Why do humans have a third eyelid? - Dorsa Amir

Reviewer: Athira Rizka

You know that little pink thing nestled in the corner of your eye?

Apakah kamu tahu benda merah muda kecil yang ada di sudut matamu?

It’s actually the remnant of a third eyelid.

Sebenarnya itu adalah sisa dari kelopak mata ketiga.

Known as the “plica semilunaris,”

Dikenal dengan "plica semilunaris,"

it’s much more prominent in birds and a few mammals,

organ ini lebih menonjol pada burung dan beberapa mamalia,

dan berfungsi seperti pembersih kaca mobil untuk menghalau debu dari mata mereka

and functions like a windshield wiper to keep dust and debris out of their eyes.

But in humans, it doesn’t work.

Tapi pada manusia, bagian ini tidak berfungsi.

It’s vestigial, meaning it no longer serves its original purpose.

Bagian ini merupakan vestigial, tidak lagi berfungsi seperti yang seharusnya.

There are several other vestigial structures like the plica semilunaris

Ada beberapa struktur vestigial lainnya seperti plica semilunaris

in the human body.

di dalam tubuh manusia.

Sebagian besar sudah menjadi vestigial jauh sebelum homo sapiens ada,

Most of these became vestigial long before homo sapiens existed,

quietly riding along from one of our ancestor species to the next.

tanpa sadar diteruskan dari salah satu spesies leluhur kita ke yang berikutnya.

But why have they stuck around for so long?

Tapi mengapa mereka bertahan begitu lama?

To answer this question, it helps to understand natural selection.

Untuk menjawab pertanyaan ini, memahami proses seleksi alam dapat membantu .

Natural selection simply means that traits

Seleksi alam berarti sifat-sifat

which help an organism survive and reproduce in a given environment

yang membantu organisme bertahan hidup dan berkembang biak di lingkungan tertentu

are more likely to make it to the next generation.

lebih mungkin bertahan sampai ke generasi berikutnya.

As the environment changes, traits that were once useful can become harmful.

Ketika lingkungan berubah, sifat yang semula bermanfaat dapat menjadi berbahaya.

Those traits are often selected against,

Sifat-sifat tersebut seringkali dihilangkan,

meaning they gradually disappear from the population.

yang artinya secara bertahap menghilang dari populasi.

But if a trait isn’t actively harmful, it might not get selected against,

Tetapi jika suatu sifat tidak secara aktif berbahaya, mungkin ia tidak dihilangkan,

and stick around even though it isn’t useful.

dan tetap ada meskipun mungkin tidak berguna lagi.

Take the tailbone.

Contohnya tulang ekor.

Evolutionary biologists think that as the climate got drier

Ahli biologi evolusi berpikir bahwa ketika iklim semakin kering

and grasslands popped up,

dan padang rumput muncul,

our tail-bearing ancestors left the trees and started walking on land.

leluhur kita yang berekor meninggalkan pepohonan dan mulai berjalan di darat.

The tails that had helped them in the trees

Ekor yang membantu mereka di pepohonan

began to disrupt their ability to walk on land.

mulai mengganggu kemampuan mereka untuk berjalan di darat.

So individuals with mutations that reduced the length of their tails

Jadi individu yang bermutasi dengan mengurangi panjang ekor mereka

became more successful at life on land,

menjadi lebih sukses dengan kehidupan di darat,

surviving long enough to pass their short tails on to the next generation.

bertahan hidup cukup lama untuk meneruskan ekor pendek mereka ke generasi berikutnya.

The change was likely gradual over millions of years until,

Perubahan itu kemungkinan terjadi bertahap selama jutaan tahun hingga,

about 20 million years ago,

sekitar 20 juta tahun yang lalu,

our ancestors’ external tails disappeared altogether.

ekor eksternal leluhur kita menghilang sama sekali.

Today, we know human embryos have tails that dissolve as the embryo develops.

Sekarang kita tahu embrio manusia memiliki ekor yang menghilang seiring perkembangan.

But the stubby tailbone sticks around,

Akan tetapi tulang ekor tetap menempel,

probably because it doesn’t cause any harm—

mungkin karena tidak menimbulkan kerugian—

in fact, it serves a more minor function

faktanya, ia memiliki sedikit fungsi yaitu

as the anchor point for certain other muscles.

sebagai titik jangkar untuk otot-otot tertentu.

Up to 85% of people have a vestigial muscle called the “palmaris longus.”

85% orang masih memiliki otot vestigial yang disebut “palmaris longus.”

To see if you do,

Untuk melihatnya,

put your hand down on a flat surface and touch your pinkie to your thumb.

letakkan tanganmu di atas permukaan yang rata dan sentuh kelingking ke ibu jarimu.

Jika kamu melihat tonjolan kecil muncul di tengah pergelangan tangan

If you see a little band pop up in the middle of your wrist,

that’s the tendon that attaches to this now-defunct muscle.

itulah tendon yang melekat pada otot yang sekarang tak berfungsi lagi.

In this case, the fact that not everyone has it has helped us trace its function.

Fakta bahwa tidak semua orang memilikinya membantu kita melacak fungsinya.

Vestigial traits can persist when there’s no incentive to lose them—

Vestigial dapat bertahan saat tidak ada keuntungan untuk menghilangkannya—

but since there’s also no incentive to keep them,

namun karena tidak ada juga keuntungan untuk mempertahankannya,

random mutations will sometimes still eliminate them

mutasi acak kadang-kadang tetap akan menghilangkannya

from part of the population.

dari bagian populasi.

Looking at our primate relatives,

Melihat kerabat primata kita,

we can see that the palmaris longus is sometimes absent

kita dapat melihat bahwa palmaris longus kadang-kadang tidak ada

in those that spend more time on the land,

pada mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu di daratan,

but always present in those that spend more time in trees.

tetapi selalu ada pada mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu di pohon.

So we think it used to help us swing from branch to branch,

Kita mengira otot tersebut digunakan untuk membantu kita berayun di pohon,

and became unnecessary when we moved down to land.

dan tidak diperlukan lagi ketika kita pindah ke darat.

The appendix, meanwhile, may once have been part of the intestinal system

Sementara itu, usus buntu, mungkin pernah menjadi bagian dari sistem pencernaan

our ancestors used for digesting plant materials.

yang digunakan leluhur kita untuk mencerna tumbuh-tumbuhan.

As their diets changed, those parts of the intestinal system began to shrink.

Ketika diet mereka berubah, bagian dari sistem pencernaan tersebut mulai menyusut.

Unlike other vestigial structures, though, the appendix isn’t always harmless—

Tidak seperti struktur organ sisa lainnya, usus buntu kadang berbahaya—

it can become dangerously inflamed.

ia bisa meradang.

For most of human history, a burst appendix could be a death sentence.

Di sebagian besar sejarah manusia, radang usus buntu bisa menjadi hukuman mati.

So why did it stick around?

Jadi mengapa ia tetap bertahan?

It’s possible that it was very slowly on its way out,

Mungkin saja proses penghilangannya berjalan sangat lambat,

or that mutations simply hadn’t arisen to make it smaller.

atau mungkin belum ada mutasi untuk menghilangkannya.

Or maybe it has other benefits—

Atau mungkin ia memiliki manfaat lain—

for example, it might still be a reservoir of bacteria that helps us break down food.

misalnya, menjadi penampung bakteri yang membantu kita memecah makanan.

But the fact is, we’re not really sure why the appendix persists.

Tetapi faktanya, kita masih belum yakin mengapa usus buntu ini bertahan.

Evolution is an imperfect process.

Evolusi adalah proses yang tidak sempurna.

Human beings are the result of millions of years of trial, error, and random chance—

Manusia adalah hasil dari jutaan tahun percobaan, kekeliruan, dan peluang acak—

and we’re full of evolutionary relics to remind us of that.

dan kita dikelilingi peninggalan evolusi yang mengingatkan kita akan hal itu.