Titan of terror: the dark imagination of H.P. Lovecraft - Silvia Moreno-García

Translator: Sabrina Go Reviewer: Ade Indarta

Arcane books of forbidden lore,

Buku misterius berisi cerita terlarang,

disturbing secrets in the family bloodline,

rahasia mengerikan di dalam keluarga,

and terrors so unspeakable the very thought of them might drive you mad.

dan teror tak terkatakan yang membuatmu gila hanya dengan memikirkannya.

By now, these have become standard elements in many modern horror stories.

Sampai sekarang, ini sudah menjadi standar di banyak cerita horor modern.

But they were largely popularized by a single author–

Namun hal ini banyak dipopulerkan oleh seorang penulis -

one whose name has become an adjective

yang namanya sudah menjadi istilah

for the particular type of terror he inspired.

untuk tipe teror tersendiri yang diinspirasinya.

Born in Providence, Rhode Island in 1890,

Lahir di Providence, Rhode Island pada 1890,

Howard Phillips Lovecraft grew up admiring the Gothic horror stories

Howard Phillips Lovecraft tumbuh dengan mengagumi cerita-cerita horor Gothic

written by Edgar Allan Poe and Robert Chambers.

yang ditulis oleh Edgar Allan Poe dan Robert Chambers.

But by the time he began writing in 1917,

Namun pada saat ia mulai menulis pada 1917,

World War I had cast a long shadow over the arts.

Perang Dunia I membayangi dunia seni.

Orang-orang sudah melihat horor yang sebenarnya,

People had seen real horrors,

and were no longer frightened of fantastical folklore.

dan tidak lagi takut dengan cerita rakyat yang fantastis.

Lovecraft sought to invent a new kind of terror,

Lovecraft berusaha untuk menemukan teror jenis baru,

one that responded to the rapid scientific progress of his era.

yang bisa merespons perkembangan ilmu pengetahuan yang cepat pada eranya.

His stories often used scientific elements to lend eerie plausibility.

Cerita-ceritanya sering menggunakan elemen sains untuk menciptakan hal yang seram.

In "The Colour out of Space,"

Dalam "The Colour out of Space,"

a strange meteorite falls near a farmhouse,

sebuah meteorit yang aneh jatuh di dekat sebuah pertanian,

mutating the farm into a nightmarish hellscape.

mengubah pertanian itu menjadi neraka mimpi buruk.

Others incorporated scientific methodology into their form.

Cerita lainnya menggabungkan metodologi sains ke dalam cerita.

"At the Mountains of Madness" is written as a report of an Antarctic expedition

"At the Mountain of Madness" ditulis sebagai laporan ekspedisi Antartika

that unearths things better left undiscovered.

yang menemukan sesuatu yang lebih baik tidak ditemukan.

In others, mathematics themselves become a source of horror,

Dalam cerita lainnya, matematika menjadi sumber horor,

as impossible geometric configurations

dengan konfigurasi geometris yang mustahil

wreak havoc on the minds of any who behold them.

memporak-porandakan pikiran mereka yang memikirkannya.

Like then-recent discoveries of subatomic particles or X-rays,

Seperti penemuan partikel subatomik atau sinar X,

the forces in Lovecraft’s fiction were powerful,

kekuatan dalam fiksi Lovecraft sangat kuat,

yet often invisible and indescribable.

namun sering tidak nampak dan tidak bisa dideskripsikan.

Rather than recognizable monsters, graphic violence, or startling shocks,

Daripada monster yang dikenal, kekerasan yang gamblang atau kejutan heboh,

the terror of “Lovecraftian” horror lies in what’s not directly portrayed–

teror dari horor “Lovecraftian" terletak pada yang tidak terlukis secara langsung-

but left instead to the dark depths of our imagination.

tapi alih-alih ditinggalkan pada kedalaman kelam imajinasi kita.

Lovecraft’s dozens of short stories, novellas, and poems

Lusinan cerpen, novel dan puisi Lovecraft

often take place in the same fictional continuity,

sering mengambil tempat di kelanjutan fiksional yang sama,

with recurring characters, locations, and mythologies.

dengan karakter, lokasi dan mitologi yang kembali muncul.

At first glance,

Awalnya,

they appear to be set within Lovecraft’s contemporary New England.

ceritanya nampak seperti diceritakan di New England kontemporer Lovecraft.

But beneath the surface of this seemingly similar reality lie dark masters,

Namun di bawah permukaan yang mirip dengan kenyataan terdapat master kegelapan

for whom Earth’s inhabitants are mere playthings.

yang baginya penghuni Bumi hanyalah mainan belaka.

More like primordial forces than mere deities,

Lebih seperti kekuatan purba daripada sekadar dewa,

Lovecraft’s Great Old Ones lurk at the corners of our reality.

Maha Perkasa dari Lovecraft mengintai di sudut realita kita.

Beings such as Yog-Sothoth,

Makhluk seperti Yog-Sothoth,

“who froths as primal slime in nuclear chaos

"yang berbuih layaknya lendir primitif dalam kekacauan nuklir

beyond the nethermost outposts of space and time.”

melampaui yang paling awal dari ruang dan waktu."

Or the blind, idiot god Azathoth,

Atau si buta, idiot Dewa Azathoth,

whose destructive impulses are stalled only by

yang dorongan untuk menghancurkannya terhenti hanya oleh

the “maddening beating of vile drums

"tabuhan gila dari genderang setan

and the thin monotonous whine of accursed flutes.”

dan rengekan monoton dari suling terkutuk,"

These beings exist beyond our conceptions of reality,

Makhluk-makhluk ini ada di luar konsep realitas kita,

their true forms as inscrutable as their motives.

wujud aslinya sama tidak jelasnya dengan tujuannya.

Lovecraft’s protagonists–

Tokoh utama Lovecraft-

often researchers, anthropologists, or antiquarians–

seringnya peneliti, antropolog, atau ahli barang antik-

stumble onto hints of their existence.

terbentur pentunjuk akan keberadaan makhluk ini.

But even these indirect glimpses are enough to drive them insane.

Namun bahkan pengelihatan tidak langsung cukup untuk membuat mereka gila.

And if they survive,

Dan jika mereka selamat,

the reader is left with no feeling of triumph, only cosmic indifference–

pembaca ditinggalkan tanpa rasa menang, hanya ketidakpedulian kosmis-

the terrible sense that we are but insignificant specks

perasaan tidak enak tapi tidak penting

at the mercy of unfathomable forces.

di bawah belas kasihan kekuatan tak terlihat.

But perhaps the greatest power these creatures had

Tapi mungkin kekuatan terbesar dari makhluk-mahkluk ini

was their appeal to Lovecraft’s contemporaries.

adalah daya tarik bagi kontemporernya Lovecraft.

During his lifetime,

Selama masa hidupnya,

Lovecraft corresponded with other writers,

Lovecraft berkorespondensi dengan penulis lain,

encouraging them to employ elements and characters from his stories in their own.

mendorong mereka untuk menggunakan elemen dan karakter dari ceritanya untuk mereka.

References to Lovecraftian gods or arcane tomes

Referensi untuk dewa-dewa atau kitab misterius Lovecraft

can be found in many stories by his pen pals,

bisa ditemukan di banyak cerita karya sahabat penanya,

such as Robert E. Howard and Robert Bloch.

seperti Robert E. Howard dan Robert Bloch.

Today, this shared universe is called the Cthulhu Mythos,

Hari ini, alam semesta bersama ini disebut Cthulhu Mythos,

named after Lovecraft’s infamous blend of dragon and octopus.

dinamakan dari gabungan terkenal naga dan gurita Lovecraft.

Unfortunately,

Sayangnya,

Lovecraft’s fear of the unknown found a less savory expression

ketakutan Lovecraft tentang hal yang tak diketahui berpngaruh buruk

in his personal views.

dalam pandangan pribadinya.

The author held strong racist views,

Sang penulis memiliki pandangan rasis yang kuat,

and some of his works include crude stereotypes and slurs.

dan sebagian karyanya meliputi stereotip kasar dan hinaan.

But the rich world he created would outlive his personal prejudices.

Namun dunia yang ia ciptakan mengalahkan prasangka pribadinya.

And after Lovecraft’s death,

Dan setelah kematian Lovecraft,

the Cthulhu Mythos was adopted by a wide variety of authors,

Cthulhu Mythos diadaptasi oleh banyak penulis,

often reimagining them from diverse perspectives

seringkali ditata ulang dari berbagai prespektif

that transcend the author’s prejudices.

yang melebihi prasangka si penulis.

Despite his literary legacy,

Terlepas dari warisan kesusastraanya,

Lovecraft was never able to find financial success.

Lovecraft tidak berhasil mendapatkan kesuksesan finansial.

He died unknown and penniless at the age of 46–

Ia meninggal tidak dikenal dan miskin di usia 46 tahun -

a victim of the universe’s cosmic indifference.

korban pengabaian kosmis semesta.

But his work has inspired numerous short stories, novels,

Namun karyanya menginspirasi banyak cerpen, novel,

tabletop games, and cultural icons.

permainan meja dan ikon budaya.

And as long as humans feel a sense of dread about our unknown future,

Dan selama manusia merasakan ketakutan tentang masa depan yang tidak diketahui,

Lovecraftian horror will have a place in the darkest corners of our imagination.

Horor Lovecraftian akan mempunyai tempat di sudut tergelap imajinasi kita.