What Happens As We Die? | Kathryn Mannix | TED

Translator: Nadia Nuriyah Berliana Reviewer: Made Pramana

Human beings are the only animals capable of contemplating

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu merenungkan

their own mortality,

kematian mereka sendiri,

and they've been doing that for thousands of years.

dan mereka telah melakukannya selama ribuan tahun.

And yet somehow, in the very recent past,

Namun entah bagaimana, baru-baru ini,

we have lost the practical wisdom of what happens as people die.

kita kehilangan kebijaksanaan praktis tentang apa yang terjadi saat orang mati.

I think that that's a problem.

Saya pikir itu masalah.

And if you agree with me that it is a problem,

Jika Anda setuju bahwa itu adalah masalah,

then we have to work out what we're going to do about it.

maka kita harus mencari tahu apa yang harus kita lakukan.

When she was in her mid-20s, in the 1920s,

Ketika dia berusia pertengahan 20-an, pada tahun 1920-an,

my grandmother was already deeply familiar with the sequence of events

nenek saya sudah sangat akrab dengan urutan peristiwa

that happened to a human person

yang terjadi pada manusia

as they were coming to the end of their life.

saat mereka mendekati akhir hayat mereka.

And that’s because, as a woman --

Dan itu karena, sebagai seorang wanita

and it was usually women’s work --

dan itu biasanya pekerjaan perempuan --

she was doing what women had done for centuries,

dia melakukan apa yang dilakukan wanita selama berabad-abad,

looking after people at the very end of their lives,

merawat orang-orang yang berada dalam masa akhir kehidupan mereka,

in their own beds, in their own homes,

di tempat tidur, di rumah mereka sendiri,

supported by their own people,

didukung oleh orang-orang mereka sendiri,

because hospital had nothing to offer,

karena rumah sakit tidak menawarkan apa pun,

once a person was so sick that their death was imminent.

ketika seseorang sakit keras dan kematian mereka sudah dekat.

And yet, when I reached my mid-twenties,

Namun, ketika saya mencapai usia pertengahan dua puluhan,

in the 1980s,

pada tahun 1980-an,

I had none of her wisdom and understanding and knowledge of dying,

saya tidak memiliki kebijaksanaan

dan pemahaman tentang kematian seperti dirinya,

and that was even though I'd just finished five years of medical school.

meskipun saya baru saja menyelesaikan lima tahun sekolah kedokteran.

As a newly qualified doctor,

Sebagai dokter yang baru lulus,

I'd spent five years being trained to stop people from dying.

saya menghabiskan lima tahun pendidikan untuk menyelamatkan orang dari kematian.

And actually, if a death happened,

Dan sebenarnya, jika kematian terjadi,

it was a thing that was seen as a medical disaster.

itu adalah hal yang dipandang sebagai bencana medis.

It was a thing that was embarrassing,

Itu adalah hal yang memalukan,

it was a thing of which we do not speak.

itu adalah hal yang tidak kita bicarakan.

Why the difference,

Mengapa berbeda,

and why within just a couple of generations?

dan mengapa hanya dalam beberapa generasi?

Think about what happened to medicine over the course of the 20th century.

Pikirkan tentang apa yang terjadi pada kedokteran selama abad ke-20.

It was not worth going to hospital when you were dying

Tidak ada gunanya pergi ke rumah sakit ketika Anda sekarat

in the 1920s.

pada tahun 1920-an.

But by the 1960s, '70s, '80s and onwards,

Tetapi pada tahun 1960-an, 70-an, 80-an dan seterusnya,

think of the fantastic progress that had been made

perkembangan yang fantastis telah dibuat

so that people who were so sick that they might die,

sehingga orang yang sakit parah hingga kemungkinan mati,

of course we took them to hospital, because there were antibiotics,

tentu akan dibawa ke rumah sakit, karena ada antibiotik,

there were really clever anesthetics

ada anestesi yang sangat pintar

that allowed surgeons to spend a long time unpicking things

yang memungkinkan ahli bedah menghabiskan waktu lama untuk mengambil sesuatu

during operations.

selama operasi.

There were new and very sophisticated treatments for cancers,

Ada perawatan baru dan sangat canggih untuk kanker,

for heart failure, for kidney failure.

gagal jantung, gagal ginjal.

There were intensive care units,

Ada unit perawatan intensif,

there was transplantation of organs,

ada transplantasi organ,

some of that pioneered in this very city.

beberapa di antaranya dirintis di kota ini.

Medical progress was astonishing,

Kemajuan medis sangat mencengangkan

taking dying people to hospital very often saved their lives,

membawa orang yang sekarat ke rumah sakit sering kali menyelamatkan hidup mereka,

and that is fantastic.

dan itu luar biasa.

And yet ...

Namun...

By taking dying people out of home and putting them in hospital,

Dengan membawa orang sekarat keluar rumah dan menempatkan mereka di rumah sakit,

we changed our understanding of the process.

kita mengubah pemahaman kita tentang prosesnya.

We lost our ownership of the process and we gave it to healthcare ...

Kita kehilangan kewenangan kita dalam prosesnya

dan kita menyerahkannya pada layanan kesehatan ...

And we forgot what dying looked like.

Dan kita lupa seperti apa sekarat itu.

So, having been qualified for just over four years,

Jadi, setelah memenuhi kualifikasi selama lebih dari empat tahun,

I find myself in a new job.

saya menemukan pekerjaan baru.

Having originally intended a career in cancer medicine,

Setelah berniat untuk berkarir di bidang kedokteran kanker,

I’d spent the last four years choosing to train

saya menghabiskan empat tahun terakhir berlatih

in the places where the most sick people were.

di tempat-tempat di mana orang yang paling sakit berada.

And then I realized that actually, what was really interesting to me

Kemudian saya menyadari bahwa hal yang benar-benar menarik bagi saya

was the detective journey of symptom management

adalah perjalanan detektif dalam manajemen gejala

and the emotional integration of feeling well enough

dan integrasi emosional dari perasaan cukup baik

to live a little bit during the very end of life,

untuk hidup sedikit selama masa akhir kehidupan,

and I went to work in a hospice.

dan saya bekerja di hospice.

But I'd been working in a big teaching hospital,

Saya telah bekerja di rumah sakit pendidikan,

I'd learned a lot of medicine,

belajar banyak tentang kedokteran,

I'd seen a lot of dying.

saya melihat banyak kematian.

We had a patient in the hospice.

Kami memiliki seorang pasien di hospice.

She was a memorable woman for many reasons.

Dia adalah wanita yang berkesan karena berbagai alasan.

She had been a member of the French Resistance

Dia telah menjadi anggota Perlawanan Prancis

during the Second World War.

selama Perang Dunia Kedua.

She'd married a British airman,

Dia menikah dengan pilot asal Inggris,

she'd come to live in England.

dia datang untuk tinggal di Inggris.

She'd never lost her French accent.

Dia tidak pernah kehilangan aksen Prancisnya.

She had a cloud of glorious white hair,

Dia memiliki awan rambut putih yang indah,

like a halo.

seperti lingkaran cahaya.

She had piercing brown eyes,

Dia memiliki mata cokelat yang menusuk,

the kind of gaze that you feel a person can see your soul.

jenis tatapan yang Anda rasakan saat seseorang bisa melihat jiwa Anda.

She was self-contained, she was a little bit aloof.

Dia mandiri, dia sedikit menyendiri.

In fact, she was a little bit scary.

Bahkan, dia sedikit menakutkan.

(Laughter)

(Tertawa)

One day, she told the nurse who was looking after her

Suatu hari, dia memberitahu perawat yang menjaganya

that she was terrified of dying in agony,

bahwa dia takut mati dalam penderitaan,

because if she were to die in agony, she might despair in God.

karena jika dia mati dalam penderitaan, dia putus asa di mata Tuhan.

And if she were to despair in God,

Dan jika dia putus asa pada Tuhan,

as a French Roman Catholic,

sebagai orang Katolik Roma Prancis,

her belief was that that would be a mortal sin,

dia percaya itu akan menjadi dosa berat,

so she would not be able to go to heaven,

jadi dia tidak bisa pergi ke surga,

and heaven was the place she knew her husband was waiting for her.

dan surga adalah tempat di mana dia tahu suaminya sedang menunggunya.

This was a profound existential distress.

Ini adalah kesulitan eksistensial yang mendalam.

And my boss said, "We need to go and talk to her, and you should come,

Bos saya berkata, “Kita harus berbicara dengannya. Kamu harus datang,

you'll find this interesting."

kamu akan tertarik.”

I was 26.

Saya berusia 26 tahun.

Do you remember 26?

Apakah Anda ingat 26?

It's the last age when you know that you know everything.

Ini usia terakhir Anda saat tahu bahwa Anda tahu segalanya.

(Laughter)

(Tertawa)

So I went along, wondering what I might learn,

Jadi saya ikut, berpikir apa yang akan saya pelajari,

because I thought I was quite good at pain control.

karena saya rasa saya cukup pandai dalam menejemen nyeri.

That conversation ...

Percakapan itu...

changed my life.

mengubah hidup saya.

It changed my career.

Itu mengubah karier saya.

And it's brought me here.

Dan itu membawa saya ke sini.

Sitting on her bed, with me on a little footstool

Duduk di tempat tidurnya, dengan saya di bangku kaki kecil

so I can see him and her, and the nurse sitting on the chair,

jadi saya bisa melihat bos saya dan dia, dan perawat yang duduk di kursi,

he said to her,

bos saya berkata kepadanya,

"I'm concerned that you've got worries about what might happen as you're dying."

“Saya takut Anda khawatir tentang apa yang mungkin terjadi saat Anda sekarat.”

And she said yes. She knew him well, she trusted him.

Dia setuju. Dia mengenalnya dengan baik, dia memercayainya.

And he said, "I'm sorry to hear that,

Dia berkata, “Saya turut prihatin,

and I wondered whether it might help you

dan saya berpikir apakah saya bisa membantu Anda

if I described to you what usually happens as a person is dying."

jika saya menjelaskan apa yang terjadi ketika seseorang sedang sekarat.”

And I'm sitting on the stool of all knowledge, thinking,

Dan saya duduk sambil berpikir,

“Kamu tidak boleh melakukannya.”

"You can't tell her that."

(Laughter)

(Tertawa)

Because I’ve seen lots of dying, and I know they’re all different.

Saya telah melihat banyak orang sekarat, dan saya tahu mereka berbeda.

And she said, "Yes, please."

Dan dia berkata, “Silakan.”

And he said, "I'll describe what we usually see,

Bos berkata, “Saya akan jelaskan apa yang biasanya kami lihat,

and if it gets too much, you tell me.

jika itu berlebihan, katakan pada saya.

Promise, I'll stop.

Saya janji, saya akan berhenti.”

The thing that's really interesting, Sabine,

Hal yang sangat menarik, Sabine,

is that as people are dying,

adalah saat orang sedang sekarat,

it doesn't really matter what the illness is they're dying from.

tidak peduli penyakit apa yang mereka alami.

The pattern of events is very similar.

Pola peristiwanya sangat mirip.

We see people becoming more and more tired.

Kita melihat orang menjadi semakin lelah.

It's harder and harder for them to find the energy to do things.

Semakin sulit bagi mereka untuk menemukan energi untuk melakukan sesuatu.

In fact, they recharge their energy not so much by eating and drinking,

Bahkan, mereka mengisi ulang energi mereka bukan dengan makan dan minum,

but by sleeping.

tetapi dengan tidur.

And as time goes by,

"Seiring waktu, yang kita lihat adalah

what we see is that people sleep more and they're awake less.

orang menjadi lebih banyak tidur dan lebih sedikit bangun.

And if they want to do something important,

Jika mereka ingin melakukan hal penting,

they should take a snooze before it."

mereka harus menundanya.”

She nodded, and she got hold of his hand.

Dia mengangguk dan memegang tangannya.

"As time goes by," he said, "we see people are asleep for longer,

“Seiring berjalannya waktu, kita melihat orang tertidur lebih lama,

they're awake for shorter,

mereka terjaga lebih pendek,

and something interesting we notice that they don’t is,

dan sesuatu yang menarik yang tidak mereka ketahui,

maybe it's medicine time, or there's a visitor,

saat waktu minum obat, atau ada pengunjung,

we need to waken them ...

kita perlu membangunkannya.

For a period, we can't waken them.

Untuk beberapa saat, kita tidak bisa membangunkannya.

They're not just asleep,

Mereka tidak hanya tertidur,

they're actually unconscious.

mereka sebenarnya tidak sadarkan diri.

And when they waken, they tell us they've had a lovely sleep.

Ketika mereka bangun, mereka berkata mereka tidur lelap.

It turns out that human beings don't recognize

Ternyata manusia tidak mengenali

when we become unconscious.

kapan kita menjadi tidak sadar.

And so at the very end of somebody's life, they're not just asleep,

Jadi di akhir kehidupan seseorang, mereka tidak hanya tertidur,

they're actually deeply unconscious.

mereka sebenarnya sangat tidak sadar.

And when the brain is unconscious,

Dan ketika otak tidak sadar,

the only part of it that's still working

satu-satunya bagian yang masih bekerja

is the part that's working their breathing."

adalah bagian yang menjaga pernapasan mereka.”

By now, she is sitting right up in bed.

Sekarang, dia sedang duduk tepat di tempat tidur.

She's got hold of one of his hands, and she's stroking it.

Dia memegang salah satu tangannya, dan dia membelainya.

She's nodding at everything he says.

Dia mengangguk pada semua yang dia katakan.

And in the meanwhile, I’m sitting on my stool,

Dan sementara itu, saya duduk di bangku,

horrified that he seems to be describing dying to a dying person.

merasa ngeri saat dia menggambarkan kematian pada orang yang sekarat.

And that feels, to me, to be really not very OK.

Dan itu terasa, bagi saya, benar-benar tidak baik.

But she is mesmerized.

Tapi dia terpukau.

"By the time the brain is deeply unconscious,"

“Pada saat otak sangat tidak sadar,”

he's saying to her now,

katanya,

"the only bit that's still working is the bit that drives the breathing.

“satu-satunya bagian yang masih bekerja adalah bagian pernapasan.

And so breathing cycles we don't normally see start to happen.

Jadi siklus pernapasan yang biasanya tidak kita lihat mulai terjadi.

Reflex automatic breathing

Refleks pernapasan otomatis

cycles from very deep breaths becoming shallower and shallower,

siklus dari napas yang sangat dalam menjadi lebih dangkal dan dangkal,

and then going back to the beginning again,

dan kemudian kembali ke awal lagi,

cycles of fast breathing that gradually become slower,

siklus pernapasan cepat yang secara bertahap menjadi lebih lambat,

maybe with pauses,

mungkin dengan jeda,

and then back to the beginning again.

dan kembali ke awal lagi.

The person can't feel their throat.

Orang itu tidak merasakan tenggorokannya.

They don't notice if they breathe out through their voice box,

Mereka tidak tahu mereka menghembuskan napas melalui kotak suara mereka,

making a noise families might think that they're sighing

membuat kebisingan yang keluarga kira mereka sedang menghela nafas

or groaning, or uncomfortable.

atau mengerang tidak nyaman.

We'll always check,

Kita akan selalu memeriksa,

but it's part of this reflex breathing.

tapi itu bagian dari refleks pernapasan ini.

Saliva or mouth-cleaning fluid won't irritate their throat,

Air liur atau cairan pembersih mulut tidak akan mengiritasi tenggorokan mereka,

it won't make them cough or swallow.

itu tidak bisa membuat mereka batuk atau menelan.

They just lie there with a little pool of fluids,

Mereka hanya berbaring dengan sedikit tumpukan cairan,

sometimes in the back of their throat.

terkadang di belakang tenggorokan.

It's not in the way.

Itu tidak menghalangi

Air is moving in and out of their lungs,

udara masuk dan keluar dari paru-paru,

and it bubbles through that little film of fluid,

dan itu menggelembung melalui lapisan cairan kecil itu,

but families can mistake that for drowning or choking.

namun keluarga dapat salah mengira hal itu sebagai tenggelam atau tersedak.

So one of the things that we'll do, Sabine,

Jadi satu hal yang akan kami lakukan, Sabine,

if your nieces and nephews are here,

jika keponakan Anda ada di sini,

is we will make sure we explain to them what is happening to you."

adalah kami memastikan kami menjelaskan apa yang terjadi pada Anda.”

She's stroking his hands, she's nodding.

Dia membelai tangannya, dia mengangguk.

She is absolutely taking in everything that he says.

Dia sangat menerima semua yang dia katakan.

And then he says -- and I think,

Kemudian dia berkata -- saya berpikir,

"Oh my goodness, he's going to the last breath."

“Ya Tuhan, dia akan menghembuskan nafas terakhir.”

"And then, during, usually, one of those phases of slow breathing,

“Dan kemudian, selama, biasanya, salah satu fase pernapasan lambat,

there'll be a breath out ...

akan ada nafas keluar...

that just isn't followed by another breath in.

yang tidak diikuti oleh nafas lagi.

There is nothing special about the last breath.

Tidak ada yang istimewa tentang nafas terakhir.

It's so not like on the television or in cinema.

Ini tidak seperti di televisi atau di bioskop.

There's no rush of pain at the end. There's no sudden panic.

Tidak ada rasa sakit dan kepanikan yang datang tiba-tiba.

There's no feeling of fading away.

Tidak ada perasaan memudar.

Sometimes, we who work in palliative care,"

Terkadang, kami yang bekerja di perawatan paliatif,”

and I've subsequently discovered this to be true,

dan saya kemudian menemukan ini benar,

"sometimes, we will walk into a room where a family has been around a person

“terkadang, kami datang ke sebuah ruangan di mana keluarga berada di sisi seseorang

who is in the act of dying,

yang sedang dalam tindakan sekarat,

and we'll realize the person has stopped breathing,

dan kami akan menyadari orang itu telah berhenti bernapas,

and the family hasn't noticed yet,

dan keluarga belum menyadarinya,

because the Hollywood finale that they're waiting for hasn't happened."

karena akhir Hollywood yang mereka tunggu belum terjadi.”

She got hold of both of his hands.

Dia memegang kedua tangannya.

She shook them in hers,

Dia mengguncang mereka di miliknya,

and then she pulled his hands to her face and she kissed them.

dan kemudian dia menarik tangannya ke wajahnya dan dia menciumnya.

And then, she closed her eyes,

Dan kemudian, dia menutup matanya,

she lay back on her pillows.

dia berbaring di bantal.

I just watched her relax,

Saya hanya melihatnya rileks,

and in her own inimitable and aloof way,

dan dengan caranya sendiri,

she told us that we were no longer required.

dia memberi tahu bahwa kami tidak lagi diperlukan.

(Laughter)

(Tawa)

And my boss said to me, “Are you OK?” And I said, “Yes.” (Voice breaking)

Bos saya bertanya, “Apakah Anda baik?” Saya menjawab “Ya.” (Suara pecah)

And I went to the kitchen to blow my nose and dry my eyes,

Dan saya pergi ke dapur untuk meniup hidung dan mengeringkan mata saya,

and think about what just happened.

dan memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Two huge ideas exploding in my brain at the same time.

Dua ide besar meledak di otak saya pada saat yang bersamaan.

One is "How have I never noticed that?"

Salah satunya adalah “Kenapa saya tidak pernah menyadarinya?”

That pattern that he has just explained,

Pola yang baru saja dia jelaskan,

I have seen hundreds of times.

saya telah melihat ratusan kali.

But I was the most junior doctor.

Tapi saya adalah dokter pemula.

It was my job to stop the person dying, remember?

Itu tugas saya untuk menghentikan orang yang mati, ingat?

So I was so busy worrying about this person's oxygen levels

Jadi saya sangat sibuk mengkhawatirkan kadar oksigen orang ini

and that person's pulse, and this person's kidney function

dan denyut nadi orang itu, dan fungsi ginjal orang ini

that I didn't stand back and see that there's a pattern going on here.

sehingga saya tidak mundur dan melihat bahwa ada pola yang terjadi di sini.

We can describe the process of ordinary human dying,

Kita dapat menggambarkan proses kematian manusia biasa,

and it's as much a process as the process of giving birth is.

dan itu adalah proses seperti proses melahirkan.

It has stages.

Ini memiliki tahapan.

We can recognize them, we can pace ourselves.

Kita bisa mengenali mereka, kita bisa mempersiapkan diri sendiri.

We can work out where we are in it.

Kita bisa mencari tahu di mana kita berada.

But even more fascinating

Tetapi yang lebih menarik

was that realization from watching Sabine's reaction,

adalah kesadaran dari menonton reaksi Sabine,

that we can describe ordinary dying to a dying person ...

bahwa kita dapat mendeskripsikan kematian biasa kepada orang yang sekarat...

and it shines the light of understanding and information

dan itu menyinari cahaya pemahaman dan informasi

into that dark place

ke tempat gelap

where all their fears and imagination were at play.

di mana semua ketakutan dan imajinasi mereka berperan.

I've gone on in my career in palliative care

Saya melanjutkan karier di perawatan paliatif

to have that conversation thousands of times, countless times.

untuk melakukan percakapan itu ribuan kali, berkali-kali.

I always offer to stop.

Saya selalu menawarkan untuk berhenti.

I've never been stopped.

Saya tidak pernah dihentikan.

But what happens at the end is that relaxation,

Tetapi apa yang terjadi pada akhirnya adalah relaksasi itu,

that moment of, "Well, that isn't what I was expecting,"

momen, “Ya, bukan itu yang saya harapkan,”

followed almost immediately by "Can you tell my family that?"

diikuti segera oleh “Bisakah Anda memberi tahu keluarga saya itu?”

“Can you tell my wife, my husband, my kids, my parents?

“Bisakah Anda memberi tahu istri, suami, anak-anak, dan orang tua saya?

That’s not what we’re expecting.”

Bukan itu yang kita harapkan.”

And I think we can do that.

Saya pikir kita bisa melakukannya.

So losing the wisdom really matters.

Jadi kehilangan kebijaksanaan itu penting.

And we can't leave it to palliative care people,

Kita tidak bisa menyerahkannya kepada perawat paliatif,

or even medical people,

atau bahkan orang-orang medis,

to reclaim that lost wisdom, one family at a time.

untuk merebut kembali kebijaksanaan yang hilang pada satu keluarga.

This is a massive social public health issue.

Ini adalah masalah kesehatan masyarakat sosial yang besar.

And I invite everybody who's listening to step up.

Dan saya mengundang semua orang yang mendengarkan untuk melangkah.

The reason my grandmother understood about dying

Alasan nenek saya mengerti tentang kematian

was that she'd seen it alongside people who knew it,

adalah karena dia melihatnya bersama orang yang mengetahuinya,

who described to her, as the process was happening,

yang menggambarkan kepadanya, saat prosesnya sedang terjadi,

what she was seeing,

apa yang dia lihat,

so that she would understand and not be afraid.

sehingga dia akan mengerti dan tidak takut.

And it requires all of us who are mortals,

Dan itu mengharuskan kita, manusia,

all of us who love other mortals,

semua yang mencintai manusia lain,

to step up, to say, “Enough,

untuk melangkah, untuk mengatakan, “Cukup,

death is not a medical event, it's a social event.

kematian bukanlah peristiwa medis, ini adalah peristiwa sosial.

It's a deeply personal event.

Ini adalah peristiwa yang sangat personal.

And we can understand it,

Dan kita bisa memahaminya,

we can describe it,

kita bisa menggambarkannya,

we can console each other.

kita bisa menghibur satu sama lain.

We can accompany each other.

Kita bisa menemani satu sama lain.

We can reclaim dying."

Kita bisa merebut kembali kematian.”

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)