Is Remote Work Better Than Being in the Office? It's Complicated | Mark Mortensen | TED

Translator: Agus Ari Wibawa Reviewer: Karina Prabowo

Over the past two years,

Selama dua tahun terakhir,

how many times have you heard that the times have changed

berapa kali Anda mendengar bahwa waktu telah berubah

or about the new normal?

atau tentang new normal?

There’s no shortage of opinions

Tak habis-habisnya opini

about whether remote work is for the better

mengenai apakah kerja jarak jauh itu lebih baik

or spells destruction for our businesses.

atau malah menghancurkan bisnis kita.

Reed Hastings, CEO of Netflix, said, "I don't see any positives,"

Reed Hastings, CEO Netflix, mengatakan, “Saya tak melihat ada positifnya,”

whereas Suresh Kumar, CTO of Walmart, said, "We haven't just coped.

sedangkan Suresh Kumar, CTO Walmart, mengatakan “Kita tak hanya mengatasi.

We've actually thrived."

Kita bahkan sudah berkembang.”

But what does the research say?

Namun apa temuan dari penelitian?

How can we know, not just think, that hybrid working actually works?

Bagaimana bisa kita tahu, bahwa bekerja secara hibrida benar-benar berhasil?

There are so many questions.

Terdapat banyak sekali pertanyaan.

What's the right balance of work from home versus work from the office?

Bagaimana kerja dari rumah dan kerja dari kantor yang seimbang?

And who gets to decide?

Dan siapa yang memutuskan itu?

Is it managers, is it the employees?

Apakah manajer, atau karyawan?

Is it both?

Atau keduanya?

How long can a given employee actually remain productive working from home?

Berapa lama pekerja yang bekerja dari rumah bisa tetap produktif?

Is there a limit?

Apakah ada batasnya?

And who gets to work in each way?

Dan siapa yang harus bekerja dari rumah atau kantor?

What should it be based on in terms of criteria?

Apa kriteria yang digunakan?

Should it be based on seniority, task, personal situation?

Apakah berdasarkan senioritas, tugas, atau situasi pribadi?

The list goes on and on.

Daftarnya masih panjang.

So many questions and unfortunately,

Banyak sekali pertanyaan dan sayangnya,

no simple answers.

tak ada jawaban yang sederhana.

The reason these questions are so hard to answer

Alasan mengapa semua pertanyaan ini sulit dijawab

is because we're thinking about hybrid work design as a single problem.

adalah karena kita berpikir bahwa bekerja hibrida ini sebagai masalah tunggal.

One problem to solve, when in fact, it's actually three different ones.

Satu masalah untuk dipecahkan, padahal faktanya, ada tiga masalah berbeda.

The first problem is are we able to effectively deliver

Masalah pertama adalah apakah kita bisa secara efektif melakukan

on our stakeholder commitments?

yang diinginkan para petinggi perusahaan?

This is otherwise known as the effectiveness debate.

Ini juga dikenal sebagai debat mengenai efektivitas.

The second is will we be able to attract and retain the talent that we need?

Yang kedua adalah bisakah kita menarik dan mempertahankan orang yang kita butuhkan?

This is the staffing discussion.

Ini adalah diskusi kekaryawanan.

And the third is can we maintain or even cultivate, nurture, our culture?

Dan yang ketiga adalah bisakah kita menjaga atau mengembangkan budaya kita?

This is the talk about social fabric.

Ini adalah pembicaraan tentang hubungan sosial.

Let's take a minute to highlight the challenges inherent in each one.

Mari kita soroti sejenak tantangan yang melekat di tiga masalah tadi.

I've been working with a range of organizations over the past two years,

Saya telah bekerja dengan berbagai organisasi selama dua tahun terakhir,

helping them determine what their future of work should look like.

membantu menentukan bagaimana bentuk masa depan kerja mereka.

Now, I'm not here to make a broad statement

Sekarang, saya di sini bukan untuk membuat pernyataan luas

that remote work is or is not universally good.

apakah bekerja jarak jauh itu bagus atau tidak.

I think we're all smart enough here to know

Saya rasa kita semua cukup pintar untuk mengetahui

that nothing works all of the time.

bahwa tidak ada yang selalu berhasil setiap saat.

I am, however, here to warn you that we need to be wary of our data.

Saya di sini untuk memperingatkan Anda bahwa kita perlu mengawasi data kita.

Let me give you a couple of examples.

Saya akan memberikan dua contoh.

Many people point to their organization's effectiveness during COVID

Banyak orang merujuk pada efektivitas organisasi mereka selama COVID

as proof that they're actually good at remote work.

sebagai bukti bahwa mereka benar-benar mahir dalam bekerja jarak jauh.

Now it is proof that remote can work, but not that it necessarily will.

Itu bukti jika kerja jarak jauh bisa berhasil, namun tak selamanya akan begitu.

COVID was a massive social experiment with unique conditions.

COVID merupakan eksperimen sosial besar dengan kondisi yang unik.

Sebagian besar organisasi menanganinya dengan memotong pengeluaran

Most organizations dealt with it by cutting the fat

and becoming laser-focused on short-term efficiency.

dan fokus pada efisiensi jangka pendek.

In effect, we were productive because we were in survival mode.

Efeknya, kita menjadi produktif karena kita berada di mode bertahan hidup.

But the question we have to ask is whether that's sustainable.

Tapi pertanyaan yang harusnya ditanyakan adalah apakah itu berkelanjutan.

Data shows around the world

Data menunjukkan di seluruh dunia

that people's working hours have increased,

bahwa jam kerja orang-orang meningkat,

and many say that they actually find it harder

dan banyak yang mengatakan mereka merasa kesulitan

to delineate work-life boundaries.

untuk membuat batasan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi.

Data also shows that the experience wasn't the same for everyone.

Data juga menunjukkan bahwa pengalaman itu berbeda di setiap orang.

With “The Economist” data showing that parents of school-aged children

Data “The Economist” menunjukkan jika orang tua dengan anak yang masih sekolah

experienced much greater stress than many others.

mengalami stres yang lebih hebat dari yang lainnya.

And data from Microsoft shows that it's actually even changing the way

Dan data dari Microsoft menunjukkan bahwa itu bahkan mengubah cara

in which we work,

kita dalam bekerja,

with people working more hours but less collaboratively.

dikarenakan orang-orang bekerja lebih lama namun kurang kolaboratif.

The question of whether we can effectively work remotely

Pertanyaan mengenai bisakah kita bekerja jarak jauh secara efektif

needs a contextual answer.

butuh jawaban yang sesuai dengan konteks.

Contextual based on the people who are doing the work

Sesuai dengan konteks orang-orang yang bekerja

and the tasks that they're trying to accomplish.

dan tugas apa yang mereka kerjakan.

Remember, one size fits none,

Ingat, satu ukuran tidak cocok untuk semua,

and we need to think about the sustainability

dan kita perlu memikirkan mengenai keberlanjutan

of our effectiveness.

dari efektivitas kita.

Now, when it comes to the staffing discussion,

Sekarang, mengenai diskusi kekaryawanan,

ask anyone who has recently been involved with hiring.

tanyakan orang yang belum lama ini berurusan dengan perekrutan.

The most common question that recruiters are being asked these days:

Pertanyaan paling umum yang ditanyakan kepada perekrut adalah:

"What is your flexible-work policy?"

“Bagaimana aturan kerja fleksibel di perusahaan ini?”

In effect, we’re facing the same escalation of perks

Efeknya, kita menghadapi kenaikan fasilitas yang sama

popularized by tech companies during the boom.

yang dipopulerkan oleh perusahan teknologi selama pandemi.

Do you have a barista pulling the perfect flat white in the lobby?

Apakah Anda memiliki barista yang menyajikan kopi di lobi?

Do you have nap pods? A ball pit? A slide?

Apakah ada tempat tidur siang? Tempat mandi bola? Seluncuran?

What about on-site daycare, right?

Bagaimana dengan tempat penitipan anak?

So then instead of work from home, we actually bring home into work.

Jadi, alih-alih bekerja dari rumah, kita malah mengubah kantor menjadi rumah.

Your current or potential future employees are now weighing your hybrid work policy

Karyawan atau calon karyawan Anda sekarang menilai aturan bekerja secara hibrida Anda

as a key criteria in their decision of where they want to work.

sebagai kriteria utama dalam menentukan keputusan di mana mereka akan bekerja.

And that is the crux of this staffing challenge.

Dan itu adalah inti dari masalah kekaryawanan ini.

What you need to recognize

Apa yang perlu Anda sadari

is that the comparison isn't actually between work from home and office work.

adalah perbandingan itu bukanlah antara kerja dari rumah atau dari kantor.

Instead, it's really between the perception of work from home

Namun, itu benar-benar antara persepsi tentang kerja dari rumah

versus the perception of work from the office.

melawan persepsi tentang kerja dari kantor.

And you need to reclaim that narrative.

Dan Anda perlu memperbarui pernyataan itu.

Let me give you a couple of examples.

Saya akan memberikan dua contoh.

The first is what I call the recovered commute.

Yang pertama adalah “kembali berangkat ke kantor.”

Many people have told me,

Banyak yang memberi tahu saya,

"I've saved so much time now that I don't have to commute."

“Saya menghemat banyak waktu karena saya tak harus berangkat ke kantor.”

My challenge to them?

Tantangan saya untuk mereka?

What did you actually do during your commute times?

Apa yang Anda lakukan selama di perjalanan menuju kantor?

Maybe you read, maybe you caught up on calls or emails,

Bisa jadi membaca, menerima telepon, membalas surel,

maybe you just use it as time to decompress.

atau Anda bisa menggunakan waktu itu untuk menenangkan diri.

Personally, I used to get an hour to shake off a particularly rough,

Secara pribadi, saya dulu punya satu jam untuk menangani hari yang berat,

annoying, frustrating day before I got home.

menganggu, dan membuat frustrasi sebelum saya sampai di rumah.

Now it takes me exactly six seconds to be immersed in my family upstairs.

Sekarang, hanya butuh 6 detik untuk kumpul dengan keluarga saya di lantai atas.

Another example, the after-meeting postmortem debrief over a coffee, right?

Contoh lainnya, minum kopi setelah rapat evaluasi.

We use that to do some relationship repair,

Kita menggunakan itu untuk memperbaiki beberapa hubungan,

maybe to do some collective sense-making.

mungkin juga untuk menyamakan persepsi.

The most important thing to recognize here

Yang paling penting untuk dikenali di sini

is that what matters most is the experience,

adalah pengalaman adalah hal terpenting,

not just what the policy is.

bukan hanya apa aturannya.

We need to reclaim the narrative to help ensure that everybody recognizes

Kita perlu perbarui narasi untuk membantu memastikan bahwa semua orang mengenali

what a given approach either buys or loses for them.

apa yang akan mereka peroleh atau kehilangan dengan pendekatan tertentu.

And this brings us to the social fabric.

Dan ini membawa kita pada hubungan sosial.

Pikirkan tentang yang terjadi saat Anda bergabung dengan organisasi Anda.

Think about what happened when you joined your organization.

Mungkin Anda melalui masa orientasi.

You probably went to orientation.

Maybe you looked around,

Mungkin Anda akan lihat sekeliling,

you talked to some people, you observed

bicara dengan orang-orang, melakukan observasi,

and you learned what it's like to work here.

dan belajar bagaimana rasanya bekerja di sini.

Why does that matter?

Mengapa itu penting?

Well, because our research shows reductions in things

Karena penelitian kami menunjukkan penurunan pada hal

like psychological safety and trust, changes to power dynamics,

seperti keamanan dan kepercayaan psikologis, perubahan dinamika kekuasaan,

increased feelings of isolation and loneliness

peningkatan rasa terisolasi dan kesepian

when we are working remote from one another.

ketika kita bekerja saling berjauhan.

Importantly, all of these shape our cultures

Yang lebih penting, semua ini membentuk budaya kita

and make this conversation even more difficult.

dan membuat percakapan ini menjadi lebih sulit.

And on top of that,

Dan yang paling penting,

social systems are dynamic, emerging, evolving human systems.

sistem sosial adalah sistem manusia yang dinamis, terus bermunculan dan berkembang.

Sekarang, saya akan berkata jujur. Saya tak punya jawabannya.

Now, I'm going to be honest, I don't have the answer to this.

Sejujurnya, siapapun yang bilang mereka punya,

And honestly, anybody who tells you they do,

they're trying to sell you something.

mereka sedang menjual sesuatu pada Anda.

We do know about different approaches to building

Kita tahu mengenai perbedaan pendekatan untuk membangun

and establishing culture in these contexts.

dan mendirikan budaya dalam konteks ini.

Apa yang harus kita kenali adalah mereka beroperasi dengan cara yang tak sama

What we have to recognize is they operate in ways that may not be the same

as the way we built culture when we were face to face.

seperti saat kita membangun budaya saat kita bertatap muka.

What we have to remember here

Yang harus kita ingat

is that organizational culture is a long game.

adalah budaya organisasi itu untuk jangka panjang.

What we do right now affects the social fabric of our organizations

Yang dilakukan sekarang akan memengaruhi hubungan sosial dari organisasi kita

and will have repercussions down the line.

dan akan berdampak juga kedepannya.

So when it comes to the social fabric,

Jadi mengenai hubungan sosial,

we need to think not only about today,

kita perlu berpikir bukan hanya tentang hari ini,

but about tomorrow, next month, maybe even next year.

tapi juga tentang besok, bulan depan, bahkan mungkin tahun depan.

I hope you recognize that these are three distinct conversations

Saya harap Anda mengenali jika ini adalah tiga percakapan berbeda

that are also not fully independent.

yang saling berkaitan.

We also have to recognize what makes this challenging

Kita juga perlu mengenali yang membuat ini menantang

is that they are almost ideologically different positions

adalah mereka hampir berbeda posisi secara ideologis

about what creates value in your organization.

mengenai apa yang menciptakan nilai di organisasi Anda.

Is it about the output of what you produce?

Apakah itu tentang hasil dari apa yang Anda produksi?

Is it about the people in that organization

Apakah itu tentang orang-orang di organisasi

or something in the ether, the culture?

atau di tempat lain.

The first most important step is getting these issues on the table,

Langkah terpenting pertama adalah membahas masalah ini, ciptakan pembicaraan terbuka.

having an open conversation.

And this is far from easy.

Dan ini tidaklah mudah.

But if you find yourself in disagreement with somebody over these issues,

Tapi jika Anda bertentangan dengan orang lain mengenai masalah ini,

whether it's a boss, a subordinate or your leadership,

entah itu atasan, bawahan, atau pimpinan Anda,

I challenge you, ask yourself,

saya tantang Anda, tanyakan diri Anda,

apakah Anda benar-benar tak setuju dengan bagaimana cara membuat efektivitas,

do you really disagree on how to create effectiveness,

deal with staffing or the culture of the organization?

menangani masalah kekaryawanan atau budaya organisasi itu?

Or is it maybe just that you have slightly different prioritization

Atau itu mungkin Anda yang memiliki sedikit perbedaan prioritas

of those three different parts of the whole hybridity conversation?

dari tiga bagian berbeda dari keseluruhan pembicaraan mengenai kerja hibrida?