How statistics can be misleading - Mark Liddell

Translator: Hafizh Alfarisi Reviewer: Reno Kanti Riananda

Statistics are persuasive.

Statistik begitu memikat,

hingga orang, lembaga, dan seluruh negara

So much so that people, organizations, and whole countries

base some of their most important decisions on organized data.

menyandarkan keputusan pentingnya pada data terstruktur.

But there's a problem with that.

Namun, ada masalah di situ.

Any set of statistics might have something lurking inside it,

Kumpulan statistik bisa menyembunyikan sesuatu di dalamnya.

something that can turn the results completely upside down.

Sesuatu yang dapat membalikkan hasil sepenuhnya.

For example, imagine you need to choose between two hospitals

Misalnya, bayangkan kau perlu memilih

antara dua rumah sakit untuk operasi seorang kerabat lansia.

for an elderly relative's surgery.

Out of each hospital's last 1000 patient's,

Dari 1.000 pasien terakhir di tiap rumah sakit,

900 survived at Hospital A,

900 selamat di Rumah Sakit A,

while only 800 survived at Hospital B.

sedangkan hanya 800 yang selamat di Rumah Sakit B.

Rumah Sakit A terlihat sebagai pilihan tepat.

So it looks like Hospital A is the better choice.

Tapi sebelum membuat keputusan, ingatlah bahwa tidak semua pasien

But before you make your decision,

remember that not all patients arrive at the hospital

tiba di rumah sakit dengan kondisi kesehatan yang sama.

with the same level of health.

And if we divide each hospital's last 1000 patients

Bila 1.000 pasien terakhir dari tiap rumah sakit dibagi

into those who arrived in good health and those who arrived in poor health,

menjadi pasien yang masuk dengan kondisi baik dan buruk,

the picture starts to look very different.

gambarannya menjadi sangat berbeda.

Hospital A had only 100 patients who arrived in poor health,

Rumah Sakit A cuma punya 100 pasien yang tiba dengan kondisi buruk

of which 30 survived.

dan 30 pasiennya selamat.

But Hospital B had 400, and they were able to save 210.

Tapi Rumah Sakit B punya 400 pasien dan bisa menyelamatkan 210 pasien.

So Hospital B is the better choice

Rumah Sakit B jadi pilihan terbaik

for patients who arrive at hospital in poor health,

untuk pasien yang tiba dalam kondisi buruk,

with a survival rate of 52.5%.

dengan tingkat selamat 52,5%.

And what if your relative's health is good when she arrives at the hospital?

Apa jadinya bila kondisi kerabatmu baik saat tiba di rumah sakit?

Strangely enough, Hospital B is still the better choice,

Ajaibnya, Rumah Sakit B masih jadi pilihan terbaik

with a survival rate of over 98%.

dengan tingkat selamat di atas 98%.

So how can Hospital A have a better overall survival rate

Mengapa total tingkat selamat di Rumah Sakit A lebih baik

if Hospital B has better survival rates for patients in each of the two groups?

jika Rumah Sakit B punya tingkat selamat lebih baik di dua kelompok pasien?

What we've stumbled upon is a case of Simpson's paradox,

Yang kita temui ini adalah kasus paradoks Simpson

where the same set of data can appear to show opposite trends

di mana kumpulan data yang sama menunjukkan kecenderungan berlainan

depending on how it's grouped.

tergantung dari cara pengumpulannya.

This often occurs when aggregated data hides a conditional variable,

Hal ini terjadi saat data terkumpul menyembunyikan variabel bersyarat,

sometimes known as a lurking variable,

kadang dikenal sebagai variabel tersembunyi,

which is a hidden additional factor that significantly influences results.

Variabel ini menutupi faktor tambahan yang sangat memengaruhi hasil.

Here, the hidden factor is the relative proportion of patients

Di sini, faktor tersembunyinya adalah pembagian tak tentu dari pasien

who arrive in good or poor health.

yang tiba dalam kondisi baik atau buruk.

Paradoks Simpson bukan hanya kerangka hipotesis.

Simpson's paradox isn't just a hypothetical scenario.

It pops up from time to time in the real world,

Paradoks ini sesekali muncul di dunia nyata,

sometimes in important contexts.

kadang dalam konteks penting.

One study in the UK appeared to show

Studi di Inggris Raya menunjukkan

that smokers had a higher survival rate than nonsmokers

bila tingkat kelangsungan hidup perokok lebih tinggi dari nonperokok

over a twenty-year time period.

sekitar lebih 20 tahun.

That is, until dividing the participants by age group

Sampai akhirnya peserta dibagi berdasarkan umur.

showed that the nonsmokers were significantly older on average,

Ternyata rata-rata nonperokok lebih tua

and thus, more likely to die during the trial period,

dan karenanya, lebih mungkin wafat selama masa pengujian.

precisely because they were living longer in general.

Justru sebenarnya, mereka hidup lebih lama.

Here, the age groups are the lurking variable,

Di sini, kelompok usia menjadi variabel tersembunyi

and are vital to correctly interpret the data.

dan sangat penting untuk menjelaskan data dengan benar.

In another example,

Pada contoh lainnya, analisis kasus hukuman mati di Florida

an analysis of Florida's death penalty cases

seemed to reveal no racial disparity in sentencing

mengungkap tak adanya perbedaan ras dalam vonis

between black and white defendants convicted of murder.

antara terdakwa kulit hitam dan putih yang dihukum atas pembunuhan.

But dividing the cases by the race of the victim told a different story.

Namun, pembagian kasus sesuai ras korban mengungkap hal berbeda.

In either situation,

Tak peduli ras korbannya,

black defendants were more likely to be sentenced to death.

terdakwa kulit hitam lebih mungkin dihukum mati.

The slightly higher overall sentencing rate for white defendants

Total tingkat hukuman sedikit lebih tinggi bagi terdakwa kulit putih

was due to the fact that cases with white victims

karena kasus mereka terhadap korban kulit putih

were more likely to elicit a death sentence

lebih mungkin diganjar hukuman mati ketimbang jika korbannya kulit hitam.

than cases where the victim was black,

Dan kebanyakan pembunuhan terjadi antara orang dengan ras yang sama.

and most murders occurred between people of the same race.

So how do we avoid falling for the paradox?

Jadi, bagaimana cara menghindari jebakan paradoks ini?

Unfortunately, there's no one-size-fits-all answer.

Sayangnya, tidak ada jawaban pasti.

Data can be grouped and divided in any number of ways,

Data bisa dikelompokkan dan dibagi dalam berbagai cara.

and overall numbers may sometimes give a more accurate picture

Keseluruhan angka kadang memberi gambaran tepat

than data divided into misleading or arbitrary categories.

daripada data yang dibagi ke kategori yang menyesatkan atau secara acak.

All we can do is carefully study the actual situations the statistics describe

Kita hanya bisa lebih teliti mengamati kondisi sebenarnya dari gambaran statistik

and consider whether lurking variables may be present.

dan meninjau apakah variabel tersembunyi ada di dalamnya.

Otherwise, we leave ourselves vulnerable to those who would use data

Jika tidak, kita membiarkan diri terhasut oleh mereka yang memakai data

to manipulate others and promote their own agendas.

untuk mengelabui orang-orang dan menyebarkan kepentingan mereka.