Fight for Justice — Even if You Don’t Live To See It | Golriz Lucina | TED

Translator: ryan aziz Reviewer: Ezy Wiranda

It is not an unusual sight in Iran:

Ini bukan pemandangan yang tidak biasa di Iran:

a large conference attended only by men.

konferensi besar yang hanya dihadiri oleh laki-laki.

After all, women are to be hidden from public view,

Bagaimanapun, wanita harus disembunyikan dari pandangan publik,

kept uneducated, silent, powerless.

dibiarkan tidak berpendidikan, diam, dan tidak berdaya.

It is within these strict confines that a young woman,

Dalam batas-batas yang ketat inilah seorang wanita muda,

eyes bright with possibility for a more just and equitable world,

dengan mata berbinar dan kemungkinan untuk dunia yang lebih adil,

bravely steps into this gathering of men with her veil removed.

dengan berani melangkah masuk ke pertemuan pria tanpa kerudungnya.

Her face is uncovered,

Wajahnya terbuka,

an act considered blasphemous.

tindakan yang dianggap menistakan.

Just the presence of this woman alone sends shock waves through the crowd.

Kehadiran wanita ini saja sudah mengejutkan kerumunan.

She declares that the time has come to break away from antiquated traditions

Dia menyatakan bahwa waktunya telah tiba untuk melepaskan diri dari tradisi kuno

and step into a new era of human consciousness,

dan melangkah ke era baru kesadaran manusia,

in which every person is free to choose their own path.

tempat setiap orang bebas memilih jalan mereka sendiri.

Soon after, she is imprisoned,

Segera setelah itu, dia dipenjara,

charged with spreading corruption on Earth

didakwa menyebarkan kerusakan di Bumi

and sentenced to death.

dan dijatuhi hukuman mati.

This woman was Táhirih.

Wanita ini adalah Táhirih.

A poet, a mystic, a champion for human rights.

Seorang penyair, seorang mistikus, seorang pejuang hak asasi manusia.

Now, this story may sound like a recent headline from Iran,

Cerita ini terdengar seperti berita utama di Iran sekarang,

but it actually took place nearly 200 years ago, in 1848.

tetapi ini sebenarnya terjadi hampir 200 tahun yang lalu, tahun 1848.

When I look at my birthplace of Iran today, I have to ask,

Ketika saya melihat tempat kelahiran saya, Iran, hari ini, saya bertanya,

what's changed?

apa yang berubah?

Have we made any progress?

Sudahkah kami membuat kemajuan?

I see Táhirih's fate being replayed in the lives of other courageous women

Saya melihat nasib Táhirih terulang dalam kehidupan wanita pemberani lainnya

who at this very moment are choosing nonviolent means,

yang pada saat ini memilih cara tanpa kekerasan,

such as speaking out and removing their hijabs,

seperti berbicara dan melepas jilbabnya

to proclaim their freedoms.

untuk menyatakan kebebasan mereka.

And tragically, just like Táhirih,

Tragisnya, sama seperti Táhirih,

their lives and the rights they are defending

kehidupan mereka dan hak-hak yang mereka pertahankan

are being stamped out and suffocated.

diinjak-injak dan dibungkam.

It's easy to feel hopeless.

Sangat mudah merasa putus asa.

It's easy to feel defeated.

Sangat mudah merasa dikalahkan.

Yet within their stories,

Namun, dalam cerita mereka,

and within hers,

dan di dalam ceritanya,

I do see progress.

saya melihat kemajuan.

I see powerful lessons about what it means

Saya melihat pelajaran yang berharga tentang

to believe so deeply in the transformation of society

apa artinya kepercayaan yang mendalam pada transformasi masyarakat

that we dedicate our lives to laying down the building blocks of a better world.

sehingga kita mendedikasikan hidup kita untuk membangun dunia yang lebih baik.

A world we may not even live to see.

Dunia yang mungkin tidak bisa kita lihat.

Táhirih's life is an example of being undeterred

Kehidupan Táhirih adalah contoh untuk tidak terpengaruh

by our limitations and our constraints.

oleh keterbatasan dan kendala kita.

In an arranged marriage since the age of 14,

Dalam pernikahan yang diatur sejak usia 14 tahun,

and with three children,

dan dengan tiga anak,

Táhirih still used whatever tools she had within her means --

Táhirih tetap menggunakan segala alat yang dimilikinya sesuai dengan kemampuannya --

her words, her actions, her poetry --

kata-katanya, tindakannya, puisinya -

to encourage all of those around her to abandon the suffocating scripts

untuk mendorong semua orang di sekitarnya untuk meninggalkan naskah mencekik

that they had inherited for their lives,

yang telah mereka warisi untuk hidup mereka,

and to independently investigate the truth for themselves.

dan untuk menyelidiki sendiri kebenarannya.

She was met with hostile opposition,

Dia menghadapi perlawanan yang penuh permusuhan,

abuse and imprisonment.

pelecehan, dan pemenjaraan.

Yet Táhirih was unflinching in her efforts,

Namun, Táhirih teguh dalam usahanya,

fixing her eyes on a horizon line of justice and freedom for all.

memusatkan pandangannya pada keadilan dan kebebasan untuk semua.

Through Táhirih's actions, we understand the power that sacrifice has

Melalui tindakan Táhirih, kita paham kekuatan yang dimiliki pengorbanan

in awakening a collective consciousness.

dalam membangkitkan kesadaran kolektif.

Though much of her writing and her poetry was destroyed after her death,

Meskipun sebagian besar tulisan dan puisinya hancur setelah kematiannya,

her legacy could not be extinguished.

warisannya tidak dapat dipadamkan.

So many hearts were transformed by the teachings that she spread,

Begitu banyak hati yang diubah oleh ajaran yang dia sebarkan,

and the seeds of possibility that she planted for equality and freedom

dan benih harapan yang dia tanam untuk kesetaraan dan kebebasan

are now bursting through the soil of Iran,

kini meledak di tanah Iran,

as evidenced in these brave, youthful, female-led protests

sebagaimana dibuktikan dalam protes-protes yang berani, muda, dan dipimpin wanita

that erupted following the tragic death of Mahsa Jina Amini,

yang meletus setelah kematian tragis Mahsa Jina Amini,

the 22-year-old Kurdish Iranian woman

wanita Iran Kurdi berusia 22 tahun

who died in police custody after being arrested

yang meninggal dalam tahanan polisi setelah ditangkap

for improperly wearing her hijab.

karena tidak mengenakan jilbabnya dengan benar.

Now today, when I hear that rallying cry, "woman, life, freedom,"

Hari ini, ketika saya mendengar seruan, “wanita, kehidupan, kebebasan,”

I can't help but hear Táhirih's last words

saya tidak bisa tidak mendengar kata-kata terakhir Táhirih

before she was executed,

sebelum dia dieksekusi,

taken in the middle of the night and strangled with her own scarf.

diculik di tengah malam dan dicekik dengan syalnya sendiri.

She said,

Dia berkata,

"You can kill me as soon as you like,

“Anda bisa membunuh saya kapanpun,

but you cannot stop the emancipation of women."

tetapi Anda tidak bisa menghentikan emansipasi wanita.”

"You can kill me as soon as you like,

“Anda bisa membunuh saya kapanpun,

but you cannot stop the emancipation of women."

tetapi Anda tidak bisa menghentikan emansipasi wanita.”

Táhirih's legacy invites each of us to consider

Warisan Táhirih mengundang kita semua untuk mempertimbangkan

what is fueling our own activism.

apa yang memicu aktivisme kita masing-masing.

Her words and actions, though radical and upending,

Kata-kata dan tindakannya, meskipun radikal dan mengguncang,

were not born out of bitterness or hatred, or fueled by self-interest.

tidak lahir dari kepahitan atau kebencian, atau didorong oleh kepentingan pribadi.

It was Táhirih's deep love for humanity that propelled her forward.

Cinta mendalam Táhirih untuk kemanusiaan yang mendorongnya maju.

And therein lies our challenge.

Di situlah letak tantangan kita.

Can we stand up against oppression and injustice

Bisakah kita berdiri melawan penindasan dan ketidakadilan

while deeply rooting our thoughts, our words, our actions

sambil menanamkan pikiran kita, kata-kata kita, tindakan kita

in compassion and love?

dalam kasih sayang dan cinta?

Táhirih's life teaches us that we must act with urgency and conviction,

Kehidupan Táhirih mendorong kita bertindak dengan segera dan penuh keyakinan,

while recognizing that we may not live to see the fruits of our efforts.

mengakui bahwa kita mungkin tidak hidup untuk melihat buah dari upaya kita.

We cannot expect immediate gratification in our pursuit of justice,

Kita tidak dapat mengharapkan kepuasan langsung dalam mengejar keadilan,

because the transformation of society is a multigenerational endeavor.

karena transformasi masyarakat adalah upaya multigenerasi.

So what can we do?

Jadi, apa yang bisa kita lakukan?

We can take to heart Táhirih's trailblazing example,

Kita dapat mencontoh keteladanan Táhirih,

and in every moment,

dan di setiap saat,

we too can bravely choose to do the next right thing,

kita juga dapat dengan berani memilih untuk melakukan hal benar berikutnya,

knowing that we are planting seeds that will grow into trees

mengetahui bahwa kita menanam benih yang akan tumbuh menjadi pohon

under whose branches future generations will find justice and peace.

di cabang-cabangnya generasi mendatang akan menemukan keadilan dan kedamaian.

I want to end with a poem of Táhirih's,

Saya ingin menutupnya dengan puisi karya Táhirih,

translated from its original language of Farsi,

diterjemahkan dari bahasa aslinya, bahasa Farsi,

not only because it feels like it could have been written today,

bukan hanya karena seolah-olah puisi ini dapat ditulis hari ini,

in light of all the conflicts we are witnessing with broken hearts

mengingat semua konflik yang kita saksikan dengan hati yang hancur

all around the world,

di seluruh dunia,

but also because she offers us a clear and poignant call to action

tetapi juga menawarkan kepada kita ajakan yang jelas dan pedih untuk bertindak

at a time where we might be asking ourselves

pada saat kita mungkin bertanya pada diri sendiri

what we want our legacy to be.

tentang hal yang ingin kita wariskan.

"Let warring ways be banished from the world.

“Biarlah cara-cara peperangan dihapuskan dari dunia.

Let justice everywhere its carpet throw.

Biarkan keadilan menyebar di mana-mana.

May friendship reconcile ancient hatreds.

Semoga persahabatan mendamaikan kebencian yang sudah ada sejak lama.

May love grow from the seed of love we sow."

Semoga cinta tumbuh dari benih cinta yang kita tabur.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)