The smallest solution to one of our biggest problems - Tierney Thys & Christian Sardet

Translator: Faradila Zuchrina Reviewer: aditya prayogi

At this very moment, almost everything around you is being eaten.

Pada detik ini, hampir segala yang ada di sekitarmu dilahap organisme tak kasat mata

Invisible to the naked eye, organisms called microbes swarm every surface.

bernama mikroba, yang mengerumuni tiap permukaan benda.

Hordes of bacteria, archaea, and fungi have evolved to produce powerful enzymes

Gerombolan bakteri, arkea, dan jamur berevolusi menghasilkan enzim yang kuat

that break down tough organic material into digestible nutrients.

dengan memecah bahan organik yang keras menjadi nutrisi yang mudah dicerna.

But there’s one particularly widespread type of material

Namun, ada sejenis material yang tersebar luas

that almost no microbes can biodegrade:

dan hampir tidak ada mikroba yang dapat mengurainya:

plastics.

plastik.

To make most plastics, molecules from oil, gas and coal are refined

Kebanyakan plastik terbuat dari molekul minyak bumi, gas, dan batu bara disuling

and turned into long, repeating chains called polymers.

lalu diubah menjadi rantai panjang berulang disebut polimer.

This process often requires temperatures above 100˚C, incredibly high pressure,

Proses ini kadang membutuhkan suhu di atas 100˚C, tekanan sangat tinggi,

and various chemical modifications.

dan berbagai modifikasi kimiawi.

The resulting man-made polymers are quite different

Polimer buatan manusia ini agak berbeda

from the polymers found in nature.

dengan polimer yang ditemukan di alam.

And since they’ve only been around since the 1950s,

Karena plastik baru dikenal sejak 1950-an, sebagian besar mikroba

most microbes haven’t had time to evolve enzymes to digest them.

belum punya waktu mengevolusikan enzimnya untuk mencernanya.

Making matters even more difficult,

Hal yang semakin menyulitkan adalah

breaking most plastics’ chemical bonds requires high temperatures

memutuskan sebagian besar ikatan kimia plastik

membutuhkan suhu yang tinggi sebanding dengan yang digunakan untuk membuatnya

comparable to those used to create them—

and such heat is deadly to most microbes.

—dan panas seperti itu mematikan bagi sebagian besar mikroba.

This means that most plastics never biologically degrade—

Artinya, sebagian besar plastik tidak pernah diuraikan secara biologis,

they just turn into countless, tiny, indigestible pieces.

hanya berubah menjadi serpihan kecil tak terhitung dan tak bisa dicerna.

And pieces from the most common plastics like Polyethylene, Polypropylene,

Serpihan dari plastik yang paling umum,

seperti polietilena, polipropilena, dan polietilena tereftalat,

and Polyester-terephthalate have been piling up for decades.

telah menumpuk selama puluhan tahun.

Each year humanity produces roughly 400 million more tons of plastic,

Setiap tahun manusia menghasilkan kira-kira lebih dari 400 juta ton plastik

80% of which is discarded as trash.

dan 80% di antaranya dibuang sebagai sampah.

Of that plastic waste, only 10% is recycled.

Dari sampah plastik tersebut, hanya 10% yang didaur ulang,

60% gets incinerated or goes into the landfills,

Sisanya, 60% dibakar atau dibawa ke tempat pembuangan sampah

and 30% leaks out into the environment

dan 30% tercemar ke lingkungan

where it will pollute natural ecosystems for centuries.

di mana sampah tersebut akan mengotori ekosistem alam selama berabad-abad.

An estimated 10 million tons of plastic waste end up in the ocean each year,

Diperkirakan 10 juta ton sampah plastik berakhir di laut setiap tahun

mostly in the form of microplastic fragments that pollute the food chain.

dan sebagian besarnya berbentuk fragmen mikroplastik

yang mencemari rantai makanan.

Fortunately, there are microbes that may be able

Untungnya, ada mikroba yang mungkin dapat mengurangi permasalahan ini.

to take a bite out of this growing problem.

In 2016, a team of Japanese researchers sampling sludge

Pada 2016, sekelompok peneliti Jepang

mengambil sampel lumpur dari pabrik daur ulang botol plastik

at a plastic-bottle recycling plant discovered

dan menemukan Ideonella sakaiensis 201-F6.

Ideonella sakaiensis 201-F6.

This never-before-identified bacterium contained two enzymes

Bakteri yang belum pernah diidentifikasi ini

mempunyai dua enzim yang dapat memecah polimer PET secara perlahan

capable of slowly breaking down PET polymers

at relatively low temperatures.

pada suhu yang agak rendah.

Researchers isolated the genes coding for these plastic-digesting enzymes,

Peneliti mengisolasi pengkodean gen untuk enzim pencerna plastik ini,

allowing other bioengineers to combine and improve the pair—

memungkinkan ahli bioteknologi lain

untuk menggabungkan dan meningkatkan pasangan—

creating super-enzymes that could break down PET up to 6 times faster.

membuat super-enzim yang bisa memecahkan PET hingga 6 kali lebih cepat.

Even with this boost,

Meski telah mendapat peningkatan, enzim yang tumbuh di laboratorium ini

these lab-grown enzymes still took weeks to degrade a thin film of PET,

masih membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk menurunkan lapisan tipis PET

and they operated best at temperatures below 40˚C.

dan mereka bekerja paling baik pada suhu di bawah 40˚C.

However, another group of scientists in Japan had been researching

Namun, kelompok ilmuwan lain di Jepang telah meneliti

bacterial enzymes adapted to high temperature environments

enzim bakteri yang telah beradaptasi untuk lingkungan bersuhu tinggi

like compost piles.

seperti tumpukan kompos.

And within one particularly warm pile of rotting leaves and branches,

Dalam salah satu tumpukan daun dan dahan yang membusuk nan hangat,

they found gene sequences for powerful degrading enzymes

mereka menemukan urutan gen pada enzim pengurai yang kuat

known as Leaf Branch Compost Cutinases.

yang dikenal sebagai Leaf Branch Compost Cutinase.

Using fast-growing microorganisms,

Dengan menggunakan mikroorganisme yang cepat berkembang,

other researchers were able to genetically engineer

peneliti lain dapat merekayasa genetika enzim ini secara massal.

high quantities of these enzymes.

They then enhanced and selected special variants of the Cutinases

Kemudian, mereka meningkatkan dan memilih varian khusus kutinase tersebut

that could degrade PET plastic in environments reaching 70˚C—

yang dapat menguraikan plastik PET pada lingkungan yang suhunya mencapai 70˚C

a high temperature that can weaken PET polymers and make them digestible.

—suhu tinggi yang bisa melemahkan polimer PET dan membuatnya dapat dicerna

With the help of these and other tiny diehards,

Dengan bantuan pejuang keras mungil ini,

the future of PET recycling looks promising.

masa depan daur ulang PET terlihat menjanjikan.

But PET is just one type of plastic.

Namun, PET hanyalah salah satu jenis plastik.

We still need ways to biologically degrade all the other types,

Kita masih memerlukan cara untuk mengurai jenis lain secara biologis,

including abundant PEs and PPs

termasuk PE dan PP yang berlimpah

which only begin breaking down at temperatures well above 130˚C.

—yang baru dapat dipecah pada suhu di atas 130˚C.

Researchers don’t currently know of any microbes or enzymes

Saat ini, para peneliti belum mengetahui

mikroba atau enzim yang cukup kuat untuk bertahan pada suhu tersebut.

tough enough to tolerate such temperatures.

So for now, the main way we deal with these plastics

Untuk sekarang, cara utama dalam menghadapi plastik-plastik ini

is through energy-intensive physical and chemical processes.

adalah dengan proses kimia dan fisika yang membutuhkan banyak energi.

Today only a small fraction of plasticwaste

Sekarang hanya pecahan sampah plastk kecil

can be biologically degraded by microbes.

yang dapat diuraikan secara biologis oleh mikroba.

Researchers are looking for more heat-tolerant plastivores

Para peneliti mencari lebih banyak lagi plastivora yang tahan panas

in the planet’s most hostile environments

di lingkungan yang paling keras di planet ini

and engineering better plastivorous enzymes in the lab.

dan merekayasa enzim plastivora lebih baik lagi di laboratorium.

But we can’t rely solely on these tiny helpers to clean up our enormous mess.

Akan tetapi, kita tidak boleh hanya mengandalkan penolong kecil ini

untuk menyelesaikan masalah besar kita.

We need to completely rethink our relationship with plastics,

Kita perlu memikirkan ulang hubungan kita dengan plastik,

make better use of existing plastics,

menggunakan plastik yang sudah ada dengan lebih baik,

and stopproducing more of the same.

dan menghentikan produksi barang yang sejenis lagi.

And we urgently need to design more environmentally friendly types of polymers

Selain itu, kita sangat perlu untuk mendesain

jenis polimer yang lebih ramah lingkungan

that our growing entourage of plastivores can easily break down.

sehingga kumpulan plastivora dapat memecahnya dengan mudah.