A Mysterious Design That Appears Across Millennia | Terry Moore | TED

Translator: Agus Ari Wibawa Reviewer: Nathaniel Luis Reyhan Soesilo

This is Roger Penrose.

Ini adalah Roger Penrose.

Certainly one of the great scientists of our time,

Tentunya salah satu ilmuwan masa kini yang paling hebat,

winner of the 2020 Nobel Prize in Physics

memenangkan Penghargaan Nobel di bidang Fisika pada tahun 2020

for his work reconciling black holes

atas karyanya yang menghubungkan lubang hitam

with Einstein's general theory of relativity.

dengan teori umum relativitas milik Einstein.

But back in the 1970s,

Namun pada tahun 1970-an,

Roger Penrose made a contribution to the world of mathematics

Roger Penrose berkontribusi kepada dunia matematika

and that part of mathematics known as tiling.

dan bagian dari ilmu matematika itu dikenal sebagai pengubinan.

You know, tiling, the process of putting tiles together

Pengubinan yaitu proses penyusunan ubin

so that they form a particular pattern.

hingga terbentuk pola tertentu.

The thing that was remarkable

Hal yang hebat

about the pattern that Roger Penrose developed

mengenai pola yang dikembangkan oleh Roger Penrose adalah:

is that by using only two shapes,

hanya dengan menggunakan dua bentuk,

he constructed a pattern that could be expanded infinitely in any direction

ia membangun pola yang bisa diperluas terus-menerus ke segala arah

without ever repeating.

tanpa pernah mengulang.

Much like the number pi has a decimal that isn’t random,

Layaknya angka pi yang memiliki nilai desimal yang tidak acak,

but it will go on forever without repeating.

tetapi akan terus berlanjut selamanya tanpa mengalami pengulangan.

In mathematics, this is a property known as aperiodicity

Dalam matematika, ini dikenal sebagai aperiodisitas

and the notion of an aperiodic tile set using only two tiles was such a sensation,

dan gagasan mengenai kumpulan ubin aperiodik menjadi sensasi

it was given the name Penrose tiling.

sehingga diberi nama pengubinan Penrose.

Here's Roger Penrose,

Inilah Roger Penrose,

now Sir Roger Penrose,

sekarang bergelar Sir Roger Penrose,

standing on a field of Penrose tiles.

berdiri di atas ubin Penrose.

Then in 2007, this man, Peter Lu,

Lalu, pada tahun 2007, Peter Lu,

who was then a graduate student in physics at Princeton,

yang saat itu mahasiswa pascasarjana jurusan fisika di Princeton,

while on vacation with his cousin in Uzbekistan,

saat sedang berlibur bersama sepupunya di Uzbekistan,

discovered this pattern on a 14th century madrassa.

menemukan pola ini pada bangunan madrasah dari abad ke-14.

And after some analysis,

Dan setelah dianalisis,

concluded that this was, in fact, Penrose tiling

disimpulkan bahwa ini memang pengubinan Penrose

500 years before Penrose.

yang sudah ada 500 tahun sebelum Penrose.

(Laughter)

(Tawa)

That information took the scientific world by storm

Informasi tersebut mengguncang dunia ilmiah

and prompted headlines everywhere,

dan menjadi pokok berita di mana-mana,

including “Discover” magazine,

termasuk di majalah “Discover,”

which proclaimed this the 59th most important scientific discovery

yang menyatakan bahwa ini merupakan penemuan ilmiah terpenting ke-59

of the year 2007.

pada tahun 2007.

So now we've heard about this amazing pattern

Sekarang kita sudah mengetahui pola yang menakjubkan ini

from the point of view of mathematics

dari sudut pandang matematika,

and from physics and now art and archeology.

fisika, lalu seni dan arkeologi.

So that leads us to the question

Ini menuntun kita pada pertanyaan:

what was there about this pattern

ada apa dengan pola

that this ancient culture found so important

yang dianggap penting oleh kebudayaan kuno ini

that they put it on their most important building?

sehingga digunakan di bangunan mereka yang paling penting?

So for that,

Untuk itu,

we look to the world of anthropology and ask the question,

kita beralih ke dunia antropologi dan bertanya:

What was the worldview of the culture that made this?

apakah sudut pandang milik peradaban yang membuat ini?

And this is what we learn.

Dan inilah yang kita pelajari.

This pattern is life.

Pola ini adalah kehidupan.

And as you can see, life's complicated.

Seperti yang Anda lihat, hidup itu rumit.

It's complicated.

Rumit.

But not only is life complicated,

Namun hidup bukan hanya rumit,

life is also aperiodic in the sense that every event, every happening,

tetapi juga aperiodik dalam arti bahwa setiap peristiwa, setiap kejadian,

every decision will make the future unfold differently,

setiap keputusan akan menghasilkan masa depan yang berbeda,

often in ways that are impossible to predict.

seringkali dengan cara yang mustahil bisa diprediksi.

Yet, in spite of the complexity

Namun, terlepas dari kerumitan

and in spite of a future that's impossible to predict,

dan masa depan yang mustahil diprediksi,

there remains an underlying unity that holds everything together

masih ada kesatuan mendasar yang menopang semuanya

and gives rise to everything.

dan menghasilkan segalanya.

Let's see how that works in a design

Mari kita lihat cara kerjanya dalam desain

much like the one Peter Lu found in Uzbekistan.

seperti yang ditemukan oleh Peter Lu di Uzbekistan.

This is that design.

Inilah desain tersebut.

Now, it turns out this is actually based on this set of Penrose tiles,

Ternyata ini benar-benar sesuai dengan pengubinan Penrose yang ini,

which are reducible to these shapes.

yang dapat disederhanakan menjadi bentuk-bentuk ini.

And in order to draw these shapes,

Dan untuk menggambar bentuk-bentuk ini,

the medieval craftsmen who did this

perajin abad pertengahan yang mengerjakan ini

would have done them by using these construction lines.

melakukannya dengan menggunakan garis-garis konstruksi ini.

And I add here

Sebagai tambahan,

that the construction lines don't appear in the final work.

garis-garis konstruksi tersebut tidak tampak di hasil akhirnya.

But if we add them back, we have this.

Namun jika kita menambahkannya, beginilah bentuknya.

And now if we weave them together, we will have this.

Dan jika kita jalin mereka, maka beginilah bentuknya.

And now if we hide the tiles

Dan sekarang, jika kita hilangkan ubinnya

and just look at the construction lines,

dan hanya lihat garis-garis konstruksinya saja,

we see this.

maka ini yang kita lihat.

Clearly there's an underlying structure and unity

Tentunya ada sebuah struktur dan kesatuan yang mendasari

to things that seem to be complex and aperiodic.

hal yang terlihat rumit dan aperiodik.

This notion of a hidden underlying unity was common throughout the ancient world,

Gagasan mengenai kesatuan yang mendasari merupakan hal yang lumrah di dunia kuno,

and one sees it in Egypt,

seperti yang ada di Mesir,

in Greece,

di Yunani,

in Australia,

di Australia,

in Mesoamerica,

di Mesoamerika,

in North America,

di Amerika Utara,

in Europe

di Eropa,

and in the Middle East.

dan di Timur Tengah.

Now in the modern West, we might call this underlying unity “God,”

Sekarang di dunia barat yang modern, kita mungkin menyebut itu sebagai “Tuhan,“

but throughout the ages,

tapi di sepanjang zaman,

other terms have been used to describe the same thing.

istilah lain telah digunakan untuk mendeskripsikan hal yang sama.

This is what Plato called “first cause.”

Plato menyebutnya sebagai “sebab pertama.”

In the medieval period,

Di abad pertengahan,

philosopher Spinoza called this the “singular substance.”

filsuf Spinoza menyebutnya sebagai “substansi tunggal.”

In the 20th century,

Di abad ke-20,

a number of terms were coined to describe this,

beberapa istilah diciptakan untuk mendeskripsikan ini,

one of my favorites being from philosopher Alfred North Whitehead,

salah satu kesukaan saya dari filsuf Alfred North Whitehead,

who called this the “undifferentiated aesthetic continuum.”

yang menyebutnya sebagai “kontinum estetika yang tak terpisahkan.”

Doesn't that have a 20th century sound to it?

Bukankah itu terdengar seperti sesuatu dari abad ke-20?

But for me, a lover of science that I am,

Namun bagi saya, sebagai seorang pencinta sains,

I will take the term coined by the great 20th century physicist David Bohm,

saya akan pilih istilah yang dibuat oleh David Bohm, fisikawan hebat abad ke-20,

who called this the “implicate order.”

yang menyebut ini sebagai “tatanan implisit.”

So what's the takeaway here?

Jadi, apa yang bisa diambil dari sini?

Very simply, this.

Sangat sederhana.

When we see these wonderful designs

Ketika kita melihat desain menakjubkan

created by cultures that are separated from our own

yang dibuat oleh peradaban yang terpisah dari kita

by thousands of miles or thousands of years,

oleh jarak ribuan mil atau ribuan tahun,

we can know these aren't decorations.

kita bisa tahu bahwa ini bukanlah dekorasi.

These are statements about the fundamental values that culture had,

Ini merupakan pernyataan mengenai nilai mendasar milik peradaban tersebut,

what they found important, how they saw themselves,

apa yang mereka anggap penting, bagaimana mereka melihat diri mereka,

the world and themselves in the world.

dunia, dan tempat mereka di dunia ini.

It has been said that architecture is a book written in stone.

Bisa dikatakan bahwa arsitektur adalah sebuah buku yang ditulis di atas batu.

So when we see these amazing designs, we can know they're not decorations.

Jadi, saat kita lihat desain yang indah, kita bisa tahu itu bukanlah dekorasi.

They're a statement.

Itu adalah pernyataan.

They're a message.

Sebuah pesan.

Look, listen.

Lihat, dengarkan.

You can hear their voices.

Anda bisa mendengar suara mereka.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)