A Photographic Journey through the Taliban's Takeover of Afghanistan | Kiana Hayeri | TED

Translator: Rizki Febriani Reviewer: Prameswari Rahmanu

Last year,

Tahun lalu,

I spent several months photographing the fast changes across Afghanistan,

saya menghabiskan beberapa bulan memotret perubahan yang cepat di Afghanistan,

as we approached the 20th anniversary of the US invasion.

ketika kita mendekati peringatan ke-20 invasi Amerika Serikat.

At the time,

Saat itu,

I wanted this assignment to be a love letter to a troubled land

saya ingin tugas ini menjadi surat cinta pada tanah yang bermasalah

that I had called home for seven years.

yang saya sebut rumah selama 7 tahun ini.

Little did I know that it will become a goodbye letter to Afghanistan

Saya tidak tahu bahwa surat itu akan menjadi surat perpisahan pada Afghanistan

as I knew it.

yang baru saya ketahui sekarang.

Along with our brave local colleagues,

Bersama dengan rekan-rekan lokal kami,

we traveled across Afghanistan

kami mengelilingi Afghanistan

to look at how the last 20 years impacted people.

untuk melihat bagaimana imbas 20 tahun terakhir pada masyarakat.

I was specifically drawn to hear from the youth

Secara spesifik saya tertarik mendengar dari anak muda

who grew up after the American invasion

yang tumbuh setelah invasi Amerika Serikat

di masa keterbukaan masyarakat yang semakin luas.

in an increasingly open society.

Mereka tumbuh di dunia dengan Facebook, Twitter, film dan serial TV Amerika.

They grew up in a world with Facebook, Twitter, American movies and TV shows.

Sebuah dunia dengan kebebasan dan kesempatan baru.

A world of new freedoms and opportunities.

Mereka juga mengadapi perang dan terorisme, kemiskinan dan dislokasi,

They also endured war and terrorism, poverty and dislocation,

bertahan di bawah pemerintahan yang penuh korupsi

barely surviving under a corrupt government

dan ancaman terus-menerus dari bom bunuh diri.

and the perpetual threat of suicide bombings.

Sementara anak muda di pedesaan melihat diri mereka antara menjadi korban

While the youth in countryside mostly saw themselves either victimized

atau berperang untuk kedua sisi dari konflik,

or fighting for both sides of the conflict,

pemuda di area perkotaan memiliki lebih banyak opsi dan mimpi.

the youth in urban areas had more options and dreams.

Banyak pemuda dan pemudi yang kami temui

Many of the young men and women that we met with

menggantungkan hidup mereka pada secercah harapan terakhir

were hanging on to the last rays of hope

ketika negara mereka terus tenggelam ke dalam kegelapan

as the country was sinking into darkness

karena Amerika Serikat menarik diri dan Taliban mengambil alih.

because of the American withdrawal and Taliban’s imminent takeover.

Bagi saya, mengkonfrontasi ini adalah awal dari akhir.

For me, confronting this was the beginning of the end.

Saya ingin membawa kalian pada perjalanan

I want to take you on a journey

di bulan-bulan menuju pengambil alihan Afghanistan oleh Taliban,

in the months leading to Taliban’s takeover of Afghanistan,

dan memberi cuplikan kehidupan masyarakat saat menghadapi masa transisi ini.

and give you snapshots of people as they lived through this transition.

April lalu, saya duduk di lantai semen di penjara yang dingin

Last April, I sat down on the cold cement floor of a prison

dengan 2 remaja laki-laki

with two teenage boys

yang ditangkap atas pilihan politiknya,

who were incarcerated for political charges,

frasa untuk membantu Taliban.

a loose term for helping the Taliban.

Mohammad Asif yang berusia 14 tahun

14-year-old Mohammad Asif

punya 2 saudara yang berjuang di dua sisi konflik,

had two brothers fighting on two sides of the conflict,

satu untuk Taliban dan satu untuk tentara.

one for the Taliban and one for the army.

Dia mengikuti saudaranya yang berusia 16 tahun ketika bergabung ke Taliban,

He chose to follow the path of the brother who was 16 when he joined the Taliban,

dan dia dibunuh sebelum berusia 20 tahun.

and he was killed before he turned 20.

Saya meminta keduanya untuk membayangkan diri mereka 10 tahun lagi.

I asked both boys to imagine themselves in ten years.

Mohammad Asif diam saja dan menggerakkan bahunya.

Mohammad Asif said nothing and shrugged.

Saya menantangnya untuk mencoba lebih keras

I challenged him to try harder

dan melihat dirinya melampaui penjara.

and see himself beyond the soulless cells of the prison.

Perlu beberapa percobaan.

It took several tries.

Dia akhirnya merespons,

He eventually responded,

“Saya tidak tahu, saya mungkin meninggal.”

"I don't know, I'll probably be dead."

Pada perjalanan yang sama, kami mengunjungi Karsai Peak,

On the same trip, we visited Karsai Peak,

yang pada saat itu menjadi garis depan

which at the time was serving as the frontline

tentara nasional Afghanistan untuk melawan Taliban.

for Afghanistan's national army fighting the Taliban.

Barisan pegunungan dihiasi oleh lusinan pos penjaga,

The mountain range was peppered by dozens of outposts,

perumahan tentara dan unit militer.

housing soldiers and a militia unit.

Kebanyakan pejuang berusia di awal 20-an.

Most fighters were in their early twenties.

Beberapa bahkan masih remaja.

Some of them were teenagers.

Hampir semuanya belum pulang selama berbulan-bulan.

Almost all of them hadn't been home in months.

Saat itu, unit ini diserang hampir setiap malam.

At the time, the unit was ambushed almost every night.

Pemuda-pemuda ini akan terjaga sepanjang malam dan berkelahi

The young men would stay up all night fighting

dan bergantian tidur siang sepanjang hari.

and take turns to nap during the day.

Pada 2 Juli, sebulan setengah sebelum Taliban mengambil alih Afghanistan,

On July 2, a month and a half before the Taliban took over Afghanistan,

mereka menghancurkan Karsai Peak.

they overran Karsai Peak.

Dari unit militer saja ada 19 laki-laki yang terbunuh,

From the militia unit alone 19 men were killed.

25 lainnya disandera.

Another 25 were taken hostage.

Pemuda-pemuda ini adalah legasi dari invasi Amerika Serikat.

All these young men were the legacy of the American invasion.

Ini Hafiza.

Meet Hafiza.

Perang mengusirnya dari desanya dan mengubah anaknya menjadi musuh.

The war drove her out of her village and turned her sons into enemies.

Konfliknya sendiri masuk hingga ke tengah keluarganya

The conflict wedged itself in between her own family

ketika anaknya memilih jalan yang berbeda.

as her sons took different paths in life.

Anak lelaki tertuanya bergabung ke unit militer anti Taliban,

Her oldest son joined an anti-Taliban militia unit,

yang lainnya bergabung ke Taliban,

another joined the Taliban,

kedua anak termudanya direkrut tentara.

and her two youngest were recruited by the army.

Disini dia menunjukkan bekas luka terbuka di lehernya,

Here she is revealing an open wound on her throat,

luka yang diyakini dokter terjadi akibat duka.

a wound that doctors believe is caused by grief.

Selama kunjungan saya ke Institut Nasional Musik Afghanistan (ANIM),

During my visit to Afghanistan's National Institute of Music,

sekolah musik pertama dan satu-satunya di Afghanistan,

the first and only music school in Afghanistan,

saya bertemu dengan Sumbul yang berusia 17 tahun,

I met 17-year-old Sumbul,

seorang violinis hebat.

a brilliant violinist.

Dia adalah simbol generasi ini

She is the symbol of this generation

yang tumbuh dalam cukup kebebasan

that came of age with relative freedom

dan kebebasan itu dirampas dalam semalam.

and was robbed of it overnight.

Keluarga Sumbul

Sumbul’s family

datang dari area yang paling sulit diakses di Afghanistan.

come from one of the most inaccessible regions of Afghanistan.

Ayahnya diculik beberapa kali oleh Taliban,

Her father was kidnapped several times by the Taliban,

ia ditekan agar mau mengeluarkan anaknya dari sekolah musik.

being pressured to pull [his] daughters out of music school.

Setelah jatuhnya Kabul,

After the fall of Kabul,

pasukan Taliban menyerang sekolah ANIM

Taliban fighters raided and ANIM school.

Instrumen musik dihancurkan.

Instruments were destroyed.

Pada 26 Agustus,

On August 26,

Sumbul dan pamannya berada di luar bandara

Sumbul and her uncle were outside of the airport

di antara ribuan orang Afghan putus asa yang berusaha melarikan diri

among thousands of desperate Afghans trying to flee

ketika bom bunuh diri mengoyak kerumunan.

when a suicide bomb ripped through the crowd.

Sumbuh selamat dari serangan itu,

Sumbul survived the attack,

tapi mimpinya untuk tampil di dalam Afghanistan musnah

but her dream of performing inside Afghanistan vanished

seperti 170 orang di sekitarnya yang meninggal hari itu.

like 170 people who died all around her that day.

Selama musim panas final itu,

Over the course of that final summer,

kami melihat bagaimana negara dengan cepat jatuh ke tangan Taliban.

we watched as the country rapidly fell into the hands of Taliban.

Salah satu tugas kolega saya adalah memperhatikan distrik yang jatuh.

One of my colleague's tasks was to keep track of the fallen district.

Yang lainnya untuk mencatat mereka yang gugur.

Another to count the fallen men.

Kami melihat dengan tidak percaya progres hak perempuan, pendidikan,

We watched in disbelief as 20 years of progress in women's rights, education,

kebebasan berekspresi selama 20 tahun ini

freedom of expression

hilang dalam waktu 20 hari.

disappeared in 20 days.

Pada 15 Agustus, hari saat Taliban mengambil alih Kabul,

On August 15, the day that Taliban took over Kabul,

saya pergi dari rumah pukul 4 pagi

I left the house at 4am

menuju bandara untuk memotret masyarakat Afghan

and headed to the airport to photograph Afghans

yang putus asa berusaha pergi mengantisipasi kemenangan Taliban.

who were desperately trying to leave in anticipation of Taliban's victory.

Ketika siang, pasukan Taliban berbaris di jalan-jalan,

By noon, Taliban fighters were marching on the streets,

dan menjelang petang,

and by early evening,

mereka mengambil alih istana kepresidenan.

they had taken over the presidential palace.

Salah satu keputusan terberat saya dalam hidup adalah memutuskan pergi hari itu.

It was one of the most difficult decisions of my life to leave that day.

Ketika kami bergegas menuju bandara,

As we were dashing to the airport,

ratusan orang tumpah ke jalan, berlarian ke semua arah.

hundreds of people came to the street, running in every direction.

Saya tidak akan melupakan kepanikan di wajah mereka.

I will never forget the panic on their faces.

Saya sendiri dicengkram rasa bersalah yang besar karena memilih dan bisa pergi.

I myself was grappling with immense guilt for leaving and being able to leave.

Hati saya juga hancur,

I was also heartbroken,

memikirkan bahwa saya tidak akan bisa kembali,

thinking that I could never return,

kembali ke rumah ini yang telah membentuk saya,

return to this home that has shaped me,

bukan hanya sebagai fotografer, tapi juga sebagai manusia.

not only as a photographer, but a human being.

Banyak masyarakat Afghanistan yang hancur dan tenggelam dalam duka dan ketakutan

Many Afghans have been devastated and overwhelmed with grief and fear

sejak pengambilalihan.

Saya baru-baru ini bertemu lagi dengan Sumbul dan Hafiza

since the fall.

I recently caught up with Sumbul and Hafiza

untuk melihat bagaimana keadaan mereka sekarang.

to see where they ended up after the fall.

Sumbul menyembuhkan jiwanya yang terluka sambil mengejar mimpinya di Eropa.

Sumbul is healing her scarred soul while pursuing her dream in Europe.

Hafiza kembali ke desanya untuk menghabiskan waktunya bersama anaknya.

Hafiza had gone back to her village to spend some time with her sons.

Lukanya masih belum sembuh.

The wound has not healed yet.

Namun, saya harus bergantung pada harapan.

Yet I have to hang on to hope.

Harapan untuk negara dengan luka menganga yang berusaha untuk sembuh.

Hope for a country with open wounds that is struggling to heal.

Terima kasih.

Thank you.

(Tepuk tangan)

(Applause)

Shoham Arad: Saya punya beberapa pertanyaan.

Shoham Arad: I have a couple of questions.

Saya sedikit emosional, tapi ini bukan masalah besar.

I'm a little emotional, it's not a big deal.

Anda kembali ke Afghanistan setelah Anda pergi?

You've gone back to Afghanistan since you left.

Kiana Hayeri: Ya.

Bisakah Anda ceritakan bagaimana rasanya sekarang?

Can you tell us what it feels like right now?

Kiana Hayeri: Situasinya sangat mengerikan.

Kiana Hayeri: The situation is very grim.

Saya pikir perang sudah berakhir, tapi dengan harga mahal.

I guess war has ended, but at a cost.

Namun, kemiskinan melejit naik,

But poverty is shooting out the roof,

masyarakat kelaparan,

people are hungry,

perempuan dilarang pergi ke sekolah, ke SMA.

girls are banned from going to school, girls in high school.

Perempuan dijauhkan dari pekerjaannya.

Women are stripped from their jobs.

Sangat mengerikan.

It's very grim.

SA: Saya tahu Anda sangat mencintai negara ini.

SA: I know you love this country a lot.

Satu hal apa yang Anda ingin orang tahu atau pikirkan

What's one thing you want people to know or think about

ketika mereka memikirkan tentang Afghanistan?

when they think about Afghanistan?

KH: Ada banyak masyarakat Afghan di luar negeri,

KH: There are many Afghans arriving abroad,

di Barat, di Amerika, di Kanada.

in the West, in America, in Canada.

Buka pintu kalian untuk mereka, mereka sudah melalui banyak hal,

Open your doors to them, they've been through a lot,

mereka mengalami trauma,

they've been traumatized,

mereka dijauhkan dari semua hal yang mereka punya,

they've been stripped from everything they had,

bahkan identitas mereka.

even their identities.

Sambut mereka di rumah kalian, genggam tangan mereka,

Welcome them in [your] homes, take their hands,

bantu mereka beradaptasi, buat mereka merasa di rumah.

help them to settle, make them feel at home.

Juga, terlibatlah jika Anda mau.

Also, get involved if you want.

Ada organisasi yang mencoba membantu,

There are organizations that are doing stuff,

terutama terkait pendidikan perempuan di Afghanistan.

especially for girls education back in Afghanistan.

Libatkan diri Anda, donasikan uang, jadi sukarelawan,

Get involved, donate money, volunteer your time,

baik dengan orang yang datang ke sini

either with people who are arriving here

atau yang masih di Afghanistan.

or back in Afghanistan.

SA: Terima kasih, Kiana.

KH: Terima kasih.

SA: Thanks, Kiana.

KH: Thank you.

(Tepuk tangan)

(Applause)