How to design gender bias out of your workplace | Sara Sanford

Transcriber: Ivana Korom Reviewer: Joanna Pietrulewicz

Translator: Ivana Korom Reviewer: Rizki Febriani

Beberapa tahun lalu,

Saya memiliki pekerjaan kantoran yang diimpikan para feminis.

Meluncurkan inisiatif nasional perusahaan

untuk merekrut lebih banyak pegawai perempuan.

A few years ago,

I had a corporate feminist dream job.

Di bidang keuangan.

Tapi sebelumnya, saya harus mendapatkan dukungan

Launching a company's national initiative

dari semua kepala departemen.

to recruit more female employees.

Jadi saya menghabiskan berbulan-bulan menyempurnakan proposal,

In the finance sector.

mempresentasikannya

But first, I had to get the signed-off support

dan memenangkan dukungan dari hampir semua orang.

of all department heads.

So I spent months perfecting the proposal,

Tapi di tim ini ada dua laki-laki, Howard dan Tom.

presented it

and won the support of almost everyone.

Howard tidak mau merespon saya.

But in this team, there were two men we'll call Howard and Tom.

Saya mengiriminya proposal lewat email, meninggalkan pesan suara,

Saya menggerakkan kursi maju-mundur selama rapat, untuk membuat kontak mata dengannya

Howard just would not get back to me.

I emailed him about the proposal,

(Tertawa)

Tapi dia hanya berkutat dengan ponselnya.

I left him voice mails,

I'd roll my chair back and forth during meetings,

Lalu saya mulai mempertanyakan diri sendiri.

trying to make eye contact with Howard.

(Laughter)

Apa email saya sudah cukup diplomatis?

He'd just take out his phone and start scrolling.

Apa pesan suara saya terlalu menuntut?

And then I started to question myself.

Apa Howard membenci proposal saya

atau saya saja yang berlebihan?

Had I been diplomatic enough in that email?

Mungkin perasaan saya saja, pikir saya.

Too demanding in that voice mail?

Does Howard hate this proposal

Lalu, suatu hari,

saya berpapasan dengan Howard di koridor.

or am I just overreacting?

It's probably just me, I thought.

Dia memegang amplop dokumen,

melihat saya dan tampak bersemangat.

And then one day,

I'm walking down the hall and here comes Howard.

Katanya,

“Sara, Tom baru saja mengirimkan email ke saya, coba lihat deh.

He's holding a packet of papers,

Ini proposal untuk kita merekrut lebih banyak perempuan.”

sees me and lights up.

(Tertawa)

He says,

"Menurut saya ide Tom sangat bagus,

"Sara, Tom just emailed this to me, you should take a look.

dan kita semua harus mendukungnya."

It's a proposal for us to recruit more women."

Howard kemudian menyerahkan proposal saya sendiri kepada saya.

(Laughter)

"I think Tom has a really great idea here,

Lalu menjelaskan semua manfaat yang saya tuliskan.

and we should all get behind it."

(Tertawa)

Howard proceeds to hand my own proposal back to me.

Howard tak pernah menentang ide merekrut lebih banyak perempuan.

And explains to me the many merits of what I wrote.

Tapi dia harus mendengarnya dari laki-laki

(Laughter)

mengapa mempekerjakan lebih banyak perempuan itu penting.

Howard was never against recruiting more women.

Lalu saat adegan ini berlangsung,

But he needed to hear from a man

saya diam saja.

why it was important to hire more women.

Karena saya tahu, saya adalah tamu

And as this scene played out,

I said nothing.

di tempat yang tidak didesain untuk saya.

Because I knew somehow that I was a guest

Lalu, alih-alih mempertanyakan lingkungan saya,

saya mempertanyakan diri sendiri.

in a place that wasn't meant for me.

Saya ingin tahu

bagaimana banyak perempuan berbakat yang bekerja berjam-jam

And so instead of questioning my environment,

I questioned myself.

dan dengan percaya diri memulai kariernya

kemudian terjebak dalam keraguan yang membuat mereka berkata,

I wanted to know

how so many talented women who worked long hours

“mungkin perasaan saya saja.”

and started their careers with confidence

Mengapa ini masih terjadi?

all became trained in this kind of self-doubt that makes them say,

Bukankah keadaan sekarang sudah membaik?

Kesempatan untuk perempuan meningkat selama 50 tahun ini.

"It's probably just me."

How was that still possible?

Namun beberapa dekade terakhir, perkembangan ini tersendat.

Aren't things getting better?

Para ahli sebelumnya memperkirakan di tahun 2059

Opportunities for women have increased over the last 50 years.

kesenjangan upah akan teratasi.

But over the last decade, progress has stalled.

Tetapi September tahun ini,

Experts have previously identified 2059

ahli yang sama menunjukkan bahwa data terkini

bilang bahwa tujuan ini perlu diubah

as the year the wage gap would close.

But in September of this year,

ke tahun 2119.

these same experts announced that according to the most current data,

(Hadirin bergumam)

Seratus satu tahun dari sekarang.

we'll have to adjust our expectations

Di balik realita kesenjangan upah,

to the year 2119.

perempuan masih sedikit terepresentasikan dalam kepemimpinan,

(Audience murmurs)

One hundred one years from now.

perempuan dapat lebih sedikit akses pada posisi pemimpin senior

dan meninggalkan sektor dengan pertumbuhan paling cepat, seperti teknologi,

Looking beyond the wage gap,

women are still underrepresented in leadership,

45 persen lebih sering dari para laki-laki,

receive less access to senior leaders

dengan alasan utama: budaya kerja.

and are leaving the fastest-growing sectors,

such as tech,

at 45 percent higher rates than men,

Jadi, apa yang telah kita lakukan untuk mengatasi kesenjangan gender?

citing culture as the primary reason.

Mengapa usaha kita gagal?

Banyak bisnis berpikir masalah ini sudah teratasi,

So what have we been doing to address gender inequality?

karena sudah ada pelatihan.

Menurut studi “Harvard Business Review”

Why isn't it working?

Many businesses think they're addressing the problem,

setiap tahunnya 8 juta dollar dikucurkan untuk pelatihan.

because they provide training.

Studi yang sama juga menyimpulkan bahwa pelatihan semacam ini tak berhasil

Eight billion dollars worth of training a year,

dan sering kali dikritik.

according to studies from the "Harvard Business Review."

Ada penelitian yang menelusuri praktik perekrutan dan promosi di 830 perusahaan

These same studies also conclude that these trainings don't work

selama 30 tahun

and often backfire.

dan mereka menemukan laki-laki kulit putih

Research tracking the hiring and promotion practices of 830 companies

yang diminta mengikuti pelatihan keberagaman

cenderung membangkang.

over the course of 30 years

Mereka merekrut dan mempromosikan perempuan dan kaum minoritas

found that white men who are asked to go to diversity trainings

dalam jumlah yang lebih sedikit.

Solusi lain yang dilakukan adalah meminta perempuan mengubah perilakunya.

tend to rebel

by hiring and promoting fewer women

and fewer minorities.

Lebih mengontrol.

Menunjukkan wibawa.

The other solution has been to ask women to change their own behavior.

Bernegosiasi sesering laki-laki.

Dan lebih banyak ikut pelatihan.

To lean in.

Sebagian besar gelar sarjana sekarang dimiliki oleh perempuan,

To sit at the table.

Negotiate as often as men.

kompetensi dasar kepemimpinan mereka juga lebih unggul,

Oh, and get more training.

dan bisnis mereka pun jauh lebih unggul.

Women currently earn the majority of college degrees,

Sepertinya masalahnya

outperform their peers in key leadership skills

bukan di tingkat edukasi atau keterampilan atau kemampuan bisnis.

and are running businesses that outperform the competition.

Kita sudah kompeten.

Kita dapat memberikan dampak ke bisnis yang sudah siap.

It doesn't look like education

or skills or business acumen are the problem.

Pendekatan-pendekatan ini gagal mengatasi masalah sistemik utamanya:

We're already empowered.

Bias yang tidak disadari.

Enough to make an impact on the businesses that are ready.

(Tepuk tangan)

These approaches fail to address the key systemic problem:

Unconscious bias.

(Applause)

Kita semua memiliki bias, dan ini normal.

Bias ini tersimpan di amigdala di otak,

dan terus berfungsi saat kita bekerja.

We all have bias, it's OK.

Bias memengaruhi seberapa besar saya menyukai anda,

seberapa yakin saya akan kemampuan anda

It's lodged in our amygdala,

it keeps ticking away when we go to work.

dan bahkan banyaknya ruang yang anda perlukan, menurut saya.

Bias affects how much I like you,

Berkat gerakan Saya Juga,

semakin banyak orang menyadari adanya bias gender.

what I believe you're capable of

and even how much space I think you take up.

Namun cerita pelecehan yang menjadi tajuk utama

Thanks in part to the Me Too movement,

hanyalah satu bagian.

awareness of gender bias has spread.

Orang tidak perlu melecehkan perempuan untuk menghambat karirnya.

But the harassment stories that made headlines

Pesan dari para perempuan yang saya dapat bukan tentang pelecehan.

are just one piece.

Mereka ditoleransi di tempat kerja.

You don't have to harass a woman to limit her career.

The messages women send me aren't about being harassed.

Namun tidak dihargai.

They're being tolerated in the workplace.

Saya tidak pernah mendengar ada yang berkata,

“Tahu tidak apa yang saya suka dari perusahaan saya?

But they're not being valued.

Saya ditoleransi,

saya merasa dapat toleransi.”

I don't know anyone who has ever said,

(Tertawa)

"You know what I love about my employer?

Untuk menghancurkan inersia ini,

They just tolerate me so well,

kita perlu melangkah lebih jauh dari SayaJuga

I feel so tolerated."

(Laughter)

Lebih jauh dari sekadar menerima toleransi sebagai perempuan.

To break the inertia,

Organisasi kami memutuskan untuk mengatasi masalah ini dengan dua cara.

we need to take a step beyond Me Too.

Pertama, bila kita semua bias,

Beyond just being tolerated as women.

kita harus membuat tempat kerja kita anti bias secara otomatis,

Our organization decided to tackle the problem in two ways.

bukan dengan mengubah pola pikir melalui pelatihan.

First, if we're all biased,

our workplaces need to be actively antibiased by design,

Jadi tim kami mulai dengan menemukan lebih dari 100 segi budaya

not by trying to change mindsets one training at a time.

yang bisa disesuaikan untuk melawan dampak bias.

So our team began by identifying over 100 cultural levers

Kami mendapati bahwa perubahan kecil dapat menghasilkan perubahan besar.

that can be adjusted to counter the impact of bias.

Dan biayanya pun tidak sampai delapan juta dollar.

Jadi apa saja perubahan tersebut?

We found that small tweaks can lead to big changes.

Jika perempuan diminta untuk menuliskan gendernya

And they cost a lot less than eight billion dollars.

sebelum mengisi formulir aplikasi kerja,

atau mengerjakan tes terkait keterampilan,

So what do these small tweaks look like?

performanya akan lebih buruk dibandingkan

If a woman is asked to state her gender

jika ia tidak ditanya dulu.

before filling out a job application,

Lalu bagaimana perusahaan bisa menghindari bias semacam ini?

or performing a skills-related test,

she performs worse than if she were not asked first.

Pindahkan lokasi pernyatan gender ke bagian akhir formulir.

So how can businesses avoid activating this self-stereotyping bias?

Contoh kedua.

Dalam survey nasional yang kami adakan,

Move the gender check box to the end of the application.

laki-laki 50% lebih sering menyatakan bahwa

Example two.

mereka seringkali menerima beberapa evaluasi

In a national survey that we conducted,

men were 50 percent more likely to state

di tahun-tahun lalu.

Tidak hanya evaluasi tahunan yang dijalankan satu kali saja.

they had received multiple, frequent evaluations

Ini penting karena:

over the course of the last year.

Majalah “Fortune” meninjau evaluasi kompetensi di berbagai industri.

As opposed to one single yearly review.

Dan mendapati bahwa kritik semacam ini, yang menyangkut kepribadian,

Here's why this matters.

"Fortune" magazine reviewed performance evals across industries.

tapi tidak berhubungan dengan pekerjaan

muncul di 71 penilaian tahunan dari 94 yang diterima perempuan.

And found that criticism like this related to personality,

["Watch your tone!"]

Dari 83 evaluasi yang diterima laki-laki,

but not job-related skills,

appeared in 71 of the 94 yearly reviews received by women.

kritik kepribadian muncul dua kali.

Tapi di perusahaan yang sering melakukan evaluasi singkat,

Of the 83 reviews received by men,

personality criticism showed up twice.

misalnya, evaluasi mingguan selama lima menit

But in businesses that conduct much shorter, highly frequent reviews,

yang berfokus pada proyek tertentu,

kritik kepribadian tadi menghilang.

say, five-minute weekly evaluations

Dan kesenjangan laki-laki dan perempuan terkait kompetensi hampir lenyap.

focused on specific projects,

the personality criticism vanishes.

Evaluasi tahunan dilakukan berdasarkan kesan keseluruhan,

And the perceived performance gap between men and women

yang justru memperbesar kemungkinan adanya bias,

is nearly nonexistent.

namun evaluasi fokus yang objektif dan singkat

While yearly reviews rely on overall impressions,

akan melenyapkan penilaian berdasarkan perasaan yang tidak objektif.

which are like petri dishes for bias,

Beberapa bisnis secara sadar mengambil langkah

short, objectively focused evaluations

untuk melawan efek dari bias ini,

eliminate this feelings-based gray area.

sementara yang lain hanya mengiklankannya dengan baik.

Now, some businesses are consciously taking these steps

Kami ingin tahu siapa yang sungguh-sungguh mengambil langkah mengeliminasi bias.

to counter the impact of bias,

while others just do a good job of advertising.

Jadi kami membuat survei di Facebook,

dan menanyakan perempuan di lokakarya

We wanted to find out who is actually getting it right.

bagaimana mereka memilih tempat kerja yang akan menghargai mereka.

So we put a poll on Facebook,

Jawaban yang paling umum adalah:

we asked women in workshops

"Saya cari tahu lewat Google."

how they were choosing employers where they would be valued.

Jadi kami pun menggunakan Google.

(Tertawa)

The most common response that we heard?

Kami menggunakan kata kunci:

“perusahaan terbaik untuk perempuan di bidang teknologi.”

"I Google it."

Hasilnya menunjukkan tiga daftar yang sangat kontras.

So we googled it.

(Laughter)

Specifically, we googled "best employers for women in tech."

Satu perusahaan yang muncul sebagai yang terunggul di daftar yang satu,

sama sekali tidak muncul di daftar lainnya,

Our results showed three completely different lists.

daftar lain tidak menyatakan kriteria apa pun,

dan lainnya hanyalah iklan sponsor,

One business shows up as the top employer on one list,

dibayar untuk promosi.

doesn't show up at all on another,

Karyawan dan perusahaan sama-sama menginginkan patokan yang jelas

some lists offer no criteria

and some are purchased ads.

yang bukan hanya berdasarkan kemauan baik.

They're paid for.

Employees and employers both want clear benchmarks

Sertifikasi LEED memberikan kejelasan mengenai lingkungan bisnis

that go beyond good intentions.

dengan menjabarkan langkah - langkah

yang perlu diambil untuk mendapatkan sertifikasi.

The LEED certification gave businesses this clarity

Kami ingin bisnis memiliki pedoman kesetaraan gender semacam ini.

around environmental stewardship

by outlining the exact steps they need to take for certification.

Jadi langkah kami selanjutnya adalah

dengan menggunakan hasil dari percobaaan memodifikasi faktor budaya ini,

We wanted businesses to have this kind of playbook for gender equity.

kami bermitra dengan Universitas Washington,

So for our second act,

dan menyusun sertifikasi standardisasi pertama

we took what we had learned from testing these cultural levers,

untuk kesetaraan gender di perusahaan Amerika.

we partnered with the University of Washington

(Tepuk tangan)

and created the first standardized certification

for gender equity in US businesses.

Terima kasih.

(Tepuk tangan)

(Applause)

Untuk menyusun standar ini,

kami harus belajar mana yang penting dan tidak.

Thank you.

(Applause)

Kami menemukan bahwa hal yang penting

bukanlah persentase total karyawan perempuan.

To create this standard,

we had to learn what matters and what doesn't.

Atau jumlah perempuan di dewan direksi.

Ini kami sebut takaran palsu,

We found out that what matters

is not the total percentage of female employees.

dan memberikan kesan palsu

padahal kesenjangan di dalam perusahaan masih tetap ada.

Or the number of board members that are female.

Those are what we call vanity metrics.

Tolak ukur yang penting adalah

They can be bought,

tolak ukur yang justru tidak kelihatan.

while the culture inside can still be out of balance.

Misalnya,

bahkan dalam organisasi dengan jumlah laki-laki dan perempuan yang setara

The factors that matter and that should be measured

dalam mendapatkan kesempatan mengakses mentor

are under the surface.

mentor para laki-laki cenderung ada di posisi senior.

For example,

even in organizations where equal percentages of women and men

Meninjau hasil survei kami,

state that they have had access to a mentor,

laki-laki lebih sering berkata,

men's mentors are more likely to be in senior positions.

mereka ditawari peluang

untuk belajar dan membayangi atasan mereka.

Reviewing our survey results,

men were twice as likely to state

Kita sering mendengar adanya kesenjangan upah.

they had been offered an opportunity to shadow someone in a senior role.

Kesenjangan peluang tersembunyi seperti ini berakibat sama.

We're all used to hearing about the wage gap.

Jadi ketika menilai budaya suatu perusahaan,

kami mengukur kesenjangan pengalaman laki-laki dan perempuan.

Hidden opportunity gaps like these are just as influential.

Dan makin kecil kesenjangan tersebut,

So when assessing a company's culture,

makin utama pula kesetaraan dalam satu perusahaan.

we measure these gaps between men's and women's experiences.

Kami juga mencari

prinsip perusahaan

And the smaller the gap,

yang paling penting bagi laki-laki dan paling penting bagi perempuan.

the more equity is center of the culture.

We also searched our findings

Kami mendapati bahwa laki-laki mementingkan tiga faktor,

for the tenets of workplace culture

that are most important to men and most important to women.

sementara perempuan memiliki banyak sekali faktor.

Persamaannya hanya satu.

We learned that only three factors consistently matter to men,

Yang paling penting untuk perempuan:

Cuti keluarga berbayar,

while a dozen matter to women.

layanan kesehatan untuk anggota keluarga,

And they only share one in common.

dan merasa bahwa ide mereka didengar

Topping the list for women:

dan dihargai dan diakui.

Paid family leave,

Ini hanya sebagian kecil dari 188 indikator

health care for dependents

and feeling that their ideas are heard

yang menentukan apakah suatu organisasi

and they're properly credited for them.

memenuhi standar kuantitatif kami untuk kesetaraan di tempat kerja.

These are a few of the 188 indicators

Kami menggunakan data yang penting.

that determine whether or not an organization

Inilah faktor

meets our quantitative standard for workplace equality.

yang dapat menciptakan budaya kesetaraan yang awet.

Based on the data that matter.

Bukan hanya untuk satu bulan atau triwulan

These are the factors

tapi bertahun-tahun.

to create a culture of equity that lasts.

Jadi apa yang perlu kita lakukan?

Not just for a month or for a quarter

but for years.

Pekerja perempuan hari ini terus mendengar,

So where does this leave us?

“Sekarang kamu bisa menjadi apapun.

Semua tergantung dirimu."

Women in the workforce today are constantly told,

Perempuan dari etnis minoritas,

dengan kesenjangan upah yang lebih besar,

"You can be anything you want now.

juga mendengarnya.

It's up to you."

Dua per tiga pekerja perempuan dengan gaji minimum juga mendengar ini.

Women of color,

for whom the wage gap is even larger,

Pekerja yang tak mengasosiasikan diri sebagai laki-laki atau perempuan

have heard it.

The two-thirds of minimum-wage workers who are women have heard it.

dan menyembunyikan identitasnya di tempat kerja,

Jika mereka bisa mendengar, “sekarang kamu bisa jadi apa pun,

Workers who don't identify as male or female

semua tergantung dirimu,”

saya yakin perusahaan perlu mendengar ini juga sekarang.

and hide their identity at work

have heard it.

If they can hear, "You can be anything you want now,

Untuk mengeliminasi bias di tempat kerja, adalah pekerjaan besar.

it's up to you,"

I believe it's time for our businesses to hear it, too.

kita tidak bisa membiarkan separuh pekerja kita terus diabaikan.

Eliminating workplace bias is a tall order.

Perusahaan sudah memiliki kerangka untuk membuat perubahan yang nyata.

But we can't afford to let half our people go on

Perusahaan bisa menjadi apa pun yang mereka inginkan sekarang.

being ignored.

Semua tergantung mereka.

We've given businesses a framework for real change.

Terima kasih.

(Tepuk tangan)

Businesses can be anything they want now.

It is up to them.

Thank you.

(Applause)