Adam Grant: What frogs in hot water can teach us about thinking again | TED

Transcriber:

Translator: Intan Ruziana Octavia Reviewer: Maria Nainggolan

You might have heard that if you drop a frog in a pot of boiling water,

Anda mungkin pernah dengar kalau Anda menaruh kodok dalam air mendidih,

it will jump out right away,

kodoknya akan langsung lompat,

but if you put it in lukewarm water, and then slowly heat it up,

tapi kalau Anda meletakkan di air hangat, dan pelan-pelan memanaskannya,

the frog won't survive.

maka kodok tersebut akan mati.

The frog's big problem is that it lacks the ability to rethink the situation.

Permasalahan besar si kodok adalah ketidakmampuannya untuk berpikir ulang.

It doesn’t realize that the warm bath is becoming a death trap --

Mereka tidak sadar kalau air hangat itu adalah jebakan maut --

until it’s too late.

sampai terlambat.

Humans might be smarter than frogs,

Manusia pasti lebih pintar dari kodok,

but our world is full of slow-boiling pots.

tapi dunia kita ini penuh dengan panci-panci mendidih.

Think about how slow people were to react to warnings about a pandemic,

Lihat betapa lambatnya manusia bereaksi terhadap peringatan tentang pandemik,

climate change or a democracy in peril.

perubahan iklim atau demokrasi yang kacau.

We fail to recognize the danger

Kita gagal dalam mengenali bahaya

because we're reluctant to rethink the situation.

karena kita enggan untuk berpikir ulang.

We struggle with rethinking in all kinds of situations.

Kita kesulitan untuk berpikir ulang dalam situasi apapun.

We expect our squeaky brakes to keep working,

Kita berharap semua akan baik-baik saja,

until they finally fail on the freeway.

sampai akhirnya kita celaka.

We believe the stock market will keep going up,

Kita percaya kalau pasar saham akan terus naik,

even after we hear about a real-estate bubble.

walau sudah tahu tentang jatuhnya industri perumahan.

And we keep watching "Game of Thrones" even after the show jumps the shark.

Dan kita terus menonton “Game of Thrones” walaupun kualitas acaranya menurun.

Rethinking isn't a hurdle in every part of our lives.

Berpikir ulang bukan beban di semua bagian hidup kita.

We're happy to refresh our wardrobes and renovate our kitchens.

Kita senang mengganti cara berpakaian atau merenovasi dapur.

But when it comes to our goals, identities and habits,

Tapi ketika menyangkut tujuan, identitas dan kebiasaan,

we tend to stick to our guns.

kita pasang badan.

And in a rapidly changing world, that's a huge problem.

Di dunia yang berubah dengan cepat, ini adalah masalah besar.

I'm an organizational psychologist.

Saya adalah seorang psikologi organisasi.

It's my job to rethink how we work, lead and live.

Tugas saya adalah memikirkan kembali cara kita bekerja, memimpin dan hidup.

But that hasn't stopped me from getting stuck in slow-boiling pots,

Tapi ini tidak menghentikan saya terjebak dalam panci-panci mendidih,

so I started studying why.

jadi saya mempelajari alasannya.

I learned that intelligence doesn't help us escape;

Saya belajar kalau kecerdasan tidak membuat kita terhindar,

sometimes, it traps us longer.

terkadang, malah menjebak kita lebih lama.

Being good at thinking can make you worse at rethinking.

Pandai dalam berpikir tidak menjamin Anda pandai dalam berpikir ulang.

There's evidence that the smarter you are,

Ada bukti bahwa semakin pintar Anda,

the more likely you are to fall victim to the "I'm not biased" bias.

semakin besar juga kemungkinan Anda bias.

You can always find reasons

Anda punya jutaan alasan

to convince yourself you're on the right path,

untuk meyakinkan diri kalau Anda benar,

which is exactly what my friends and I did on a trip to Panama.

inilah yang terjadi kepada saya dan teman ketika kunjungan ke Panama.

I worked my way through college,

Saya bekerja keras saat kuliah,

and by my junior year, I'd finally saved enough money to travel.

dan di tahun pertama, saya berhasil mengumpulkan uang untuk wisata.

It was my first time leaving North America.

Itu pertama kalinya saya pergi dari Amerika Utara.

I was excited for my first time climbing a mountain,

Saya sangat bersemangat untuk memanjat gunung,

actually an active volcano, literally a slow-boiling pot.

sebetulnya gunung merapi, benar-benar pot mendidih sungguhan.

I set a goal to reach the summit and look into the crater.

Saya memasang target untuk mencapai bukit dan melihat kawahnya.

So, we're in Panama,

Jadi, kita di Panama,

we get off to a late start,

kita mulai agak terlambat,

but it's only supposed to take about two hours to get to the top.

katanya hanya butuh waktu sekitar 2 jam untuk mencapai puncak.

After four hours, we still haven't reached the top.

Setelah 4 jam, kita masih belum sampai di puncak.

It's a little strange that it's taking so long,

Rasanya aneh karena ini sudah terlalu lama,

but we don't stop to rethink whether we should turn around.

tapi kita tidak berpikir ulang apakah kita harus turun.

We've already come so far.

Kita sudah sejauh ini.

We have to make it to the top.

Kita harus sampai puncaknya.

Do not stand between me and my goal.

Jangan halangi saya dan tujuan saya.

We don't realize we've read the wrong map.

Kami tidak sadar bahwa kami membaca peta yang salah.

We're on Panama's highest mountain,

Kami ada di gunung tertinggi Panama,

it actually takes six to eight hours to hike to the top.

tenyata butuh waktu 6 hingga 8 jam untuk mencapai puncak.

By the time we finally reach the summit,

Ketika kita sampai di puncaknya,

the sun is setting.

matahari sudah terbenam.

We're stranded, with no food, no water, no cell phones,

Kami terdampar, tanpa makanan, tanpa air, tanpa telepon genggam,

and no energy for the hike down.

dan tanpa energi untuk turun ke bawah.

There's a name for this kind of mistake,

Ada istilah untuk kesalahan macam ini,

it's called "escalation of commitment to a losing course of action."

namanya ”eskalasi komitmen untuk tindakan yang kalah.”

It happens when you make an initial investment of time or money,

Ini terjadi ketika Anda membangun investasi awal dari waktu atau uang,

and then you find out it might have been a bad choice,

dan kemudian tersadar kalau itu adalah pilihan salah,

but instead of rethinking it, you double down and invest more.

tapi bukannya berpikir ulang, Anda malah berinvestasi lagi.

You want to prove to yourself and everyone else

Anda mau membuktikan ke diri dan orang lain

that you made a good decision.

kalau Anda membuat keputusan yang tepat.

Escalation of commitment

Eskalasi komitmen

explains so many familiar examples of businesses plummeting.

menjelaskan sekali alasan mengapa banyak bisnis bangkrut.

Blockbuster, BlackBerry, Kodak.

Blockbuster, BlackBerry, Kodak.

Leaders just kept simmering in their slow-boiling pots,

Para pemimpin terus berputar dalam panci panas mereka,

failing to rethink their strategies.

dan gagal untuk memikirkan ulang strategi.

Escalation of commitment

Eskalasi komitmen

explains why you might have stuck around too long in a miserable job,

menjelaskan mengapa Anda terjebak lama di pekerjaan yang tidak Anda sukai,

why you've probably waited for a table way too long at a restaurant

mengapa Anda menunggu terlalu lama untuk sebuah meja di restoran

and why you might have hung on to a bad relationship

dan mengapa Anda bertahan dalam hubungan yang buruk

long after your friends encouraged you to leave.

setelah teman-teman Anda menyarankan untuk putus.

It's hard to admit that we were wrong

Sangat sulit untuk mengakui kesalahan

and that we might have even wasted years of our lives.

dan kenyataan bahwa mungkin kita menghabiskan banyak waktu dalam hidup.

So we tell ourselves,

Jadi kita terus bilang,

"If I just try harder, I can turn this around."

“Jika saya berusaha lebih keras, saya dapat mengubahnya.”

We live in a culture that worships at the altar of hustle

Kita hidup di budaya yang mengagungkan kerja keras

and prays to the high priest of grit.

dan mempercayai hasil dari kegigihan.

But sometimes, that leads us to keep going

Tapi terkadang ini yang mendorong kita

when we should stop to think again.

ketika harus berhenti dan berpikir ulang.

Experiments show that gritty people

Eksperimen menunjukkan orang gigih

are more likely to overplay their hands in casino games

punya kecenderungan main berlebihan dalam permainan kasino

and more likely to keep trying to solve impossible puzzles.

dan cenderung terus mencoba untuk memecahkan teka-teki mustahil.

My colleagues and I have found

Saya dan rekan kerja menemukan

that NBA basketball coaches

bahwa pelatih basket NBA

who are determined to develop the potential in rookies

yang punya tekad mengembangkan potensial dari anak baru

keep them around much longer than their performance justifies.

akan mempertahankan mereka lebih lama meskipun kinerjanya belum terlihat.

And researchers have even suggested

Dan peneliti bahkan menyiratkan

that the most tenacious mountaineers are more likely to die on expeditions,

kalau pemanjat ulung punya potensi tinggi mati dalam perjalanan,

because they're determined to do whatever it takes to reach the summit.

karena mereka memiliki tekad kuat untuk melakukan apapun demi sampai puncak.

In Panama, my friends and I got lucky.

Di Panama, saya dan teman-teman beruntung.

About an hour into our descent,

Setelah satu jam kami turun,

a lone pickup truck came down the volcano

sebuah mobil pickup melewati gunung merapi

and rescued us from our slow-boiling pot.

dan menyelamatkan kita dari panci yang perlahan mendidih.

There's a fine line between heroic persistence and stubborn stupidity.

Ada garis tipis antara kegigihan dan kebodohan.

Sometimes the best kind of grit

Terkadang jenis gigih yang terbaik

is gritting your teeth and packing your bags.

adalah menggertakan gigimu dan berkemas.

"Never give up" doesn't mean "keep doing the thing that's failing."

“Jangan menyerah” bukan berarti “terus melakukan sesuatu yang sudah gagal.”

It means "don't get locked into one narrow path,

Itu artinya “jangan terpaku dengan satu jalan,

and stay open to broadening your goals.

dan tetap terbuka untuk mengembangkan tujuan Anda.

The ultimate goal is to make it down the mountain,

Tujuan utamanya adalah berhasil turun dari gunung,

not just to reach the top.

bukan cuma sampai di puncak.

Your goals can give you tunnel vision, blinding you to rethinking the situation.

Tujuan Anda dapat menciptakan visi, yang membutakan Anda untuk berpikir ulang.

And it's not just goals that can cause this kind of shortsightedness,

Dan bukan hanya tujuan yang menyebabkan penglihatan jangka pendek ini,

it's your identity too.

tapi identitas Anda juga.

As a kid, my identity was wrapped up in sports.

Sewaktu kecil, identitas saya dekat dengan dunia olahraga.

I spent countless hours shooting hoops on my driveway,

Saya menghabiskan waktu berjam-jam berlatih melempar di pekarangan,

and then I got cut from the middle school basketball team, all three years.

dan lalu ketika sekolah menengah awal saya masuk tim basket selama tiga tahun.

I spent a decade playing soccer, but I didn't make the high school team.

Sepuluh tahun saya bermain sepakbola, tapi tidak masuk tim di SMA.

At that point, I shifted my focus to a new sport, diving.

Waktu itu, saya ubah fokus saya ke olahraga baru, menyelam.

I was bad,

Performa saya buruk,

I walked like Frankenstein, I couldn't jump,

saya berjalan seperti Frankenstein, tidak bisa lompat,

I could hardly touch my toes without bending my knees,

saya sulit menyentuh jari kaki tanpa menekuk lutut,

and I was afraid of heights.

dan saya juga takut ketinggian.

But I was determined.

Tapi saya tetap gigih.

I stayed at the pool until it was dark,

Saya bertahan di kolam hingga malam,

and my coach kicked me out of practice. (Laughs)

dan pelatih mengusir saya dari latihan. (Tertawa)

I knew that the seeds of greatness are planted in the daily grind,

Saya tahu cara untuk menjadi hebat adalah dengan membangun kebiasaan,

and eventually, my hard work paid off.

dan akhirnya, kerja keras saya membuahkan hasil.

By my senior year, I made the All-American list,

Di tahun akhir sekolah, saya masuk daftar All-American,

and I qualified for the Junior Olympic Nationals.

dan berkualifikasi untuk masuk Olimpiade Nasional tingkat junior.

I was obsessed with diving.

Saya terobsesi dengan menyelam.

It was more than something I did, it became who I was.

Ini bukan saja kegiatan yang saya lakukan, tapi sudah jadi jati diri saya.

I had a diving sticker on my car,

Saya punya stiker penyelam di mobil saya,

and my email address was “diverag at aol.com.”

dan alamat email saya waktu itu “diverag at aol.com.”

Diving gave me a way to fit in and to stand out.

Menyelam membuat saya dikenal dan diterima.

I had a team where I belonged and a rare skill to share.

Saya punya tim yang solid dan keterampilan unik untuk dibagikan.

I had people rooting for me and control over my own progress.

Saya punya orang-orang yang mendukung saya dan mengontrol progres saya.

But when I got to college,

Tapi ketika di perkuliahan,

the sport that I loved became something I started to dread.

olahraga yang saya cintai mulai menjadi beban.

At that level,

Di saat itu,

I could not beat more talented divers by outworking them.

saya tidak mampu mengalahkan penyelam lebih bertalenta.

I was supposed to be doing higher dives,

Saya seharusnya menyelam dari ketinggian,

but I was still afraid of heights,

tapi saya masih takut akan ketinggian,

and 6am practice was brutal.

dan latihan jam 6 pagi itu brutal.

My mind was awake, but my muscles were still asleep.

Pikiran saya terbangun tapi otot-otot saya masih tertidur.

I did back smacks and belly flops

Saya berlatih keras

and my slow-boiling pot this time was a freezing pool.

dan panci mendidih saya saat itu adalah kolam dingin.

There was one question, though, that stopped me from rethinking.

Ada satu pertanyaan yang menghentikan saya dari berpikir kembali.

"If I'm not a diver, who am I?"

“Jika saya bukan penyelam, siapa saya?”

In psychology, there's a term for this kind of failure to rethink --

Dalam psikologi, ada istilah untuk kegagalan dalam berpikir ulang ini

it's called "identity foreclosure."

namanya ”penyitaan identitas”.

It's when you settle prematurely on a sense of who you are

Ini adalah waktu ketika Anda punya asumsi atas siapa diri Anda

and close your mind to alternative selves.

dan menutup diri dari potensi diri yang lain.

You've probably experienced identity foreclosure.

Mungkin Anda pernah mengalami penyitaan identitas.

Maybe you were too attached

Mungkin Anda terlalu erat

to an early idea of what school you'd go to,

dengan gagasan awal untuk sekolah yang Anda mau,

what kind of person you'd marry,

seseorang yang akan Anda nikahi,

or what career you'd choose.

atau karier yang Anda pilih.

Foreclosing on one identity is like following a GPS

Penyitaan atas satu identitas seperti mengikuti peta jalan

that gives you the right directions to the wrong destination.

yang memberikan Anda arahan yang benar untuk tujuan yang salah.

After my freshman year of college, I rethought my identity.

Setelah tahun pertama kuliah, saya memikirkan ulang identitas saya.

I realized that diving was a passion,

Saya sadar kalau menyelam adalah hobi,

not a purpose.

bukan tujuan.

My values were to grow and excel,

Nilai saya adalah untuk tumbuh dan unggul,

and to contribute to helping my teammates grow and excel.

dan untuk berkontribusi membantu tim saya tumbuh dan unggul.

Grow, excel, contribute.

Tumbuh, unggul, berkontribusi.

I didn't have to be a diver to grow, excel and contribute.

Saya tidak harus jadi penyelam melakukan itu semua.

Research suggests that instead of foreclosing on one identity,

Penelitian menunjukkan bahwa daripada menutup satu identitas,

we're better off trying on a range of possible selves.

lebih baik kita mencoba berbagai potensi diri yang lain.

Retiring from diving

Pensiun dari menyelam,

freed me up to spend the summer doing psychology research

saya bisa menghabiskan musim panas melakukan riset psikologi

and working as a diving coach.

dan bekerja sebagai pelatih selam.

It also gave me time to concentrate on my dorkiest hobby,

Ini juga memberikan saya waktu luang untuk fokus ke hobi unik saya,

performing as a magician.

tampil sebagai pesulap.

I'm still working on my sleight of hand.

Saya masih melatih cara sulap saya.

Opening my mind to new identities opened new doors.

Membuka pikiran ke identitas baru membuka pintu peluang baru.

Research showed me that I enjoyed creating knowledge,

Penelitian menunjukkan saya suka menciptakan pengetahuan,

not just consuming it.

bukan hanya mengonsumsinya.

Coaching and performing

Melatih dan tampil

helped me see myself as a teacher and an entertainer.

mendorong saya melihat diri sebagai guru dan juga penghibur.

If that hadn't happened,

Jika itu tidak terjadi,

I might not have become a psychologist and a professor,

saya mungkin tidak akan jadi psikolog dan profesor,

and I probably wouldn't be giving this TED talk.

dan saya mungkin tidak bisa bicara di TED talk ini.

See, I'm an introvert,

Sebetulnya saya tertutup,

and when I first started teaching, I was afraid of public speaking.

dan ketika saya pertama kali mengajar, saya takut bicara depan publik.

I had a mentor, Jane Dutton,

Mentor saya, Jane Dutton,

who gave me some invaluable advice.

memberi beberapa nasihat berharga.

She said, "You have to unleash your inner magician."

Dia bilang, “Tunjukkan jati diri pesulap Anda.”

So I turned my class into a live show.

Jadi, saya ubah kelas saya menjadi pertunjukkan.

Before the first day, I memorized my students' names and backgrounds,

Sebelum hari pertama, saya menghafal nama dan latar belakang mahasiswa,

and then, I mastered my routine.

dan saya menguasai rutin saya.

Those habits served me well.

Kebiasaan ini membuahkan hasil.

I started to relax more and I started to get good ratings.

Saya mulai merasa lebih santai dan mulai dapat peringkat bagus.

But just like with goals and identities,

Tapi layaknya tujuan dan identitas,

the routines that help us today

yang membantu kita kini

can become the ruts we get trapped in tomorrow.

dapat menjadi tantangan yang menjebak di keesokan hari.

One day, I taught a class on the importance of rethinking,

Suatu hari, saya mengajar tentang pentingnya berpikir ulang,

and afterward, a student came up and said,

lalu, ada mahasiswa datang dan bilang,

"You know, you're not following your own principles."

“Anda tidak mengikuti prinsip Anda sendiri.”

They say feedback is a gift,

Katanya masukan adalah hadiah,

but right then, I wondered, "How do I return this?"

tapi saat itu, saya berpikir, “Bagaimana cara saya mengembalikannya?”

(Takes a breath)

(Menghela nafas)

I was teaching the same material, the same way, year after year.

Saya mengajar materi yang sama, dengan cara sama, bertahun-tahun.

I didn't want to give up on a performance that was working.

Saya tidak ingin menyerah dari pertunjukkan yang berjalan.

I had my act down.

Saya harus turunkan ego.

Even good habits can stand in the way of rethinking.

Bahkan kebiasaan baik jadi penghalang berpikir ulang.

There's a name for that too.

Ada nama juga untuk itu.

It's called "cognitive entrenchment,"

Sebutannya “Penguatan Kognitif”

where you get stuck in the way you've always done things.

ketika Anda terjebak dengan cara menyelesaikan sesuatu.

Just thinking about rethinking made me defensive.

Hanya memikirkan berpikir ulang membuat saya defensif.

And then, I went through the stages of grief.

Dan setelahnya, saya melalui tahapan sedih.

I happened to be doing some research on emotion regulation at the time,

Kebetulan saya dengan melakukan penelitian tentang regulasi emosi,

and it came in handy.

dan itu lumayan membantu.

Although you don't always get to choose the emotions you feel,

Walaupun Anda tidak bisa memilih emosi yang Anda rasakan,

you do get to pick which ones you internalize

Anda bisa memilih mana yang di rasa sendiri

and which ones you express.

dan mana yang bisa diluapkan.

I started to see emotions as works in progress,

Saya mulai melihat emosi sebagai sebuah proses,

kind of like art.

seperti seni.

If you were a painter,

Jika Anda seorang pelukis,

you probably wouldn't frame your first sketch.

Anda tidak akan membingkai sketsa pertama Anda.

Your initial feelings are just a rough draft.

Perasaan awal Anda hanyalah draf kasar.

As you gain perspective, you can rethink and revise what you feel.

Semakin Anda dapat perspektif, Anda bisa berpikir ulang perasaan itu.

So that's what I did.

Itulah yang saya lakukan.

Instead of defensiveness, I tried curiosity.

Daripada menjadi defensif saya belajar untuk penasaran.

I wondered, "What would happen if I became the student?"

Saya berpikir, “Apa yang akan terjadi kalau saya mahasiswa?”

I threw out my plan for one day of class,

Saya ganti semua rencana untuk satu hari,

and I invited the students to design their own session.

dan undang mahasiswa/i untuk mendesain sesi mereka.

The first year, they wrote letters to their freshman selves,

Tahun pertama, mereka menulis surat untuk diri ketika maba,

about what they wish they’d rethought or known sooner.

tentang apa yang mereka harap mereka tahu sebelumnya.

The next year, they gave passion talks.

Tahun berikutnya, mereka berbagi kisah menguggah.

They each had one minute to share

Semua bercerita dalam satu menit

something they loved or cared about deeply.

tentang sesuatu yang berarti untuk mereka.

And now, all my students give passion talks

Sekarang semua mahasiswa saya punya kisah menggunggah

to introduce themselves to the class.

untuk mengenalkan diri di kelas.

I believe that good teachers introduce new thoughts

Bagi saya, guru baik akan perkenalkan pemikiran baru

but great teachers introduce new ways of thinking.

tapi guru hebat perkenalkan cara berpikir yang baru.

But it wasn't until I ceded control that I truly understood

Tapi setelah saya menyerahkan kendali, saya baru benar-benar sadar

how much my students had to teach one another,

begitu banyak yang dapat dipelajari satu sama lain,

and me.

termasuk saya.

Ever since then,

Sejak saat itu,

I put an annual reminder in my calendar to rethink what and how I teach.

saya menaruh pengingat tahunan di kalender untuk memikirkan kembali cara mengajar.

It's a checkup.

Itu seperti pemeriksaan.

Just when you go to the doctor for an annual checkup

Seperti waktu Anda ke dokter untuk pemeriksaan umum

when nothing seems to be wrong,

ketika semua sepertinya sehat,

you can do the same thing in the important parts of your life.

Anda bisa lakukan hal serupa untuk bagian penting di hidup Anda.

A career checkup to consider how your goals are shifting.

Pemeriksaan karier untuk meninjau tujuan Anda yang berubah.

A relationship checkup to re-examine your habits.

Pemeriksaan hubungan untuk menilai kebiasaan Anda.

An identity checkup to consider how your values are evolving.

Pemeriksaan identitas untuk melihat bagaimana nilai hidup yang berkembang.

Rethinking does not have to change your mind --

Berpikir ulang tidak harus mengubah cara pikir Anda

it just means taking time to reflect

itu hanya waktu untuk merenung

and staying open to reconsidering.

dan tetap terbuka untuk pilihan baru.

A hallmark of wisdom

Ciri dari kebijaksanaan

is knowing when to grit and when to quit,

adalah mengetahui kapan bertahan dan kapan berhenti,

when to throw in the towel on an old identity

kapan meninggalkan identitas lama

and dive into a new one,

dan mengenalkan yang baru,

when to walk away from some old habits and start scaling a new mountain.

kapan menjauh dari kebiasaan buruk dan mulai mendaki gunung yang baru.

Your past can weigh you down,

Masa lalu dapat membebani Anda,

and rethinking can liberate you.

dan berpikir ulang dapat membebaskan Anda.

Rethinking is not just a skill to master personally,

Berpikir ulang bukan hanya keahlian yang dikuasai pribadi,

it's a value we need to embrace culturally.

ini adalah nilai yang harus kita rangkul di budaya kita.

We live in a world that mistakes confidence for competence,

Kita hidup di dunia yang mengira kepercayaan sebagai kompetisi,

that pressures us to favor the comfort of conviction

yang menekan kita cenderung berpihak pada kepastian

over the discomfort of doubt,

daripada rasa ragu yang tidak nyaman,

that accuses people who change their minds of flip-flopping,

yang menuduh orang yang mengubah pemikiran sebagai plin-plan,

when in fact, they might be learning.

padahal faktanya, mereka mungkin belajar.

So let's talk about how to make rethinking the norm.

Jadi mari kita bicarakan cara membuat berpikir ulang sebagai norma.

We need to invite it and to model it.

Kita harus membuatnya sebagai contoh.

A few years ago,

Beberapa tahun yang lalu,

some of our students at Wharton challenged the faculty to do that.

beberapa mahasiswa di Wharton menantang fakultas melakukannya.

They asked us to record

Mereka meminta kita merekam

our own version of Jimmy Kimmel's Mean Tweets.

‘Kicauan jahat’ a la Jimmi Kimmel dengan versi kami.

We took the worst feedback we'd ever received

Kami mengambil kritik terburuk yang kami terima

on student course evaluations,

pada evaluasi kursus mahasiswa,

and we read it out loud.

dan kami membacanya lantang.

Angela Duckworth: “It was easily one of the worst three classes I’ve ever taken...

Angela Duckworth: “Ini adalah salah satu dari tiga kelas terburuk yang saya ambil..

one of which the professor was let go after the semester.”

bahkan salah satu dari dosen dipecat setelah semester berakhir.”

Mohamed El-Erian: “The number of stories you tell

Mohamed El-Erian: “Beberapa cerita yang Anda bagi

give ‘Aesop’s Fables’ a run for its money.

mempromosikan pesan dalam Dongeng Aesop.

Less can be more.”

Lebih sedikit, lebih baik.”

Ouch.

Ouch.

Adam Grant: “You’re so nervous

Adam Grant: “Anda sangat gugup

you’re causing us to physically shake in our seats.”

membuat kami menggoyangkan kursi-kursi kami.”

(Laughs)

(Tertawa)

Mae McDonnell: “So great to finally have a professor from Australia.

Mae McDonnell: “Sangat senang akhirnya bertemu dengan professor dari Australia.

You started strong but then got softer.

Anda memulai dengan bagus tapi kemudian melemah.

You need tenure, so toughen up with these brats.”

Anda butuh masa jabatan, jadi tegarlah depan anak-anak nakal ini.”

I'm from Alabama.

Saya dari Alabama.

Michael Sinkinson: “Prof Sinkinson acts all down with pop culture

Michael Sinkinson: “Prof Sinkinson bergaya seperti budaya pop

but secretly thinks Ariana Grande is a font in Microsoft Word.”

tapi diam-diam mengira Ariana Grande adalah nama font di Microsoft Word.”

(Laughs)

(Tertawa)

AG: After I show these clips in class,

AG: Setelah saya menonton klip ini,

students give more thoughtful feedback.

mahasiswa memberikan masukan lebih bijak.

They rethink what's relevant.

Mereka berpikir ulang relevansinya.

They also become more comfortable telling me what to think,

Mereka juga menjadi lebih nyaman memberitahu tentang apapun,

because I'm not just claiming I'm receptive to criticism.

karena saya tidak hanya mengklaim saya terbuka dengan kritik.

I'm demonstrating that I can take it.

Saya menunjukkan bahwa saya mendengarkan.

We need that kind of openness in schools,

Kita butuh keterbukaan ini di sekolah,

in families, in businesses, in governments, in nonprofits.

dalam berkeluarga, berbisnis, kepemerintahaan, dan lembaga non-profit.

A couple of years ago, I was working on a project for the Gates Foundation,

Beberapa tahun yang lalu, saya bekerja dalam projek di Gates Foundation,

and I suggested that leaders could record their own version of Mean Tweets.

dan saya menyarankan pemimpin merekam ‘Kicauan Jahat’ versi mereka.

Melinda Gates volunteered to go first,

Melinda Gates rela untuk memulai duluan,

and one of the points of feedback that she read

dan salah satu masukan yang dia bacakan

said "Melinda is like Mary effing Poppins.

bilang “Melinda seperti Mary Poppins.

Practically perfect in every way."

Begitu sempurna dari sisi apapun.”

And then, she started listing her imperfections.

Dan kemudian, dia mulai membuka ketidaksempurnaannya.

People at the Gates Foundation who saw that video

Orang-orang di Gates Foundation yang melihat video tersebut

ended up becoming more willing

jadi lebih terbuka

to recognize and overcome their own limitations.

untuk mengakui dan menghadapi limitasi mereka.

They were also more likely to speak up about problems and solutions.

Mereka juga lebih cenderung angkat bicara tentang masalah dan solusi.

What Melinda was modeling was confident humility.

Apa yang Melinda contohkan adalah kerendahan hati.

Confident humility is being secure enough in your strengths

Kerendahan hati yang percaya diri adalah ketika Anda

to acknowledge your weaknesses.

untuk mengakui kelemahan Anda.

Believing that the best way to prove yourself is to improve yourself,

Percaya cara terbaik membuktikan diri adalah dengan memperbaiki diri,

knowing that weak leaders silence their critics

mengetahui pemimpin yang lemah membungkam kritik

and make themselves weaker,

dan membuat mereka semakin lemah,

while strong leaders engage their critics and make themselves stronger.

sementara pemimpin yang kuat merangkul kritik dan membuat mereka semakin kuat.

Confident humility gives you the courage to say "I don't know,"

Kerendahan hati memberi Anda keberanian untuk bilang “Saya tidak tahu,”

instead of pretending to have all the answers.

daripada berpura-pura punya semua jawabannya.

To say "I was wrong," instead of insisting you were right.

Untuk mengatakan “Saya salah,” daripada bersikeras Anda benar.

It encourages you to listen to ideas

Ini mendorong Anda untuk mendengarkan ide

that make you think hard,

yang membuat Anda berpikir,

not just the ones that make you feel good,

bukan hanya yang membuatmu merasa baik,

and to surround yourself with people who challenge your thought process,

dan bergaul dengan orang-orang yang menantang proses berpikir Anda

not just the ones who agree with your conclusions.

bukan hanya mereka yang setuju dengan kesimpulan Anda.

And sometimes, it even leads you to challenge your own conclusions,

Dan terkadang, itu bahkan menuntunmu untuk menantang kesimpulan Anda sendiri

like with the story about the frog that can't survive the slow-boiling pot.

seperti dengan cerita tentang kodok yang tak bertahan dalam panci yang mendidih.

I found out recently that's a myth.

Saya baru tahu bahwa itu adalah mitos.

If you heat up the water,

Jika Anda memanaskan air,

the frog will jump out as soon as it gets uncomfortably warm.

kodok akan lompat ketika mereka merasa air mulai menghangat.

Of course it jumps out, it's not an idiot.

Tentu mereka akan lompat, mereka tidak bodoh.

The problem is not the frog, it's us.

Masalahnya bukan si kodok, tapi kita.

Once we accept the story as true, we don't bother to think again.

Ketika kita menerima fakta meyakinkan, kita malas untuk berpikir ulang.

What if we were more like the frog,

Tapi bagaimana jika kita seperti kodok,

ready to jump out if the water gets too warm?

yang siap untuk lompat ketika air sudah terasa hangat?

We need to be quick to rethink.

Kita harus cepat dalam berpikir ulang.

Thank you.

Terima kasih.