The Boltzmann brain paradox - Fabio Pacucci

Translator: Vanessa Lee Reviewer: Karina Prabowo

How do you know you’re a person who has lived your life,

Bagaimana kamu tahu bahwa kamu adalah manusia yang hidup,

rather than a just-formed brain full of artificial memories,

dan bukan hanya otak yang baru dibentuk yang penuh dengan memori buatan,

momentarily hallucinating a reality that doesn't actually exist?

yang sedang berhalusinasi sebuah realita yang sebenarnya tidak nyata?

That may sound absurd,

Mungkin itu terdengar aneh,

but it’s kept several generations of top cosmologists up at night.

tapi hal ini membuat beberapa generasi kosmolog terbaik tidak bisa tidur.

They call it the Boltzmann brain paradox.

Mereka menyebutnya paradoks otak Boltzmann.

Its namesake, Ludwig Boltzmann, was a 19th century physicist

Namanya diambil dari Ludwig Boltzmann, seorang fisikawan abad 19

operating in a period when scientists were passionately debating

yang bekerja selama periode ketika para ilmuwan berdebat dengan semangat

whether the universe had existed for an infinite or finite time.

tentang apakah alam semesta sudah ada dalam waktu tak terbatas atau terbatas.

Boltzmann’s main claim to fame was revolutionizing thermodynamics,

Klaim pertama Boltzmann yang jadi terkenal adalah ‘merevolusi termodinamika’,

the branch of physics that studies energy.

cabang ilmu fisika yang menelaah energi.

He put forward a new interpretation of entropy,

Ia mengemukakan interpretasi baru tentang entropi,

which is a measure of the disorder of a system.

yakni suatu besaran dari ketidakberaturan sebuah sistem.

A glass is an ordered system, whereas a shattered glass is disordered.

Gelas adalah sistem beraturan, sedangkan pecahannya adalah sistem tak beraturan.

The second law of thermodynamics states that closed systems tend towards disorder:

Hukum termodinamika ke-2 menyatakan sistem tertutup cenderung menuju ketakberaturan:

you won’t see a shattered glass return to its pristine state.

kamu tidak akan melihat pecahan kaca kembali pada keadaan utuhnya.

Boltzmann’s insight was applying statistical reasoning to this behavior.

Pendapat Boltzmann menerapkan penalaran statistik untuk perilaku ini.

He found that a system evolves to a more disordered state because it’s more likely.

Ia menemukan sistem berevolusi menjadi tak beratur karena itu lebih mungkin terjadi.

However, the opposite direction isn’t impossible,

Meski demikian, evolusi ke arah sebaliknya masih mungkin terjadi.

just so unlikely that we’ll never witness things like scrambled eggs turning raw.

Namun, menyaksikan hal bak telur orak-arik berubah jadi mentah tidak mungkin terjadi.

But if the universe exists over an infinitely long time,

Namun, jika alam semesta telah ada lebih dari waktu yang tak terbatas,

extremely unlikely events will happen,

kejadian yang sangat tidak mungkin terjadi, akan terjadi,

including complex things forming out of random combinations of particles.

termasuk hal kompleks yang terbentuk dari kombinasi acak partikel.

So what does that look like in a hypothetical infinitely old universe?

Jadi, seperti apa hal itu di alam semesta yang diperkirakan tak terhingga tuanya?

In this unremarkable stretch of near-nothingness,

Dalam bentangan biasa-biasa saja ini dari hampir ketiadaan,

about eight octillion atoms randomly come together to form a replica

sekitar delapan oktaliun atom secara acak bersatu untuk membentuk sebuah replika

of the Thinker made of pasta.

dari pemikir yang terbuat dari pasta.

It instantly dissolves.

Hal itu seketika menghilang.

Over here, these particles suddenly form something like a brain.

Di sini, partikel-partikel itu tiba-tiba membentuk sesuatu seperti otak.

It’s filled with false memories of a lifetime up to the present moment,

Otak itu dipenuhi dengan memori palsu yang terjadi seumur hidup hingga saat ini,

when it perceives a video saying these very words,

ketika otak itu melihat video mengatakan kata-kata ini,

before decaying.

sebelum menghilang.

And finally, by random fluctuations, all the particles in the cosmos

Dan akhirnya, dengan fluktuasi acak, semua partikel di kosmos

concentrate in a single point,

berpusat pada satu titik,

and an entire new universe spontaneously bursts into existence.

dan sebuah alam semesta baru serta-merta hadir.

Of those last two, which is more likely?

Dari kedua hal tersebut, yang mana yang lebih mungkin terjadi?

The brain, by far—

Otak, sejauh ini—

despite all its complexity, it’s a blip compared to an entire universe.

terlepas dari semua kekompleksitasannya, adalah hal kecil dibanding alam semesta.

Every one universe produced by random fluctuations has equivalent odds

Setiap alam semesta dihasilkan dari fluktuasi acak memiliki peluang setara

to heaps upon heaps of insta-brains.

untuk menumpuk otak-otak instan.

So by this reasoning, it seems extremely more likely

Jadi dengan alasan ini, tampaknya sangat mungkin

that everything you believe to exist is actually a brief illusion,

bahwa apa yang kamu yakini ada sebenarnya hanyalah ilusi singkat,

soon to be extinguished.

yang akan segera menghilang.

Boltzmann didn’t get quite that far in his thinking;

Botlzmann tidak berpikir sampai sejauh itu;

the brains themselves were introduced by later cosmologists building on his work.

otak sendiri diperkenalkan oleh kosmolog berdasarkan pemikirannya.

But they, like just about everyone else,

Tapi mereka, seperti orang-orang lainnya,

were pretty sure that they themselves weren't just ephemeral brains.

sangat yakin bahwa mereka sendiri bukanlah otak yang ada sesaat saja.

So the paradox was: how could they be correct and the universe be eternal?

Jadi paradoksnya adalah: bagaimana mereka bisa benar dan alam semesta itu abadi?

The resolution is something most take for granted today:

Resolusi itu adalah sesuatu yang paling diterima begitu saja saat ini;

that our universe has not existed forever,

dalam semesta kita belum ada sejak lama,

but rather time and space started with a Big Bang.

namun waktu dan ruang ada setelah peristiwa Big Bang terjadi.

So that’s the paradox over and done with, right?

Jadi, selesai. Begitulah paradoks itu berakhir kan?

Well, maybe not.

Yah, mungkin tidak.

In the last century, scientists have found evidence supporting the theory

Pada abad terakhir, peneliti menemukan bukti yang mendukung teori

of the Big Bang everywhere we look.

Big Bang di mana pun kita melihatnya.

Yet while we know that the Big Bang happened,

Meskipun kita tahu bahwa peristiwa Big Bang terjadi,

no one knows what, if anything, preceded and caused it.

tidak ada yang tahu apa, jika ada, yang mendahului dan menyebabkannya.

Why did the universe begin in such an extremely ordered, and unlikely, state?

Mengapa alam semesta ada dengan keadaan yang sangat teratur dan tidak mungkin?

Is our universe in an unending cycle of creation and collapse?

Apakah alam semesta kita ada pada siklus penciptaan dan kehancuran tiada akhir?

Or might we be in one of many universes expanding within a multiverse?

Atau apakah kita ada di satu dari banyak alam yang berkembang di multisemesta?

In this context, Boltzmann’s paradox has found renewed interest

Dalam konteks ini, paradoks Boltzmann menemukan persoalan yang diperbarui

by contemporary cosmologists.

oleh kosmolog kontemporer.

Some argue that leading models for where the universe came from

Beberapa beranggapan bahwa model terkemuka dari mana alam semesta berasal

still imply that Boltzmann brains are more likely than human brains,

masih menyiratkan bahwa otak Boltzmann lebih mungkin daripada otak manusia,

suggesting something’s amiss.

memberi kesan bahwa ada kekeliruan.

Others counter that slight modifications of the cosmological models

Yang lain beranggapan bahwa sedikit modifikasi pada model-model kosmolog

would avoid the problem,

dapat menghindari masalah,

or that Boltzmann’s brains can’t actually physically form.

atau otak Boltzmann tidak bisa dibentuk secara fisik.

Some researchers even attempted to calculate the probability

Beberapa peneliti bahkan mencoba untuk menghitung peluang akan

of a brain popping out of random quantum fluctuations

otak yang muncul dari fluktuasi kuantum acak

long enough to think a single thought.

cukup lama untuk mencapai satu kesimpulan.

They got this incredible number

Mereka mendapatkan jumlah luar biasa

whose denominator is 10 to a number about a septillion times larger

yang penyebutnya adalah 10 sampai jumlah yang sekitar satu juta kali lebih besar

than the number of stars in the universe.

daripada jumlah bintang di alam semesta.

The Boltzmann brain paradox, despite its absurdity,

Paradoks otak Boltzmann, terlepas dari ketidakmasukakalannya,

is useful because it creates a bar that models have to rise to.

bermanfaat karena hal itu membuat batas yang harus dicapai oleh model.

If, compared to numbers like this one,

Jika, dibandingkan angka seperti ini,

the current state of the universe is exceedingly unlikely,

keadaan alam semesta saat ini sangat tidak mungkin,

something in the model is almost certainly wrong.

sesuatu pada model tersebut hampir pasti salah.

Unless you’re the one who is wrong...

Kecuali kamu sendiri yang salah...