How close are we to uploading our minds? - Michael S.A. Graziano

Translator: Klaudia Olesiak Reviewer: Andi Tenri Wahyuni

Imagine a future where nobody dies—

Bayangkan masa depan di mana tidak ada yang mati -

instead, our minds are uploaded to a digital world.

sebaliknya, pikiran kita diunggah ke dunia digital.

They might live on in a realistic, simulated environment with avatar bodies,

Pikiran kita mungkin hidup di lingkungan simulasi dengan tubuh avatar,

and could still call in and contribute to the biological world.

dan masih bisa berkomunikasi dan berkontribusi ke dunia biologis.

Mind uploading has powerful appeal—

Unggah pikiran memiliki daya tarik kuat —

but what would it actually take to scan a person’s brain and upload their mind?

tapi apa yang diperlukan untuk memindai otak seseorang dan mengunggah pikirannya?

The main challenges are scanning a brain in enough detail to capture the mind

Tantangan utama adalah memindai otak   secara terperinci untuk menangkap pikiran

and perfectly recreating that detail artificially.

dan membuat ulang detailnya  dengan sempurna secara artifisial.

But first, we have to know what to scan.

Tetapi pertama-tama, kita harus tahu apa yang dipindai.

The human brain contains about 86 billion neurons,

Otak manusia berisi  kira-kira 86 miliar neuron,

connected by at least a hundred trillion synapses.

dihubungkan oleh setidaknya   seratus triliun sinapsis.

The pattern of connectivity among the brain’s neurons,

Pola keterhubungan di antara neuron otak,

that is, all of the neurons and all their connections to each other,

yaitu, semua neuron dan koneksi mereka satu sama lain,

is called the connectome.

disebut konektom.

We haven’t yet mapped the connectome,

Kita belum memetakan konektom,

and there’s also a lot more to neural signaling.

dan masih ada lebih banyak lagi pensinyalan saraf.

There are hundreds, possibly thousands of different kinds of connections,

Ada ratusan, mungkin ribuan jenis koneksi,

or synapses.

atau sinapsis.

Each functions in a slightly different way.

Masing-masing berfungsi dengan cara  yang agak berbeda.

Some work faster, some slower.

Ada yang bekerja lebih cepat, ada lambat.

Some grow or shrink rapidly in the process of learning;

Beberapa tumbuh atau menyusut cepat  pada proses pembelajaran;

some are more stable over time.

beberapa lebih stabil dari waktu ke waktu.

And beyond the trillions of precise, 1-to-1 connections between neurons,

Dan selain triliunan koneksi berpasangan yang tepat antar-neuron,

some neurons also spray out neurotransmitters

beberapa neuron juga menyemprotkan  neurotransmiter

that affect many other neurons at once.

yang memengaruhi banyak neuron lainnya sekaligus.

All of these different kinds of interactions

Semua jenis interaksi yang berbeda ini

would need to be mapped in order to copy a person’s mind.

perlu dipetakan untuk   menyalin pikiran seseorang.

There are also a lot of influences on neural signaling

Juga terdapat banyak pengaruh pada  pensinyalan saraf

that are poorly understood or undiscovered.

yang kurang dipahami  atau belum ditemukan.

To name just one example,

Untuk menyebutkan satu contoh,

patterns of activity between neurons

pola aktivitas antara neuron

are likely influenced by a type of cell called glia.

kemungkinan dipengaruhi oleh jenis   sel yang disebut glia.

Glia surround neurons and, according to some scientists,

Glia mengelilingi neuron dan menurut beberapa ilmuwan,

may even outnumber them by as many as ten to one.

mungkin melebihi jumlah mereka   sebanyak sepuluh banding satu.

Glia were once thought to be purely for structural support,

Glia dulunya dianggap murni  untuk dukungan struktural,

and their functions are still poorly understood,

dan fungsinya masih  kurang dipahami,

but at least some of them can generate their own signals

tetapi setidaknya beberapa fungsinya dapat hasilkan sinyal sendiri

that influence information processing.

yang memengaruhi pemrosesan informasi.

Our understanding of the brain isn’t good enough to determine

Pemahaman kita tentang otak tidak cukup baik untuk menentukan

what we’d need to scan in order to replicate the mind,

apa yang perlu kita pindai untuk  mereplikasi pikiran,

but assuming our knowledge does advance to that point,

tetapi dengan asumsi pengetahuan kita   sudah maju ke titik itu,

how would we scan it?

bagaimana kita memindainya?

Currently, we can accurately scan a living human brain

Saat ini, kita bisa memindai   otak manusia hidup dengan akurat

with resolutions of about half a millimeter

dengan resolusi sekitar setengah   millimeter

using our best non-invasive scanning method, MRI.

menggunakan metode pemindai non-invasif   terbaik kita, MRI.

To detect a synapse, we’ll need to scan at a resolution of about a micron—

Untuk deteksi sinaps, kita perlu memindai  pada resolusi sekitar satu mikron —

a thousandth of a millimeter.

seperseribu milimeter.

To distinguish the kind of synapse and precisely how strong each synapse is,

Untuk membedakan jenis sinaps dan  seberapa kuat setiap sinaps,

we’ll need even better resolution.

kita akan memerlukan resolusi yang lebih baik.

MRI depends on powerful magnetic fields.

MRI bergantung pada medan magnet kuat.

Scanning at the resolution required

Memindai pada resolusi yang diperlukan

to determine the details of individual synapses

untuk menentukan detail  sinapsis individual

would requires a field strength high enough to cook a person’s tissues.

membutuhkan kekuatan medan yang bisa membakar jaringan seseorang

So this kind of leap in resolution

Jadi lompatan dalam resolusi ini

would require fundamentally new scanning technology.

akan membutuhkan teknologi pemindaian  yang secara fundamental baru.

It would be more feasible to scan a dead brain using an electron microscope,

Lebih layak jika memindai otak yang mati menggunakan mikroskop elektron,

but even that technology is nowhere near good enough–

tetapi bahkan teknologi itu masih belum cukup baik–

and requires killing the subject first.

dan perlu membunuh subjek terlebih dahulu.

Assuming we eventually understand the brain well enough to know what to scan

Dengan asumsi kita akhirnya memahami otak untuk tahu apa yang harus dipindai

and develop the technology to safely scan at that resolution,

dan mengembangkan teknologi untuk memindai resolusi itu dengan aman,

the next challenge would be to recreate that information digitally.

tantangan selanjutnya adalah membuat  ulang informasi itu secara digital.

The main obstacles to doing so are computing power and storage space,

Hambatan utama untuk melakukannya adalah  daya komputasi dan ruang penyimpanan,

both of which are improving every year.

yang keduanya meningkat setiap tahun.

We’re actually much closer to attaining this technological capacity

Kita sebenarnya jauh lebih dekat dalam mencapai kapasitas teknologi ini

than we are to understanding or scanning our own minds.

daripada memahami atau memindai  pikiran kita sendiri.

Artificial neural networks already run our internet search engines,

Jaringan saraf tiruan sudah menjalankan  mesin pencari internet kita,

digital assistants, self-driving cars, Wall Street trading algorithms,

asisten digital, mobil kemudi mandiri,  algoritma perdagangan Wall Street,

and smart phones.

dan ponsel cerdas.

Nobody has yet built an artificial network with 86 billion neurons,

Belum ada yang membangun jaringan buatan  dengan 86 miliar neuron,

but as computing technology improves,

tetapi seiring dengan kemajuan teknologi,

it may be possible to keep track of such massive data sets.

dimungkinkan untuk melacak  set data raksasa tersebut.

At every step in the scanning and uploading process,

Di setiap langkah proses pemindaian dan pengunggahan,

we’d have to be certain we were capturing all the necessary information accurately—

kita harus memastikan telah menangkap  informasi yang diperlukan secara akurat —

or there’s no telling what ruined version of a mind might emerge.

atau tidak diketahui versi pikiran rusak apa yang mungkin muncul.

While mind uploading is theoretically possible,

Meski pengunggahan pikiran   secara teoritis memungkinkan,

we’re likely hundreds of years away

kita masih ratusan tahun lagi

from the technology and scientific understanding

dari teknologi  dan pemahaman ilmiah

that would make it a reality.

yang akan menjadikannya nyata.

And that reality would come with ethical and philosophical considerations:

Dan realitas itu akan datang dengan pertimbangan etis dan filosofis:

who would have access to mind uploading?

siapa yang punya akses ke unggah pikiran?

What rights would be accorded to uploaded minds?

Hak apa yang akan diberikan kepada   pikiran yang diunggah?

How could this technology be abused?

Bagaimana teknologi ini bisa disalahgunakan?

Even if we can eventually upload our minds,

Bahkan jika kita akhirnya bisa mengunggah pikiran kita,

whether we should remains an open question.

apakah kita harus, itu tetap menjadi  pertanyaan terbuka.