Language around gender and identity evolves (and always has) | Archie Crowley

Transcriber:

Translator: Ika Wulandari Reviewer: Maria Nainggolan

I am a linguist.

Saya ahli bahasa.

Linguists study language.

Ahli bahasa mempelajari bahasa.

And we do this in a lot of different ways.

Dan kami mempelajarinya dengan berbagai cara.

Some linguists study how we pronounce certain sounds.

Sebagian mempelajari cara kita megucapkan suara tertentu.

Others look at how we build sentences.

Lainnya meninjau cara kita membuat kalimat.

And some study how language varies from place to place,

Atau mempelajari kenapa bahasa bisa bervariasi sesuai lokasi

just to name a few.

itu hanya sebagian.

But what I'm really interested in

Tapi yang membuat saya tertarik

is what people think and believe about language

adalah yang dipikirkan dan diyakini orang tentang bahasa

and how these beliefs affect the way we use it.

dan bagaimana keyakinan ini mempengaruhi pemakaiannya.

All of us have deeply held beliefs about language

Kita semua punya keyakinan kuat terhadap bahasa,

such as the belief that some languages are more beautiful than others

contohnya keyakinan bahwa beberapa bahasa lebih indah dari lainnya

or that some ways of using language are more correct.

atau suatu cara pemakaian bahasa lebih tepat.

And as most linguists know,

Dan yang kebanyakan ahli bahasa tahu,

these beliefs are often less about language itself

keyakinan ini seringnya bukan tentang bahasa itu sendiri

and more about what we believe about the social world around us.

dan lebih tentang apa yang kita yakini di lingkungan sosial sekeliling kita.

So I’m a linguist,

Jadi, saya ahli bahasa,

and I'm also a nonbinary person,

dan saya juga seorang nonbiner,

which means I don't identify as a man or a woman.

artinya saya tak mengidentifikasi diri sebagai laki-laki atau perempuan.

I also identify as a member of a broader transgender community.

Saya juga merasa menjadi bagian dari komunitas trans yang lebih luas.

When I first started getting connected to other transgender people,

Saat saya pertama kali mengenal transgender lain,

it was like learning a whole new language

rasanya seperti belajar sebuah bahasa baru

and the linguist part of me was really excited.

dan sisi ahli bahasa dalam diri saya sangat antusias.

There was a whole new way of talking about my relationship with myself

Ada cara yang baru untuk berbicara tentang hubungan saya dengan diri sendiri

and a new clear way to communicate that to other people.

dan sebuah cara yang jelas untuk mengkomunikasikan itu ke orang lain.

And then I started having conversations with my friends and family

Kemudian, saya memulai percakapan dengan teman dan keluarga

about what it meant for me to be trans and nonbinary,

tentang arti menjadi trans dan nonbiner,

what those words meant to me specifically,

apa arti spesifik kata-kata itu bagi saya,

and why I would use both of them.

dan kenapa saya memakai keduanya.

I also clarified the correct words they could use when referring to me.

Saya juga mengklarifikasi kata yang tepat dan bisa mereka pakai untuk merujuk saya.

For some of them, this meant some very specific changes.

Untuk sebagian, ini berarti beberapa perubahan spesifik.

For example, some of my friends

Contohnya, beberapa teman saya

who are used to talking about our friend group as “ladies” or “girls”

yang biasanya merujuk teman sekelompok sebagai “wanita” atau “cewek”

switched to nongendered terms like “friends” or “pals.”

diganti ke istilah non gender seperti “teman” atau “kawan”.

And my parents can now tell people that their three kids are their son,

Dan orang tua saya sekarang bisa bilang 3 anak mereka sebagai putra

their daughter and their child.

putri dan anak mereka.

And all of them would have to switch the pronouns they used to refer to me.

Dan mereka harus menggunakan sebutan yang dipakai untuk merujuk saya.

My correct pronouns are “they” and “them,”

Kata ganti saya yang tepat adalah “they” dan “them”,

also known as the singular they.

Dikenal juga sebagai “they” tunggal.

And these people love me,

Dan orang-orang ini menyayangi saya,

but many of them told me that some of these language changes

tapi banyak yang bilang bahwa beberapa perubahan bahasa ini

were too hard or too confusing

terlalu sulit dan membingungkan

or too ungrammatical for them to pick up.

atau tak sesuai aturan bahasa jadi sulit untuk ditangkap.

These responses led me to the focus of my research.

Tanggapan ini membawa saya ke fokus penelitian saya.

There are commonly held,

Ada kepercayaan umum tentang bahasa

yet harmful and incorrect beliefs about language

yang biasanya dipertahankan namun berbahaya dan tidak benar.

that for the people who hold these beliefs,

Bagi yang meyakini ini,

act as barriers to building and strengthening relationships

akan menghalanginya membangun dan menguatkan hubungan

with the transgender people in their families and communities,

dengan orang transgender di keluarga dan komunitas mereka,

even if they want to do so.

meskipun mereka ingin melakukannya.

Today, I'm going to walk you through some of these beliefs

Hari ini saya akan menjabarkan kepada Anda tentang keyakinan ini

in the hope that we can embrace creativity in our language

harapannya kita bisa merangkul kreatifitas dalam bahasa kita

and allow language to bring us closer together.

dan membuat bahasa semakin mengakrabkan kita.

You might see your own beliefs reflected in these experiences in some way,

Anda mungkin melihat keyakinan Anda direfleksikan dalam pengalaman ini,

but no matter what,

Tapi apa pun yang terjadi,

I hope that I can share with you some linguistic insights

saya ingin berbagi sedikit pengalaman wawasan linguistik

that you can put into your back pocket

yang bisa dimasukkan ke saku Anda

and take with you out into the world.

untuk dibawa kemana-mana.

And I just want to be super clear.

Dan saya ingin menegaskan.

This can be fun.

Ini mungkin menyenangkan.

Learning about language brings me joy,

Belajar tentang bahasa membuat saya senang,

and I hope that it can bring you more joy too.

dan saya harap ini dapat menyenangkan Anda juga

So do you remember how I said that for some of my friends and family

Jadi, apa Anda ingat saya bilang kalau bagi beberapa teman dan keluarga

learning how to use the singular they was really hard,

belajar cara menggunakan “they” tunggal sangatlah sulit.

and they said it was too confusing or too ungrammatical for them to pick up.

dan ini dinilai terlalu membingungkan dan terlalu tak sesuai aturan untuk ditangkap.

Well, this brings us to the first belief about language that people have.

Nah, ini membawa kita ke keyakinan orang yang pertama tentang bahasa.

Grammar rules don't change.

Aturan tata bahasa tidak berubah.

As a linguist, I see this belief a lot out in the world.

Sebagai ahli bahasa, saya sering melihat keyakinan ini.

A lot of language users believe that grammar just is what it is.

Banyak pengguna bahasa yakin kalau tata bahasa ya begitu.

When it comes to language,

Saat berbicara tentang bahasa,

what's grammatical is what matters.

yang terpenting sesuai tata bahasa.

You can't change it.

Kita tak bisa mengubahnya.

I want to tell you a story about English in the 1600s.

Saya ingin bercerita tentang Bahasa Inggris di tahun 1600an.

Back then, as you might imagine,

Dulu, seperti yang bisa Anda bayangkan,

people spoke differently than we do today.

cara orang berbicara sangat berbeda dengan sekarang.

In particular, they used "thou" when addressing a single other person,

Khususnya, pemakaian “thou” untuk menyebut orang kedua tunggal,

and "you" when addressing more than one other person,

dan “you” untuk lebih dari 1 orang kedua.

But for some complex historical reasons

Tapi karena suatu alasan historis kompleks

that we don't have time to get into today,

dan waktu kita tidak cukup untuk membahasnya,

so you'll just have to trust me as a linguist here,

jadi percayalah saya saja sebagai ahli bahasa,

but people started using "you" to address someone,

tapi orang-orang mulai memakai “you”

regardless of how many people they were talking to.

tak peduli berapa banyak orang yang diajak bicara.

And people had a lot to say about this.

Dan banyak orang menanggapi ini.

Take a look at what this guy, Thomas Elwood, had to say.

Mari lihat yang dikatakan seorang pria bernama Thomas Elwood.

He wrote,

Ia menulis,

"The corrupt and unsound form of speaking in the plural number

“Cara bicara bentuk jamak yang buruk dan tidak waras

to a single person,

kepada satu orang tunggal,

‘you’ to one instead of ‘thou,’

“You” untuk tunggal, alih-alih “thou”

contrary to the pure, plain and single language of truth,

berlawanan dengan bahasa kebenaran yang tunggal, gamblang dan murni,

‘thou’ to one and ‘you’ to more than one.”

“thou” untuk tunggal dan “you” untuk jamak.”

And he goes on.

Dan sebagainya.

Needless to say,

Tentu saja,

this change in pronouns was a big deal in the 1600s.

perubahan dalam kata ganti ini jadi masalah besar di tahun 1600an.

But actually, if you followed the debates about the singular they at all,

Tapi sebenarnya, kalau Anda mengikuti perdebatan tentang “they” tunggal,

these arguments might sound familiar to you.

argumen ini mungkin terdengar familiar.

They're not that far off from the bickering we hear

mereka tidak begitu jauh dari percekcokan

about the so-called grammaticality of pronouns

tentang yang disebut tata bahasa kata ganti

used to talk about trans and nonbinary people.

yang dipakai untuk transgender dan nonbiner.

One of the most common complaints about the singular they

Salah satu keluhan yang umum tentang “they” tunggal

is that if "they" is used to refer to people in the plural,

adalah kalau “they dipakai untuk kata ganti orang ketiga jamak,

it can't also be used to talk about people in the singular,

ini tidak bisa dipakai untuk bentuk kata ganti tunggal,

which is exactly what they said about “thou” and “you.”

yang sama persis seperti tanggapan mereka tentang “thou” dan “you”

But as we have seen, pronouns have changed.

Tapi seperti yang sudah kita lihat, kata ganti pernah berubah.

Our grammar rules do change

aturan tata bahasa kita bisa berubah

and for a lot of different reasons.

untuk berbagai alasan yang berbeda.

And we're living through one of these shifts right now.

Dan kita hidup di pergeseran semacam ini sekarang.

All living languages will continue to change,

Semua bahasa hidup akan terus berubah,

and the Thomas Elwoods of the world

dan semua Thomas Elwoods di dunia

will eventually have to get with the program

pada akhirnya harus mengikutinya

because hundreds of years later,

karena ratusan tahun kemudian,

it's considered right to use "you" when addressing another person.

menggunakan “you” dianggap benar untuk menyebut orang lain.

Not just allowable, but right.

Bukan hanya diperbolehkan, tapi benar.

The second belief about language that people have

Keyakinan kedua tentang bahasa yang umum

is that dictionaries provide official, unchanging definitions for words.

adalah kamus memberikan difinisi kata yang resmi dan tidak berubah.

When you were in school,

Waktu Anda masih sekolah,

did you ever start an essay with a sentence like,

apa Anda pernah mulai menulis essay dengan kalimat ini?

"The dictionary defines history as ..."

“Kamus mendefinisikan sejarah sebagai...”

Well, if you did, which dictionary were you talking about?

Nah, kalau pernah, kamus mana yang Anda maksud?

Was it the Oxford English Dictionary?

Apa itu Oxford English Dictionary?

Was it Merriam Webster?

Merriam Webster?

Was it Urban Dictionary?

Urban Dictionary?

Did you even have a particular dictionary in mind?

Apa Anda punya kamus tertentu dalam pikiran?

Which one of these is “the dictionary?”

Diantara itu, kamus yang mana?

Dictionaries are often thought of as the authority on language.

Kamus sering dianggap sebagai otoritas bahasa.

But dictionaries, in fact, are changing all the time.

Tapi kamus, sebenarnya, selalu berubah.

And here's where our minds are really blown.

Dan inilah titik dimana pikiran kita akan tercengang.

Dictionaries don't provide a single definition for words.

Kamus tidak memberikan satu definisi tunggal untuk kata-kata

Dictionaries are living documents

Kamus adalah dokumen hidup

that track how some people are using language.

yang melacak cara beberapa orang menggunakan bahasa.

Language doesn't originate in dictionaries.

Bahasa tidak berasal dari kamus.

Language originates with people

Bahasa berasal dari masyarakat

and dictionaries are the documents that chronicle that language use.

dan kamus adalah dokumen yang menceritakan pemakaian bahasa itu.

Here's one example.

Ini satu contoh.

We currently use the word "awful"

Kita sekarang memakai kata “awful”

to talk about something that is bad or gross.

untuk membicarakan tentang sesuatu yang buruk dan menjijikan.

But before the 19th century, "awful" meant just the opposite.

Tapi sebelum abad ke 19, “awful” berarti sebaliknya.

People used "awful" to talk about something

Orang-orang memakai “awful” untuk sesuatu

that was deserving of respect

yang layak dihormati

or full of awe.

atau penuh “awe” (kagum).

And in the mid-1900s,

Lalu dipertengahan 1900an,

"awesome" was the word that took up these positive meanings

“awesome” menjadi kata yang mengambil makna positif ini

and "awful" switched to the negative one we have today.

dan “awful” beralih ke makna negatif yang kita pakai sekarang.

And dictionaries over time reflected that.

Dan seiring berjalannya waktu, kamus merefleksikan itu.

This is just one example of how definitions and meanings

Ini hanya satu contoh bagaimana definisi dan makna

have changed over time.

berubah terus-menerus.

And to keep up with it, how dictionaries are updated all the time.

Dan untuk mengikuti ini, bagaimana kamus selalu diperbarui.

So I hope you're starting to feel a little more comfortable

Jadi, saya harap Anda mulai merasa sedikit lebih nyaman.

with the idea of changing language.

dengan gagasan bahwa bahasa selalu berubah.

But of course, I'm not just talking about language in general.

Tapi tentunya, saya tidak hanya membicarakan bahasa secara umum.

I'm talking about language as it is impactful for trans people.

Saya membahas bahasa karena ini berdampak bagi transgender.

And pronouns are only one part of language,

Dan kata ganti hanya satu bagian dari bahasa,

and they're only one part of language that's important for trans people.

dan inilah satu bagian terpenting bahasa bagi transgender.

Also important are the identity terms

Yang penting juga adalah istilah identitas

that trans people use to talk about ourselves,

yang dipakai untuk membicarakan diri kami sendiri,

such as trans man, trans woman, nonbinary or gender queer.

seperti priawan, transpuan, nonbiner atau gender queer.

And some of these words have been documented in dictionaries

Beberapa kata ini telah didokumentasikan dalam kamus

for decades now

sudah selama puluhan tahun

and others are still being added year after year.

dan lainnya masih terus ditambahkan tahun demi tahun.

And that's because dictionaries are working to keep up with us,

Ini karena kamus bekerja dengan mengikuti kita,

the people who are using language creatively.

orang-orang yang memakai bahasa dengan kreatif.

So at this point, you might be thinking,

Jadi, pada titik ini, Anda mungkin berpikir,

"But Archie, it seems like every trans person has a different word

“Tapi Archie, tapi sepertinya setiap transgender punya kata berbeda

they want me to use for them.

yang ingin mereka pakai untuk sebutan.

There are so many opportunities for me to mess up or to look ignorant

Banyak sekali kemungkinan untuk saya salah atau terlihat bodoh

or to hurt someone's feelings.

atau menyakiti perasaan seseorang.

What is something I can memorize

Apa yang bisa saya hafalkan

and reliably employ when talking to the trans people in my life?"

dan bisa selalu dipakai saat berbicara ke transgender yang saya temui?”

Well, that brings us to the third belief about language that people have.

Nah ini membawa kita ke keyakinan ketiga tentang bahasa yang dimiliki orang.

You can't just make up words.

Anda tidak bisa mengarang kata.

Folks, people do this all the time.

Teman, ini sering terjadi.

Here's one of my favorite examples.

Ini satu contoh favorit saya.

The "official" term for your mother's mother

Istilah “resmi” dari ibunya ibu

or your father's mother is grandmother.

atau ibunya bapak Anda adalah “grandmother”.

I recently polled my friends

Saya baru bertanya ke teman-teman

and asked them what they call their grandmothers.

tentang panggilan nenek mereka.

We don't get frustrated if your friend's grandma goes by Meemaw

Kita tidak frustrasi mendengar nenek teman Anda dipanggil “Meemaw”

and yours goes by Gigi.

lalu nenek Anda sendiri “Gigi”.

We just make rather short work of it

Kita hanya berpikir sebentar,

and memorize it and move on getting to know her.

menghafalkannya lalu lanjut mengenali beliau.

In fact, we might even celebrate her by gifting her with a sweatshirt

Bahkan, kita mungkin akan menyukainya dan menghadiahinya sebuah sweater

or an embroidered pillow that celebrates the name she has chosen for herself.

atau sebuah bantal bordir yang bertuliskan nama yang dia pilih sendiri.

And just like your Nana and your grandma,

Dan seperti halnya Nana dan nenek Anda,

trans people have every right to choose their own identifying language.

para transgender berhak memilih bahasa identifikasi mereka.

The process of determining self-identifying language

Proses menentukan bahasa identifikasi diri

is crucial for trans people.

penting untuk para transgender.

In my research,

Dalam riset saya,

many trans people have shared that finding new vocabulary

banyak transgender bercerita menemukan diksi baru

was an important part of understanding their own identities.

adalah sebuah bagian penting untuk memahami identitas mereka sediri.

As one person I interviewed put it,

Seperti yang dikatakan satu narasumber,

"Language is one of the most important personal things

“Bahasa adalah salah satu hal personal yang terpenting

because using different words to describe myself

karena memakai kata berbeda untuk diri sendiri

and then finding something that feels good, feels right,

dan menemukan sesuatu yang dirasa enak, terasa benar,

is a very introspective and important process.

adalah proses yang sangat introspektif dan penting.

With that process you can piece together,

Dengan proses tersebut, Anda dapat menyimpulkan,

with the language that you find out works best for you,

dengan bahasa yang menurut Anda adalah yang terbaik itu,

who am I?"

siapa saya?

Sometimes the words that feel good are already out there.

Terkadang kata-kata yang terasa enak sudah ada.

For me, the words trans and nonbinary just feel right.

Bagi saya, kata trans dan nonbiner terasa benar.

But sometimes the common lexicon doesn’t yet hold

Tapi terkadang leksikon umum belum mengakui

the words that a person needs to feel properly understood.

kata yang dibutuhkan seseorang untuk sepenuhnya dimengerti.

And it's necessary and exciting to get to create and redefine words

Penting dan menarik untuk menciptakan dan mendefinisikan ulang kata

that better reflect our experience of gender.

yang sesuai pengalaman gender kita dengan lebih baik.

So this is a very long answer, but, yes,

Jadi ini jawaban yang sangat panjang, tapi iya,

I'm absolutely going to give you a magic word,

saya akan memberi Anda sebuah kata ajaib,

something really easy you can memorize.

sesuatu yang mudah dan bisa dihafalkan.

And I want you to think of this word

Saya ingin Anda memikirkan kata ini

as the biggest piece of advice I could give you

sebagai nasehat terbesar yang bisa saya berikan.

if you don't know what words to use for the trans people in your life.

jika Anda tak tahu kata yang harus dipakai untuk orang trans yang Anda temui.

Ask.

Bertanyalah.

I might be a linguist and a trans person

Saya ahli bahasa dan transgender

and a linguist who works with trans people,

yang bekerja dengan para transgender,

but I'm no substitute for the actual trans people in your life

dan saya tidak bisa mewakili semua transgender yang Anda temui

when it comes to what words to use for them.

terkait kata yang ingin mereka pakai sebagai sebutan.

And you're more likely to hurt someone's feelings by not asking

Dan Anda lebih mungkin menyakiti perasaan seseorang dengan tak bertanya

or assuming

atau berasumsi daripada jika Anda bertanya.

than you are by asking.

And the words that a person uses might change.

Dan kata yang dipakai seseorang bisa berubah.

So just commit to asking and learning.

Jadi, berkomitmenlah untuk bertanya dan belajar.

Language is a powerful tool

Bahasa adalah alat yang kuat

for explaining and claiming our own identities

untuk menjelaskan dan mengklaim identitas kita sendiri

and for building relationships that affirm and support us.

dan untuk membangun relasi yang menguatkan dan mendukung kita

But language is just that, a tool.

Tapi bahasa hanyalah itu, alat.

Language works for us,

Bahasa bekerja untuk kita, bukan sebaliknya.

not the other way around.

All of us, transgender and cisgender

Kita semua, transgender dan cisgeder

can use language to understand ourselves

dapat memakai bahasa untuk memahami diri kita sendiri

and to respect those around us.

dan menghormati orang disekitar kita.

We're not bound by what words have meant before,

Kita tidak terikat dengan apa arti kata sebelumnya,

what order they might have come in

bagaimana urutannya sebelumnya,

or what rules we have been taught.

atau aturan yang sudah diajarkan pada kita.

We can consider the beliefs that we might have had

Kita bisa menganggap keyakinan yang mungkin sudah kita miliki

about how language works

tentang cara kerja bahasa

and recognize that language will continue to change.

dan mengakui bahwa bahasa akan terus berubah.

And we can creatively use language

Dan kita bisa menggunakan bahasa dengan kreatif

to build the identities and relationships that bring us joy.

untuk membangun identitas dan relasi yang membahagiakan.

And that's not just allowable.

Dan itu bukan saja diperbolehkan.

It's right.

Itu benar.

Believe me.

Percayalah.