scott.

dengan teman Yahudi saya, Scott.

To do that, to give a context,

Untuk melakukan itu, untuk konteks,

a place where we can build a movement of citizen diplomats,

tempat di mana kita dapat membangun gerakan diplomasi warga,

di mana Anda dapat melakukan tur narasi ganda,

where you can have dual-narrative tours,

an Israeli and a Palestinian co-leading a tour,

seorang Israel dan seorang Palestina memimpin tur,

and then in many other, dozen of other countries.

dan kemudian di banyak negara lain.

So we can find a framework,

Kita dapat menemukan kerangka kerja,

we can say: How can I learn from you?

kita dapat mengatakan: “Bagaimana saya bisa belajar dari Anda?”

What is it that we can push each other to do?

“Apa yang bisa kita lakukan untuk mendorong satu sama lain?”

And maybe that’s the question: What have we learned from each other?

Mungkin itu pertanyaannya: Apa yang telah kita pelajari dari satu sama lain?

MI: Yeah, so regarding to your father's questions,

MI: Ya, terkait pertanyaan ayahmu,

I think it was November that a very, very good Palestinian friend asked me,

rasanya bulan November saat seorang teman Palestina yang sangat baik bertanya,

“Maoz, can I ask you a difficult question?”

“Maoz, bisakah saya bertanya sesuatu?”

I said, "You are my friend, You can ask whatever you like."

Saya berkata, “Anda teman saya, silakan tanya apa pun.”

She asked me, "Maoz, maybe your parents' house

Dia bertanya, “Maoz, mungkinkah rumah orang tuamu

was burned from the crossfire,

terbakar akibat tembakan silang dari IDF, dan bukan dari Hamas?”

from the IDF, and not from the Hamas?”

And she was literally denying October 7,

Dia benar-benar menyangkal 7 Oktober,

and I was shocked.

dan saya terkejut.

I didn't know what to say.

Saya tak tahu harus berkata apa.

And then I stopped for a second

Kemudian saya berhenti sejenak

and I asked, I told her, "You know what?

dan bertanya kepadanya, “Anda tahu?

What does it matter?

Apa bedanya?

What does it matter?

Apa bedanya?

My parents are dead.

Orang tua saya sudah tiada.

And they are dead because of the conflict and the war

Mereka mati karena konflik dan perang

that has been going on for so long.

yang telah berlangsung begitu lama.

And it's our mission to stop it."

Dan misi kami adalah menghentikannya.”

And I learned so much in the recent months from speaking,

Saya belajar begitu banyak dalam beberapa bulan terakhir

dialoguing with Palestinians,

dari berbicara, berdialog dengan Palestina.

I learned that we must forgive for the past.

Saya belajar bahwa kita harus memaafkan masa lalu.

We must forgive for the present.

Kita harus memaafkan untuk saat ini.

But we cannot and should not forgive for the future.

Tapi kita tidak bisa dan tidak boleh memaafkan untuk masa depan.

Not to ourself and to no one else

Tidak ke diri kita sendiri maupun ke orang lain

if you want to make the future a better future.

jika Anda ingin masa depan yang lebih baik.

I learned that our stories were split in the past,

Saya belajar bahwa kisah kami terbelah di masa lalu,

with a different chosen son of Abraham.

melalui putra Abraham yang berbeda.

And for many centuries, our stories were parallel.

Selama berabad-abad, cerita kami paralel.

And the gap between them is becoming wider and wider

Kesenjangan di antaranya kian melebar,

as we are getting to the present.

hingga yang kita alami saat ini.

And it began to get wider with the beginning of the Zionist movement

Kesenjangan tersebut semakin melebar saat dimulainya gerakan Zionis

and the Palestinian national movement,

dan gerakan nasional Palestina,

and with all the war we've been waging on each other,

dan dengan semua perang yang kita alami,

it's becoming wider and wider.

jurangnya semakin lebar.

And now in the present, it's as wide as ever.

Saat ini, jurang tersebut lebih lebar dari yang pernah terjadi sebelumnya.

Our stories were never [as] apart as they are now.

Kisah-kisah kita tidak pernah sangat terpisah seperti sekarang.

But there is a miracle.

Namun, ada keajaiban.

There is a miracle, our stories meet.

Ada keajaiban, kisah kita bertemu.

They meet in the future.

Mereka bertemu di masa depan.

We meet in the future that is based on reconciliation and recognition.

Kita bertemu di masa depan yang didasarkan pada rekonsiliasi dan pengakuan.

That is based on security and safety.

Yang didasarkan pada keamanan dan keselamatan.

And of course, on equality.

Dan tentu saja, pada kesetaraan.

And now we must use the same steps I used to fulfill,

Sekarang kita harus menerapkan langkah yang sama yang dulu saya penuhi,

or we used to fulfill our previous dreams,

atau yang sebelumnya kita lakukan,

in making this dream into a reality.

dalam mewujudkan mimpi ini.

We are all dreaming of peace.

Kita semua memimpikan perdamaian.

We are building a coalition.

Kita sedang membangun koalisi.

Palestinians, Israelis, supported from all over the world.

Palestina, Israel, didukung seluruh dunia.

We share the same values and common ground.

Kita berbagi nilai dan kesamaan yang serupa.

We are writing now,

Saat ini kita sedang menulis,

right now we are writing a very detailed, informative road map,

merumuskan rencana yang sangat rinci dan informatif,

and we are already starting to execute.

dan kita sudah mulai mengeksekusinya.

And what we are doing now, tonight,

Yang kita lakukan sekarang, malam ini,

we are executing the first two chapters of our road map.

kita melaksanakan dua babak pertama dari rencana kita.

We are amplifying our voices

Kita memperkuat suara

and building our legitimacy

dan membangun legitimasi kita

as the leaders of the future.

sebagai pemimpin masa depan.

And I could not ask for a better partner,

Saya tidak bisa meminta mitra yang lebih baik,

for a better companion than you, Aziz.

teman yang lebih baik darimu, Aziz.

AAS: Now when people hear this,

AAS: Ketika orang-orang mendengar ini,

and I think we are much stronger together than ever alone,

saya pikir kita jauh lebih kuat bersama daripada sendirian,

we've been doing so much work

kita telah melakukan banyak upaya

on campuses with anti-Jewish and anti-Muslim hate,

di kampus dengan kebencian anti-Yahudi dan anti-Muslim,

with helping people in our own community,

dengan membantu orang di komunitas kita sendiri,

finding ways to organize.

mencari cara berorganisasi.

But I think people can hear this and think,

Orang akan mendengar ini dan berpikir,

"So you can lose people in your family and not be angry?"

“Jadi Anda bisa kehilangan orang di keluarga Anda dan tidak marah?”

And I think that’s a mistake.

Saya rasa itu tidak benar.

We are angry.

Kami marah.

I am very angry.

Saya sangat marah.

Every time I read the newspaper, I'm angry.

Setiap membaca koran, saya marah.

Every time I talk to one of my friends in Gaza, I am angry.

Setiap berbicara dengan salah satu teman saya di Gaza, saya marah.

But the thing is, I do not let anger,

Namun, saya tidak membiarkan kemarahan,

and we do not let anger, drown us in hate

dan kami tidak membiarkan kemarahan, menenggelamkan kami dalam kebencian

and wanting vengeance.

dan keinginan balas dendam.

Instead, I think of anger like a nuclear power.

Sebaliknya, saya menganggap kemarahan seperti kekuatan nuklir.

It can lead to destruction, and it can make light.

Kemarahan bisa menyebabkan kehancuran, tetapi juga bisa bermanfaat.

And my hope is that we continue to use anger

Harapan saya adalah agar kita terus menggunakan kemarahan

as a way to bring people together,

sebagai cara untuk menyatukan orang,

to ask ourselves,

untuk bertanya pada diri sendiri,

"What can I do to make things better?"

“Apa yang bisa saya lakukan untuk membuat segalanya lebih baik?”

MI: And that brings me to the most important ...

MI: Dan itu membawa saya ke yang paling penting...

(Applause)

(Tepuk tangan)

I love you.

Saya menyayangi Anda.

And it brings me to the most important lessons I learned.

Ini membawa saya ke pelajaran paling penting yang saya pelajari.

That hope is an action.

Harapan itu adalah tindakan.

It's not something you find, not something you can lose.

Bukan sesuatu yang Anda temukan, bukan sesuatu yang bisa Anda hilangkan.

It's something you are making.

Harapan adalah sesuatu yang Anda buat.

And I came up with a very basic formula, recipe, how to make hope.

Saya menemukan formula mendasar, resep, cara membuat harapan.

First, like love, you cannot do it by yourself.

Pertama, seperti cinta, Anda tidak dapat melakukannya sendiri.

You are doing it with others.

Anda melakukannya dengan orang lain.

(Laughter)

(Tawa)

And you are starting, we are starting because now it's we,

Anda, kita, mulai karena sekarang,

we are starting by envisioning a better future.

kita mulai dengan membayangkan masa depan yang lebih baik.

And then we are acting to make this future into a reality.

Kemudian kita bertindak untuk membuat masa depan ini menjadi kenyataan.

It's act, we must act.

Ini tindakan, kita harus bertindak.

And through the process,

Melalui proses itu,

we always need to convince, first ourselves,

kita selalu perlu pertama sekali meyakinkan diri kita sendiri,

and all our coalition

semua koalisi kita,

and everyone that is willing to listen,

dan semua orang yang mau mendengarkan,

that our actions are effective.

bahwa tindakan kita efektif.

It's very simple.

Ini sangat sederhana.

It's very simple.

Ini sangat sederhana.

And this is what we must do.

Ini yang harus kita lakukan.

And I believe that if we will be brave enough and brilliant enough,

Saya juga percaya bahwa jika kita cukup berani dan cukup cemerlang,

we can make this future into a reality

kita dapat membuat masa depan ini menjadi kenyataan

in the near future.

dalam waktu dekat.

That by 2030 or before,

Pada tahun 2030 atau sebelumnya,

there's going to be peace between the river and the sea.

akan ada perdamaian antara sungai dan laut.

AAS: You know ...

AAS: Anda tahu...

(Applause)

(Tepuk tangan)

We say today, ideas change everything.

Kita katakan hari ini, ide mengubah segalanya.

And I have an idea.

Dan aku punya ide.

People look at us and think we are divided

Orang-orang melihat kita dan berpikir kita terpecah

because you’re Israeli and I’m Palestinian,

karena Anda orang Israel dan saya Palestina, Muslim dan Yahudi.

Muslims and Jews.

But if you must divide us,

Namun jika kita harus dipecah belah,

people should divide us as those of us who believe in justice,

perbedaan kita hanyalah orang-orang yang percaya pada keadilan,

peace and equality,

perdamaian dan kesetaraan,

and those who don’t, yet.

dan orang-orang yang belum percaya hal tersebut.

And our work here

Usaha kita di sini

is to invite everyone, to invite you, to join us into our work,

adalah mengundang semua orang untuk bergabung dengan kita

into bringing everyone together

dalam upaya menyatukan semua orang

to take a stand that says, “We are not enemies.”

untuk mengambil sikap yang mengatakan, “Kita bukan musuh.”

Do not be mistaken.

Jangan salah.

We lost our family members,

Kita kehilangan anggota keluarga,

we did not lose our sanity, we did not lose our minds.

kita tidak kehilangan kewarasan, kita tidak kehilangan akal sehat.

We are here together saying we will fight on the same side

Kita bersama-sama menyatakan, kami akan berjuang di pihak yang sama

for justice and for peace.

untuk keadilan dan perdamaian.

Thank you.

Terimakasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)