Why there's no such thing as objective reality | Greg Anderson

Transcriber:

Translator: Ahmad Kholdun Ibnu Sholah Reviewer: Indah Setiawan

In the next few minutes,

Dalam beberapa menit ke depan,

I hope to change the way you think about the very nature of reality itself.

saya berharap bisa mengubah pemahaman Anda

tentang hakikat dari realita.

I'm not a physicist, and I'm not a philosopher.

Saya bukan seorang fisikawan dan saya bukan seorang filsuf.

I'm a historian.

Saya adalah seorang sejarawan.

And after studying the ancient Greeks and many other premodern peoples

Setelah mempelajari bangsa Yunani Kuno serta bangsa-bangsa pramodern lainnya

for more than 20 years as a professional,

selama lebih dari 20 tahun sebagai seorang profesional,

I've become convinced

saya menjadi yakin

that they all lived in real worlds very different from our own.

bahwa mereka hidup di dunia nyata yang sangat berbeda dengan dunia kita.

Now, of course, you and I here today,

Kini, tentu saja, Anda dan saya di sini hari ini,

we take it for granted

kita menerima begitu saja bahwa hanya ada satu kenyataan di luar sana --

that there's just one ultimate reality out there --

our reality,

kenyataan kita,

a fixed universal world of experience

dunia yang penuh dengan pengalaman universal pasti

ruled by timeless laws of science and nature.

yang diatur oleh hukum sains dan alam yang abadi.

But I want you to see things differently.

Namun, saya ingin Anda melihat dengan perspektif berbeda.

I want you to see that humans have always lived in a pluriverse

Saya ingin Anda memahami manusia selalu hidup di dalam alam semesta jamak

yang terdiri dari berbagai dunia,

of many different worlds,

not in a universe of just one.

bukan di dalam semesta tunggal saja.

Jika Anda mau memahami semesta jamak ini,

And if you're willing to see this pluriverse of many worlds,

it will fundamentally change, I hope,

saya harap itu akan mengubah dasar cara Anda memahami manusia di masa lalu

the way you think about the human past

and hopefully the present and the future as well.

dan semoga di masa sekarang dan di masa datang juga.

Now, let's get started by asking three basic questions

Sekarang, mari kita mulai dengan menanyakan tiga pertanyaan mendasar

about the contents of our reality,

tentang isi dari realitas kita,

the real world that you and I share right here, right now.

dunia nyata yang Anda dan saya tempati di sini, saat ini.

First of all:

Pertama-tama:

What is it that makes something real in our real world?

Apa yang membuat sesuatu nyata di dunia nyata kita?

Well, for us, real things are material things,

Bagi kita, hal nyata adalah benda material,

things made of matter that we can somehow see,

hal yang terbuat dari materi yang dengan cara tertentu bisa kita lihat,

like atoms, people, trees, mountains, planets ...

seperti atom, orang-orang, pepohonan, gunung-gunung, planet-planet ...

By the same token,

Dengan alasan yang sama,

benda tak terlihat, tak bermateri -- seperti dewa-dewa dan setan-setan,

invisible, immaterial things -- like gods and demons,

heavens and hells --

surga dan neraka --

these are considered unreal.

hal-hal tersebut dianggap tidak nyata.

They're simply beliefs,

Mereka hanya keyakinan,

subjective ideas that exist only in the realm of the mind.

ide-ide subjektif yang hanya ada dalam alam pikiran.

To be real,

Untuk menjadi nyata,

a thing must exist objectively,

suatu benda harus ada secara objektif,

dalam wujud materi yang dapat dilihat,

in some visible material form,

whether our minds can perceive it or not.

terlepas dari apakah pikiran kita bisa mempersepsikannya atau tidak.

Second: What are the most important things in our real world?

Kedua:

Hal apa yang paling penting di dunia nyata ini?

Answer: human things --

Jawabannya: hal-hal manusiawi --

people, cities, societies,

orang-orang, kota, masyarakat,

cultures, government, economies.

budaya, pemerintahan, perekonomian.

Why is this?

Mengapa demikian?

Well, because we humans think we're special.

Karena kita mengira kita istimewa.

We think we're the only creatures on the planet

Kita mengira hanya kita mahkluk di planet ini

who have things like language, reason, free will.

yang memiliki hal-hal, seperti bahasa, akal, kehendak.

By contrast, nonhuman things, to us, are just part of nature,

Sebaliknya, hal selain manusia, bagi kita hanyalah bagian dari alam,

a mere backdrop to human culture,

sekadar latar belakang bagi budaya manusia,

a mere environment of things that we feel entitled to use

sekadar lingkungan yang kita rasa berhak untuk memanfaatkannya

however we want.

semau kita.

And third:

Dan yang ketiga:

What does it mean to be a human in our real world?

Apa makna menjadi manusia di dunia nyata kita?

Artinya, menjadi seorang individu,

Well, it means being an individual,

a person who lives ultimately for oneself.

seseorang yang hidup seutuhnya untuk dirinya sendiri.

We think nature has made us this way,

Kita mengira hal itu alamiah,

giving each and every one of us all of the reason, the right,

memberikan kita masing-masing akal sehat,

hak, kebebasan, dan kepentingan diri sendiri

the freedom and the self-interest

to thrive and compete with other individuals

untuk maju dan bersaing dengan individu yang lain

for all of life's important resources.

demi segala hal yang penting dalam hidup.

But I'm suggesting to you that this real world of ours

Namun, saya mengatakan kepada Anda bahwa dunia nyata kita ini

is neither timeless nor universal.

tidaklah abadi atau pun universal.

It's just one of countless different real worlds

Dunia ini hanyalah satu dari banyaknya dunia nyata yang berbeda

that humans have experienced in history.

yang manusia alami sepanjang sejarah.

What, then, would another world look like?

Lalu, bagaimana dunia lain itu terlihat?

Well, let's look at one,

Mari kita lihat,

dunia nyata dari bangsa Athena klasik di Yunani kuno.

the real world of the classical Athenians in ancient Greece.

Now, of course, we usually know the Athenians as our cultural ancestors,

Sekarang, tentu, kita umumnya tahu bangsa Athena sebagai leluhur budaya kita,

pelopor dari tradisi Barat, filsafat, demokrasi, drama, dan lain sebagainya.

pioneers of our Western traditions, philosophy, democracy, drama

and so forth.

But their real world was nothing like our own.

Namun, dunia nyata mereka sama sekali berbeda dengan dunia kita

The real world of the Athenians was alive with things

Dunia nyata bagi bangsa Athena adalah hidup dengan hal-hal

that we would consider immaterial and thus unreal.

yang kita anggap tidak bermateri dan maka dari itu tidak nyata.

It pulsated with things like gods,

Dunia mereka dipenuhi dengan dewa-dewa,

spirits, nymphs, Fates,

arwah, peri, takdir, kutukan, sumpah, jiwa,

curses, oaths, souls

and all kinds of mysterious energies and magical forces.

dan segala jenis energi misterius dan kekuatan gaib.

Indeed the most important things in their real world

Memang, hal paling penting di dalam dunia mereka

were not humans at all, but gods.

sama sekali bukan manusia, melainkan dewa-dewa.

Why?

Mengapa?

Karena dewa-dewa luar biasa -- sungguh.

Because gods were awesome -- literally.

They controlled all the things that made life possible:

Mereka mengatur segala hal yang memungkinkan kehidupan:

sinar matahari, hujan, hasil panen,

sunshine, rainfall, crop harvests,

childbirth, personal health, family wealth,

kelahiran, kesehatan, kekayaan,

sea voyages, battlefield victories.

perjalanan laut, kemenangan perang.

There were over 200 gods in Athens,

Ada lebih dari 200 dewa di Athena

and they were not remote, detached divinities

dan mereka bukan dewa yang terpisah dan terpencil

watching over human affairs from afar.

yang mengawasi urusan manusia dari jauh.

They were really there, immediately there in experience,

Mereka benar-benar ada, hadir dalam pengalaman langsung,

living in temples,

tinggal di kuil-kuil,

attending sacrifices,

menghadiri pengorbanan,

mingling with the Athenians at their festivals, banquets and dances.

berbaur dengan masyarakat Athena di festival, perjamuan dan tarian mereka.

And in the real world of the Athenians, humans did not live apart from nature.

Dalam dunia nyata orang Athena, manusia tidak terpisah dari alam.

Their lives were dictated by the rhythms of the seasons

Hidup mereka ditentukan oleh ritme musim

and by the life cycles of crops and animals.

dan siklus kehidupan tanaman dan hewan.

Indeed the land of the Athenians itself

Bahkan, tanah dari orang Athena sendiri bukan hanya sekedar properti atau wilayah.

was not just a piece of property or territory.

It was a goddess, a living goddess

Tanah mereka adalah seorang dewi,

that had once given birth to the first Athenians

yang telah melahirkan orang Athena pertama

and had nurtured and cared for all of their descendants ever since,

dan telah memelihara dan merawat seluruh keturunannya sejak awal,

with her precious gifts of soils, water, stone and crops.

dengan segala pemberian berharganya, seperti tanah, air, batu dan tanaman.

Indeed, if anything should pollute her soils with unlawful bloodshed,

Bahkan, jika ada yang mengotori tanahnya dengan pertumpahan darah,

it had to be expelled immediately, beyond her boundaries,

dia harus segera diusir, keluar dari batasannya,

whether it was a man, an animal or just a fallen roof tile.

terlepas dari dia adalah manusia, hewan, atau hanya sekedar genting yang jatuh.

And in the real world of the Athenians, there were no individuals.

Di dunia nyata orang Athena, tidak ada individu.

All Athenians were inseparable from their families,

Seluruh orang Athena tidak bisa dipisahkan dari keluarganya,

and all Athenian families were expected to live together and work together

dan seluruh keluarga Athena diharapkan untuk hidup rukun dan gotong royong

as a single body, like cells of a living organism.

sebagai suatu badan yang utuh, seperti sel dalam mahkluk hidup.

They called this social body simply "demos," the people,

Mereka menyebut tatanan sosial ini hanya dengan “demos”, orang-orang,

and they called their way of life "demokratia,"

dan mereka menyebut tatanan hidup mereka “demokratia,”

but it was nothing like our modern democracy,

tetapi itu tidak sama dengan demokrasi modern kita,

because Athenians were not born to be individuals living for themselves.

karena orang Athena tidak terlahir untuk menjadi individu yang hidup mandiri.

They were born to serve and preserve the families and the social body

Mereka dilahirkan untuk mengabdi dan melestarikan keluarga dan masyarakat

that had given them life in the first place.

yang sejak awal telah menghidupi mereka.

In sum,

Singkatnya,

the whole Athenian way of being human was radically different from our own.

Seluruh cara bangsa Athena menjadi manusia sangatlah berbeda dengan kita.

Nature had programmed them to live as one, as a unitary social body,

Alam telah memprogram mereka untuk hidup bersama, sebagai kesatuan sosial,

and it had designed them expressly to coexist and collaborate

dan alam mendesain mereka dengan jelas untuk berdampingan dan berkolaborasi

with all manner of nonhuman beings,

dengan segala hal yang bukan manusia,

especially their 200 gods

khususnya 200 dewa-dewa mereka

and their divine earth mother.

dan ibu pertiwi mereka yang hebat.

Life in Athens was thus sustained by what we can call a "cosmic ecology,"

Kehidupan di Athena berlangsung dengan apa yang disebut ekologi kosmos,

a symbiotic ecology of gods, motherland and people.

Ekologi simbiosis antara dewa-dewa, ibu pertiwi, dan masyarakat.

Now, of course, to us today in our real world,

Tentu saja, bagi kita saat ini di dunia nyata kita ini,

we look at their real world and, well, it looks strange,

kita melihat dunia nyata mereka sebagai sesuatu yang aneh,

weird, bizarre, exotic and, of course, unreal.

janggal, ganjil, eksotis, dan, tentu, tidak nyata.

But it has many major things in common

Namun, dunia itu memiliki banyak kemiripan

with the real world experienced by numerous other premodern peoples,

dengan dunia nyata yang dialami oleh berbagai bangsa pramodern lainnya,

including, for example,

termasuk, sebagai contoh,

the ancient Egyptians,

bangsa Mesir kuno,

ancient Chinese

bangsa Tiongkok kuno,

and the peoples of precolonial Peru, Mexico,

dan orang-orang dari Peru prakolonial,

Mexico, India, Bali, Hawaii.

India, Bali, Hawaii.

In all of those premodern real worlds,

Dalam dunia-dunia pramodern tersebut,

gods controlled all of the conditions of existence.

dewa-dewa mengendalikan segala kondisi dari kehidupan.

Nonhumans were always expected to collaborate with humans

Dewa-dewa selalu diharapkan bisa bekerja sama dengan manusia

and vice versa.

dan juga sebaliknya.

And humans were expected to serve their communities,

Dan manusia diharapkan dapat berbakti pada masyarakat,

not to live for themselves as individuals.

bukan untuk hidup sendiri sebagai individu

Indeed, in the grand scheme of history,

Benar, dalam riwayat besar sejarah,

it's our real world, our reality, that is the great exception to the rule --

dunia kitalah, kenyataan kita, yang justru bertolak belakang dengan aturannya --

sebagai yang eksotis, yang janggal.

the exotic one, the strange one.

Only in our real world is reality itself a purely material order.

Hanya di dunia nyata kita dimana kenyataan hanyalah sekedar susunan materi.

Only in our real world are nonhumans always subordinate to humans.

Hanya di dunia nyata kita dimana selain manusia selalu lebih rendah dari manusia.

And only in our real world are humans born to be individuals.

Dan hanya di dunia nyata kita dimana manusia dilahirkan sebagai individu.

Why this uniqueness?

Mengapa demikian?

Well, because our real world was shaped and forged

Karena dunia kita dibentuk dan ditempa dalam lingkungan yang unik,

in a unique environment,

a historically unprecedented environment in early modern Europe,

lingkungan yang secara sejarah tidak terduga di masa Eropa awal,

with its scientific revolution, its enlightenment,

dengan revolusi ilmiah, masa pencerahan,

its novel, experimental, capitalist way of life.

dan cara hidupnya yang baru, kapitalis, dan eksperimental.

Yet, despite this uniqueness,

Namun, di luar segala keunikan tersebut,

kita menerima begitu saja bahwa realitas kitalah yang sejati,

we just take it for granted that our reality is the one true reality,

that all humans in history have lived in only our real world,

bahwa sepanjang sejarah umat manusia mereka hidup di dunia nyata seperti kita,

whether they knew it or not.

entah mereka sadar atau tidak.

And just think for a moment of the colossal arrogance

Dan coba renungkan sejenak segala arogansi yang besar

of this assumption.

dari asumsi tersebut.

Basically, we're saying, "We modern Westerners are right about reality,

Pada dasarnya, kita mengatakan,

“Kami bangsa Barat modern benar tentang realita,

and everybody else in all of history

dan seluruh orang sepanjang sejarah salah.”

is wrong."

Basically, we're saying that all of those extraordinary civilizations of the past

Pada dasarnya, kita mengatakan seluruh peradaban lampau yang luar biasa

were really just lucky accidents,

hanyalah kebetulan,

because they were all founded on nothing more

karena mereka tidak menemukan apapun,

than myths, illusions and false ideas about reality.

kecuali mitos, ilusi, dan ide-ide palsu mengenai realita.

Why are we so certain that we're right?

Mengapa kita begitu yakin kita benar?

Why do we just take it for granted that we know more?

Mengapa kita menerima begitu saja bahwa kita lebih tahu?

Why do we struggle to take seriously the real worlds of premodern peoples?

Mengapa kita kesulitan menerima dunia masyarakat pramodern?

Well, because we think our modern sciences

Karena kita mengira sains modern kita

provide the only truly objective knowledge of reality.

satu-satunya yang dapat memberikan pengetahuan objektif mengenai kenyataan.

But do they?

Benarkah begitu?

For more than a hundred years now,

Selama seratus tahun lebih,

the very idea of an objective reality has been seriously and continually questioned

gagasan mengenai kenyataan objektif telah sungguh dan terus-menerus dipertanyakan

by experts in many different fields,

oleh para ahli dari berbagai bidang,

from physics and biology to philosophy.

mulai dari fisika, biologi, hingga filsafat.

Basically, these experts would suggest

Pada dasarnya, para ahli ini berpendapat

that reality is not simply a material order given to us by nature.

bahwa kenyataan bukan sekedar tatanan material yang diberikan alam kepada kita

It is something that humans actively participate in producing

Kenyataan adalah sesuatu yang manusia ciptakan secara aktif

when their minds interact with their environment.

ketika akalnya berinteraksi dengan lingkungannya.

Here's a way to think about it.

Berikut cara untuk memahaminya.

In order to make sense of experience,

Dalam rangka memahami pengalaman,

every people in the past, in effect, had to devise a model of the real world.

setiap orang di masa lalu, sebetulnya, perlu merancang model dari dunia nyata.

They would then use that model as the basis for their whole way of life,

Mereka kemudian akan menggunakan model itu sebagai dasar jalan hidupnya,

all of its practices, its norms, its values.

untuk segala tindakan, aturan, dan nilai-nilainya.

And if that way of life proved to be successful in practice, sustainable,

Apabila jalan hidup tersebut terbukti berhasil dipraktikan dan berkelanjutan,

then the truth of the model would be confirmed

maka kebenaran model tersebut terbukti

by the evidence of everyday experience: "It works!"

oleh bukti dari pengalaman sehari-hari: “Berhasil!”

And thus, once the model became internalized in mind

Oleh karena itu, begitu suatu model terinternalisasi dalam pikiran

and baked into the environment,

dan diolah dalam lingkungan,

the effect of a stable real world would be generated

dampak dari dunia nyata yang stabil akan dihasilkan

by ongoing interactions between the two,

oleh interaksi antara keduanya yang terus berlangsung,

antara pikiran di satu sisi dan lingkungan di sisi lain.

between minds on the one hand, environments on the other.

Let's take a quick example.

Mari ambil contoh singkat.

Why are we so convinced in our modern world

Mengapa kita begitu meyakini di dunia modern

that we're all, ultimately, natural individuals?

kita semua, pada hakikatnya, adalah seorang individu?

Well, because a bunch of social scientists in early modern Europe

Karena sekelompok ilmuwan sosial dari Eropa modern awal memutuskan demikian

decided that we were,

and because their model of a world full of natural competitive individuals

dan karena model mereka tentang dunia yang penuh oleh individu kompetitif

became the basis for a new, capitalist way of life

menjadi landasan bagi cara hidup kapitalis yang baru.

that generated unprecedented levels of wealth --

yang menghasilkan tingkat kekayaan yang tidak ada bandingannya --

setidaknya bagi segelintir yang beruntung --

at least for the lucky few --

and because all of us who've been raised in capitalist nations ever since

dan karena kita semua yang telah dibesarkan di negara-negara kapitalis

have been continually socialized to be individuals by our families,

telah terus-menerus diajarkan untuk menjadi individu oleh keluarga,

our schools and our societies,

sekolah dan masyarakat kita,

dan karena kita diperlakukan layaknya seorang individu

and because we are treated precisely as individuals

almost every day of our lives

hampir selama hidup kita

by the structures which control those lives,

oleh struktur-struktur yang mengontrol kehidupan tersebut,

like our liberal democracy and our capitalist economy.

seperti demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis kita.

In other words,

Dengan kata lain,

our minds and our environment continually conspire

pikiran dan lingkungan kita terus menerus bersekongkol

to make our individuality seem entirely natural.

untuk menjadikan individualitas kita tampak sepenuhnya alami.

In sum:

Singkatnya,

no human being has ever experienced a truly objective reality.

tidak ada manusia yang pernah mengalami kenyataan objektif sejati.

Different peoples have always experienced different realities,

Bangsa yang berbeda mengalami kenyataan yang berbeda,

each one shaped by whatever model of the world

masing-masing dibentuk oleh model dunia apa pun

happened to be embedded in minds and environment at the time.

yang kebetulan ditanam dalam pikiran dan lingkungan pada masa itu.

In other words,

Dengan kata lain,

humans have always lived in a pluriverse of many different real worlds,

manusia selama ini hidup di semesta plural yang terdiri dari dunia yang beragam,

not in a universe of just one.

bukan di semesta tunggal.

Let me close with three thoughts that follow from this conclusion.

Saya akan tutup dengan tiga pemikiran yang muncul dari kesimpulan ini.

First of all,

Pertama,

we modern Westerners need to stop thinking that all premodern peoples

kita bangsa Barat modern harus berhenti menganggap seluruh bangsa pramodern

are somehow more primitive or less enlightened than ourselves.

sebagai lebih primitif atau kurang tercerahkan dibandingkan kita.

Their real world, with all their gods and magical forces,

Dunia nyata mereka, dengan segala dewa dan daya magisnya,

were just as real as our own.

adalah sama nyatanya dengan dunia kita.

Memang, dunia nyata tersebut menambatkan tatanan hidup

Indeed, those real worlds

anchored ways of life that sustained the lives of multitudes

yang menyokong kehidupan banyak orang

for hundreds, sometimes thousands, of years.

selama ratusan, bahkan ribuan, tahun.

Their real worlds were different;

Dunia nyata mereka berbeda;

they were not wrong.

tetapi tidak salah.

Second:

Kedua:

we modern Westerners need to get over ourselves.

kita bangsa Barat modern harus berhenti terlalu percaya diri.

(Laughter)

(Tawa)

We need to be a little more humble.

Kita harus lebih rendah hati.

For all of its extraordinary technological accomplishments,

Terlepas dari segala pencapaian teknologi yang luar biasa,

our brave new modern real world

dunia nyata baru modern kita

has imperiled the whole future of the planet in barely 300 years.

telah mengancam masa depan planet hanya dalam waktu 300 tahun.

It's made possible all manner of historical horrors:

Hal ini memungkinkan terjadinya segala kengerian sejarah:

genocides across entire continents,

genosida di seantero benua,

mass exploitation of colonized peoples,

eksploitasi massal terhadap bangsa yang terjajah,

industrial servitude,

perbudakan industrial,

two disastrous world wars,

dua petaka perang dunia,

the Holocaust,

Holocaust, perang nuklir, kepunahan spesies,

nuclear warfare,

species extinctions,

environmental degradation,

degredasi lingkungan, peternakan pabrik,

factory farming

and, of course, global warming.

dan, tentu saja, pemanasan global.

The evidence is there if you want to see it.

Buktinya ada jika Anda ingin melihatnya.

Our model of reality has failed catastrophically in practice.

Kenyataan modern kita telah gagal dalam praktiknya.

Third:

Ketiga:

other models and other real worlds are possible.

Model lain dan dunia nyata lain sangatlah mungkin.

Other worlds are being lived right now, as we speak,

Dunia lain sedang dijalani sekarang, detik ini juga,

dari sisa-sisa riwayat semesta plural,

in what remains of history's pluriverse,

di tempat-tempat seperti Amazonia, Andes, Mexico Selatan,

in places like Amazonia, the Andes, Southern Mexico,

Northern Canada, Australia

Kanada Utara, Australia

and all the other places where Indigenous peoples are struggling

dan tempat-tempat lain dimana masyarakat adat berjuang

to preserve their highly sustainable ancestral ways of life

untuk melestarikan tatanan hidup berkelanjutan turun-temurun mereka

untuk mencegahnya hancur oleh semesta modern yang terus berkembang.

to prevent them being destroyed by modernity's ever-expanding universe.

I suggest that all of these nonmodern peoples past and present

Saya berpendapat seluruh orang-orang nonmodern dari masa lampau dan kini ini

memiliki banyak hal untuk diajarkan

have so much to teach us

about living more sustainable lives in other possible worlds.

mengenai cara hidup berkelanjutan di dunia lain yang memungkinkan.

So let's start right now to try to learn from them

Jadi mari mulai dari sekarang untuk belajar dari mereka

before it's too late.

sebelum terlambat.

Let's try to magnify our imaginations.

Mari coba perbesar imaginasi kita.

Let's start to imagine other possible ways of being human

Mari mulai membayangkan cara lain untuk menjadi manusia

in other possible worlds.

di dunia lain yang memungkinkan.

Thank you.

Terima kasih.

(Tepuk tangan dan sorak-sorai)

(Applause and cheers)