I stepped out of grief -- by dancing with fire | Danielle Torley

Transcriber: Leslie Gauthier Reviewer: Camille Martínez

Translator: Esti Evintawati Reviewer: Nathaniel Luis Reyhan Soesilo

When I was six years old,

Ketika saya berusia enam tahun,

our house caught fire,

rumah kami terbakar,

and my mother died.

dan ibu saya meninggal.

It was a cold February night in Michigan.

Saat itu Februari malam yang dingin di Michigan.

Our chimney had recently been fixed,

Cerobong asap kami baru saja diperbaiki,

so we had a warm fire going in the fireplace.

jadi kami membuat perapian yang hangat di tempatnya.

My younger sister and I were sitting next to our dog

Saya dan adik perempuan saya duduk di sebelah anjing kami

and coloring with a brand-new box of colored pencils,

dan sedang mewarnai dengan pensil warna baru

when Mom said it was time for bed.

ketika ibu berkata saatnya untuk tidur.

We'd planned to go up north that night

Kami berencana ke arah utara malam itu

for a weekend of snowmobiling and sledding,

untuk akhir pekan bermain mobil salju dan kereta luncur,

but it was already dark and snowing outside,

tapi saat itu sudah malam dan bersalju,

so we decided to leave the next morning instead.

jadi kami memutuskan untuk pergi keesokan paginya.

We went upstairs, brushed our teeth, climbed into bed,

Kami ke lantai atas, menyikat gigi, naik ke atas kasur,

my sister's room right next to the stairs,

kamar adik saya tepat di sebelah tangga,

and mine at the far end of the hallway.

dan kamar saya di ujung lorong.

Our parents tucked us in and kissed us good night

Orang tua kami menyelimuti dan mengecup selamat malam,

then left the door open just a crack,

lalu membiarkan pintu sedikit terbuka,

and the hallway light on, as it always was.

dan lampu lorong menyala, seperti biasanya.

In the middle of the night, I woke up sweating,

Tengah malam, saya terbangun dengan berkeringat,

confused because I couldn't see that hallway light.

kebingungan karena saya tidak bisa melihat lampu lorong.

Saya mulai berteriak memanggil orang tua

I started shouting for my parents

until finally, I heard words that I'll never forget:

sampai akhirnya, saya mendengar sesuatu yang tidak bisa saya lupakan:

"Dave, it's a fire!"

"Dave, Api!"

We later found out that our fire from earlier

Kami lalu sadar bahwa perapian yang tadi

had burned through an unrepaired crack in the chimney,

telah membakar retakan di cerobong asap yang belum diperbaiki,

causing the fireplace doors to explode

menyebabkan pintu perapian meledak

and fire to just pour into the living room.

dan api mulai merambat ke ruang tamu kami.

I remember my mom running down to my sister's room,

Saya ingat ibu saya berlari ke kamar adik saya,

frantically searching for her

mencarinya dengan panik

and finally finding her on the floor.

dan akhirnya menemukan dirinya di lantai.

I crawled after her on my hands and knees,

Saya merangkak ke arahnya dengan tangan dan lutut,

trying not to breathe in the smoke.

mencoba untuk tidak menghirup asap.

I remember standing next to my sister's room,

Saya ingat berdiri di samping kamar adik saya,

trying to turn on that hallway light,

mencoba menyalakan lampu di lorong,

but it was already on;

tapi sebenarnya sudah menyala;

I just couldn't see it because the smoke was so thick.

saya tidak bisa melihatnya karena asapnya begitu tebal.

I remember feeling the heat of the fire on my skin

Saya ingat rasa panas dari apinya di kulit saya

and hearing the sound of it as it climbed up the stairs.

dan mendengar suara apinya saat menjalar menaiki tangga.

My dad ran down to my bedroom window as an escape route,

Ayah saya berlari ke jendela kamar saya untuk rute kabur,

but it was February, and it was frozen shut.

tapi saat itu Februari dan jendelanya membeku.

Eventually, he broke the window and pried it open,

Akhirnya, dia memecahkan jendelanya dan membukanya,

his arms and hands covered in glass and cuts.

lengan dan tangannya terluka dari pecahan kaca.

He lifted my sister and me onto an awning under the window

Dia mengangkat saya dan adik ke kanopi di bawah jendela

and told us to shout for help.

dan menyuruh kami untuk teriak minta tolong.

Not seeing my mom,

Karena tidak melihat ibu saya,

he considered going back into the fire to find her,

dia berpikir untuk kembali ke dalam untuk mencarinya,

but after looking at my sister and me huddled together on that roof

tapi setelah melihat adik dan saya meringkuk di atap

and knowing that neither of them may make it out,

dan menyadari bahwa tidak satu pun dari mereka akan berhasil,

he stayed with us,

dia memilih bersama dengan kami,

calling her name through the window instead.

sambil memanggil namanya melalui jendela.

After a few minutes,

Setelah beberapa menit,

a man driving down the street saw the smoke and fire,

seorang pria yang berkendara di jalan melihat asap dan api,

drove onto our lawn,

menuju ke halaman rumah kami,

climbed onto the roof of his car

memanjat ke atap mobilnya

and told us to jump into his arms.

dan berkata ke kami untuk lompat ke pelukannya.

Kami belum pernah melihatnya,

We'd never seen him before,

and even though he saved our lives,

dan meski dia menyelamatkan kami,

we never saw him again.

kami tidak pernah bertemu lagi.

We were brought over to a neighbor's house

Kami dibawa ke rumah tetangga kami

while Dad continued to wait on the roof for my mom,

sementara ayah menunggu ibu saya di atap,

reaching his arms and hands through the window

mengulurkan lengan dan tangannya melalui jendela

and into the fire,

ke dalam kobaran api,

calling her name over and over.

memanggil namanya terus-menerus.

He said later that when the fire department arrived,

Dia lalu berkata bahwa ketika pemadam kebakaran datang,

they carried him down the ladder just as a lower-level window shattered

mereka membawanya menuruni tangga saat jendela di lantai bawah pecah

and burst into flames.

dan terbakar.

It took the fire department longer to find my mom.

Ini menghambat pemadam kebakaran yang mencari ibu saya.

She'd been on the floor of my bedroom the entire time,

Ibu saya berada di lantai kamar saya selama itu,

pinned down by a dresser that had fallen on her leg.

tertimpa lemari yang jatuh di atas kakinya.

We think she went back to look for our dog,

Kami pikir dia kembali untuk mencari anjing kami,

but by the time the fire department reached them it was too late.

tapi saat pemadam kebakaran menemukan mereka, itu sudah terlambat.

She died on the way to the hospital.

Dia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

Dad was in critical condition,

Ayah dalam kondisi yang kritis

with smoke inhalation and burns and cuts over a third of his body.

dengan menghirup asap dan luka bakar serta sayatan di sepertiga badannya.

He spent nearly a month in the hospital,

Dia dirawat hampir sebulan di rumah sakit,

unable to attend Mom's funeral

tidak bisa menghadiri pemakaman ibu

and undergoing multiple, excruciating skin graft surgeries.

dan menjalani banyak operasi cangkok kulit yang menyiksa.

My sister and I stayed with a neighbor across the street,

Saya dan adik tinggal dengan tetangga kami di seberang jalan,

but we would sit in front of their living room window for hours,

tapi kami akan duduk di depan jendela ruang tamu mereka berjam-jam,

just staring at the remains of our burnt home.

melihat sisa rumah kami yang terbakar.

After a few days, it became evident

Setelah beberapa hari, menjadi jelas

that we would need to go and stay with some different family friends.

bahwa kami harus tinggal dengan beberapa teman keluarga yang berbeda.

The next few years were tough.

Beberapa tahun kemudian menjadi sulit.

As a single father of two young girls,

Sebagai ayah tunggal dari dua anak perempuan,

Dad did his very best to provide for us

ayah bekerja keras untuk menghidupi kami

as we all tried to grieve and recover.

seiring kami mencoba berkabung dan pulih.

We began to move on in this new reality.

Kami mulai terbiasa dengan realita ini.

Dad bought a new house down the street, without a fireplace,

Ayah membeli rumah baru di ujung jalan, tanpa perapian,

and eventually remarried.

dan akhirnya menikah lagi.

My sister and I excelled in school.

Saya dan adik berprestasi di sekolah.

I was a cheerleader,

Saya adalah pemandu sorak,

and she rode horses and played in the band.

dan dia menunggang kuda dan bermain di orkes.

But nothing could stop the gut-wrenching nightmares that haunted me.

Tapi tidak ada yang bisa menghentikan mimpi buruk yang menghantui saya.

I would dream of fire,

Saya akan bermimpi tentang api,

of being trapped in fire with no escape.

terperangkap di api tanpa jalan keluar.

I remember, and even now I can feel,

Saya ingat, dan bahkan sekarang bisa merasakan

the sheer panic and the pressure in my chest.

kepanikan dan tekanan luar biasa di dalam dada saya.

Or worse were the dreams where I was outside the fire watching it,

Atau buruknya, mimpi saat saya di luar kebakaran dan menyaksikannya,

trying to save the people inside.

mencoba menolong orang di dalamnya.

I'd wake up gasping for breath,

Saya akan terbangun terengah-engah,

tears running down my face and sobbing.

air mata menetes di wajah dan teresak-esak.

When I was 15,

Ketika saya berusia 15 tahun,

a friend of mine and a very talented artist,

teman saya dan seorang seniman bertalenta,

painted two abstract portraits for me.

melukis dua lukisan potret abstrak untuk saya.

One was done in black and white

Salah satunya hitam dan putih

and depicted a scared girl cowering in the corner of a room,

dan ada seorang gadis ketakutan meringkuk di sudut ruangan

shadows surrounding her.

dengan bayangan mengelilinginya.

The other was a bursting rainbow of color;

Satunya lagi berwarna-warni;

the girl was in the center of the page,

seorang gadis berada di tengah lukisan,

arms open and outstretched,

lengannya terbuka dan terulur,

clearly full of joy and happiness.

jelas dipenuhi kegembiraan dan kebahagiaan.

He knew my past,

Dia tahu masa lalu saya,

and he knew that I was conflicted and confused,

dan dia tahu bahwa saya bimbang dan kebingungan,

but he had also seen my potential

tapi dia juga tahu potensi saya

and wanted to show me what he already saw.

dan ingin menunjukan pada saya apa yang telah dia lihat.

After a few years, I realized that these two portraits

Setelah beberapa tahun, saya menyadari bahwa kedua lukisan itu

showed two completely different paths before me:

memperlihatkan saya dua jalan yang sangat berbeda:

a life of fear

hidup penuh ketakutan

or the promise and potential for recovery.

atau keyakinan dan kemungkinan pulih.

I had always been drawn to that brighter, more colorful painting,

Saya selalu tertarik ke lukisan yang cerah dan penuh warna,

but I wasn't quite sure what it meant for me

tapi saya tidak yakin apa artinya untuk saya

or how to transform my current mentality into that kind of joy and happiness.

atau cara mengubah mentalitas saat ini menjadi kegembiraan dan kebahagiaan.

So outwardly, I moved on with life --

Jadi, dari luar, saya melanjutkan hidup --

graduated high school, went to college --

lulus SMA, pergi ke perguruan tinggi --

while inwardly,

sementara di dalam hati,

I continued to bounce between the highest of highs

perasaan saya masih campur aduk antara sangat bahagia dan sangat sedih

and the lowest of lows,

like a Ping-Pong ball between those two portraits.

seperti bola ping pong di antara kedua lukisan tesebut.

In 2004, I went backpacking through Central America with a friend.

Pada tahun 2004, saya pergi ke sepanjang Amerika Tengah bersama teman.

We spent our first week on the island of Roatán,

Kami menghabiskan satu minggu di pulau Roatán

off the coast of Honduras.

di lepas pantai Honduras.

After a few days there, my friend and I realized

Setelah beberapa hari di sana, saya dan teman sadar

that one of our new local friends was a fire dancer.

bahwa salah seorang teman lokal baru kami adalah penari api.

Neither of us had ever seen fire dancing before,

Kami berdua tidak pernah melihat tari api sebelumnya,

so one night, we decided to go see a show.

jadi suatu malam, kami memutuskan untuk melihatnya.

We watched, mesmerized,

Kami menontonnya, terpesona,

as he and two friends lit these props on fire,

saat dia dan dua temannya menyalakan alatnya dengan api,

threw them in the air

melemparnya ke udara

dan memutarnya di sekitar badan mereka.

and spun them around their bodies.

Their moves were deliberate and controlled,

Gerakan mereka tenang dan terkendali,

yet still graceful and flowing to the music.

tapi tetap anggun dan menyatu dengan musik.

I was completely entranced.

Saya sangat terpesona.

The next day, he offered to teach us how to fire dance, or "spin" --

Besoknya, dia menawari kami belajar cara menari api, atau "memutar" --

without fire, of course.

tanpa api, tentu saja.

He showed us the difference between a fire staff,

Dia menunjukkan perbedaan antara tongkat api,

which is a long piece of wood or aluminum with two Kevlar wicks,

yaitu kayu panjang atau aluminium dengan dua sumbu kevlar,

and fire poi, which are Kevlar wicks with chains and finger loops.

dan poi api, yaitu sumbu kevlar dengan rantai dan lubang jari.

After that first time spinning poi,

Setelah pertama kali memutar poi,

I knew that this was a hobby that I wanted to continue learning

saya tahu bahwa ini adalah hobi yang saya ingin terus pelajari

in the hopes that maybe one day,

dengan harapan mungkin suatu hari,

I might be brave enough to try it with fire.

saya mungkin cukup berani mencobanya dengan api.

Now, I can guess what people might be thinking:

Sekarang, saya bisa tebak yang dipikirkan orang lain:

How was I not terrified and running in the opposite direction?

Mengapa saya tidak ketakutan dan berlari ke arah berlawanan?

And honestly, I don't know.

Dan jujur saja, saya tidak tahu.

I think that perhaps being a cheerleader and doing gymnastics and piano

Saya kira menjadi pemandu sorak dan melakukan senam dan piano

while growing up,

ketika bertumbuh dewasa,

these activities were very structured and prescribed,

aktivitas ini sangat terstruktur dan stabil,

whereas this type of flow art seemed like a form of meditation

sedangkan jenis seni mengalir ini seperti sebuah bentuk dari meditasi,

but with a focus on fire,

tapi dengan fokus pada api,

this thing that scared me so deeply for my entire life.

hal yang sangat menakutkan saya selama hidup.

After that first time practicing,

Setelah pertama kali berlatih,

my friend and I cobbled together our own sets of homemade poi

saya dan teman merakit poi buatan sendiri

using socks, shoelaces and tennis balls.

menggunakan kaos kaki, tali sepatu, dan bola tenis.

We did not light shoelaces and socks on fire,

Kami tidak membakar tali sepatu dan kaos kakinya,

we just used it for the practice part.

kami hanya menggunakannya untuk berlatih.

But after returning home to Michigan,

Tapi setelah kembali ke Michigan,

we decided to buy our own sets of actual fire poi.

kami memutuskan untuk membeli perangkat poi api yang sesungguhnya.

And after a few months,

Dan setelah beberapa bulan,

we decided that we were ready to light them on fire.

kami memutuskan bahwa kami siap untuk membakarnya.

We bundled up in cotton layers,

Kami melapisi diri dengan lapisan katun,

got a fire extinguisher,

menyediakan alat pemadam api,

wet a towel for safety,

handuk basah untuk jaga-jaga,

prepared our fuel,

menyiapkan bahan bakarnya,

gave each other a very energetic pep talk and high five

memberikan satu sama lain penyemangat yang sangat energik dan tos

and lit those poi on fire.

dan menyalakan poi-nya dengan api.

It was terrifying.

Ini sangat menakutkan.

Half of my brain was freaking out

Separuh otak saya ketakutan

and thinking, "OK, wait -- maybe we need to think about this.

dan berpikir, "OK, tunggu -- mungkin kita perlu memikirkannya lagi.

We should probably stop."

Kita mungkin seharusnya berhenti."

The sound of the fire as it whooshed by my head

Suara apinya saat mendesing di dekat kepala saya

was incredibly loud

amat keras

and brought me right back to my childhood.

dan membawa saya kembali ke masa kecil.

But it was also incredibly exhilarating.

Tapi, hal itu juga sangat menyenangkan.

The other half of my brain, the creative half, was thinking,

Separuh otak saya, bagian kreativitas, berpikir,

"I can't believe it! I'm a fire dancer."

"Saya tak percaya ini! Saya seorang penari api."

For anyone who spins,

Untuk siapa pun yang menari,

ada suatu level adrenalin

there's a level of adrenaline

or that rush of fire dancing.

atau ada perasaan tersendiri dari tarian api.

But as someone whose life had been so greatly impacted by fire,

Tapi untuk seseorang yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh api,

I also felt an immense sense of empowerment

saya juga merasakan kekuatan yang luar biasa

at being able to control and manipulate fire.

karena bisa mengontrol dan mengarahkan api.

I made a conscious decision to step out of my grief.

Saya membuat keputusan secara sadar untuk keluar dari kesedihan.

It was not easy.

Hal itu tidak mudah.

There's a Nirvana lyric that says "I miss the comfort of being sad,"

Ada lirik dari Nirvana, "Saya rindu kenyamanan saat bersedih,"

and that was exactly it.

dan hal itu memang benar.

I was in control of my sadness.

Saya dikuasai oleh kesedihan.

Saya tahu apa yang akan terjadi pada saya, dan tahu apa harapannya,

I knew what it would bring to me, and I knew what to expect,

but I also knew deep down that eventually,

tapi saya juga tahu di lubuk hati bahwa akhirnya,

I had to do that really hard work of trying to heal from my past.

saya harus bekerja keras agar sembuh dari masa lalu saya.

So I kept practicing.

Jadi, saya terus berlatih.

I took a plastic grocery bag, cut it into strips,

Saya mengambil tas belanja, memotongnya menjadi potongan,

tied it to the ends of those poi

mengikatnya di ujung poi-nya

and used it to replicate the sound of the fire as it went past my head.

dan menggunakannya untuk meniru suara apinya saat melewati kepala saya.

And I kept lighting the poi on fire.

Dan saya tetap menyalakan poi dengan api.

At some point, something shifted.

Pada satu titik, sesuatu berubah.

My perspective on fire dancing changed

Perspektif saya pada tarian api berubah

from something that I was apprehensive about

dari sesuatu yang saya khawatirkan

to something that brought me a sort of peace.

menjadi sesuatu yang memberi saya semacam kedamaian.

Without realizing it,

Tanpa menyadarinya,

saya telah memulai terapi paparan bagi saya sendiri,

I had initiated my own form of exposure therapy,

an actual type of psychotherapy

jenis psikoterapi nyata

where you deliberately expose yourself to things that have caused you trauma

di mana Anda dengan sengaja memaparkan diri

kepada hal yang membuat Anda trauma atau takut.

or scare you.

I'd exposed myself to fire in this very unique way

Saya telah mengekspos diri saya pada api dengan cara yang unik

and had transformed what it meant to me.

dan telah mengubah artinya bagi saya.

My nightmares slowed down

Mimpi buruk saya perlahan berhenti

and now, years later, have stopped almost completely.

dan sekarang, bertahun-tahun kemudian, telah berhenti sepenuhnya.

I started fire dancing not just for myself but at events and performances.

Saya memulai tarian api tidak hanya untuk saya, tapi untuk acara dan performa.

I started a fire troop with friends while living in Dubai,

Saya merintis pasukan api dengan teman-teman saat di Dubai,

created beautiful art with my sister who became a photographer,

menciptakan seni yang indah dengan adik saya, seorang fotografer,

taught children how to spin at birthday parties,

mengajari cara memutar ke anak-anak di acara ulang tahun,

performed onstage and at festivals

tampil di atas panggung dan di festival

and even taught my own children the basics of spinning.

dan bahkan mengajari anak saya dasar dari berputar.

And that's not to say

Dan hal itu tidak berarti

that I don't still have an apprehension to fire in general.

bahwa saya tidak punya ketakutan pada api secara umum.

I can practice a move a million times,

Saya bisa berlatih gerakannya berkali-kali,

but then when I try it with fire,

tapi saat mencobanya dengan api,

I feel that familiar panic and tightening in my chest.

saya merasakan panik yang familiar dan menyesakkan dalam dada saya.

I'm still apprehensive about living in a two-story house

Saya masih resah untuk tinggal di rumah dengan dua lantai

or having a fireplace.

atau mempunyai tempat perapian.

Every night before I go to sleep,

Setiap malam, sebelum saya tidur,

I clear a path between my kids' bedroom doors,

saya membersihkan jalan antara pintu kamar tidur anak saya,

our bedroom door

kamar tidur kami,

dan semua pintu keluar,

and all the exit doors,

in case we need to leave quickly.

jika kami harus cepat keluar.

And it's taken me a long time

Dan membutuhkan waktu lama

to get on board with the idea of closing bedroom doors at night

untuk mulai menutup pintu kamar tidur saat malam untuk memperlambat api

to slow down a fire,

because I'd always thought if I closed my kids' bedroom doors,

karena saya selalu berpikir jika pintu kamar tidur anak saya ditutup,

I might not be able to hear them like my mom heard me.

saya mungkin tidak bisa mendengar mereka layaknya ibu mendengar saya.

And of course, this is my story.

Dan tentu saja, ini adalah cerita saya.

I can't say that I have the answer

Saya tidak bisa katakan bahwa saya punya jawabannya

for someone with a different kind of trauma.

untuk seseorang dengan jenis trauma yang berbeda.

If the situation had been reversed,

Jika situasinya dibalik

and I'd lost a child in a fire,

dan saya kehilangan anak karena api,

I'm not sure that fire dancing would be the answer,

saya tidak yakin jika tarian api adalah jawabannya,

or if I'd even have the capacity to get near fire again.

atau jika saya punya kemampuan untuk dekat dengan api lagi.

But what I can say from my own experience

Tapi yang bisa saya katakan dari pengalaman saya

is that after experiencing a trauma or hardship,

adalah bahwa setelah mengalami trauma atau kesulitan,

you have a choice between two paths.

Anda punya pilihan antara dua jalan.

One path will lead you to a life of fear and cowering in the darkness,

Jalan pertama akan membuat Anda

hidup dalam ketakutan dan meringkuk dalam kegelapan

like that black-and-white painting I described earlier.

seperti lukisan hitam-putih yang saya deskripsikan tadi.

You might move on with life, but at the same time,

Anda mungkin melanjutkan hidup,

tapi Anda masih memegang kesedihan yang memberi rasa nyaman.

you're still clinging to that sadness that brings you comfort.

The other path, stepping out of grief,

Jalan lainnya, keluar dari kesedihan,

will not change or undo anything.

tidak akan mengubah atau menghapus apa pun.

It will be hard.

Itu akan sulit.

It will always be hard,

Itu akan selalu sulit,

with high mountains and deep, dark valleys.

dengan pegunungan tinggi dan lembah yang dalam dan gelap.

But this path looks forward and moves forward.

Tapi jalan ini melihat dan bergerak ke depan.

When I learned to dance with fire,

Ketika saya belajar untuk menari dengan api,

I learned to reconcile the traumatic part of my life

saya belajar untuk berdamai dengan bagian hidup saya yang traumatis

with the totality of my life as it was still unfolding.

dengan totalitas hidup saya karena hal itu masih berlangsung.

Fire became more than just trauma

Api menjadi lebih dari trauma,

but beauty and art as well,

namun juga menjadi kecantikan dan seni,

everything, all at once, just like life,

semua, tiba-tiba, seperti hidup,

flickering and smoldering

berkedip dan membara

and burning and dazzling,

dan membakar dan mempesona,

and somehow, in the middle of it, finding a way to dance ...

dan entah bagaimana, di tengah itu semua, saya temukan cara untuk menari ...

me.

saya.

Thank you.

Terima kasih.