A playful exploration of gender performance | Jo Michael Rezes

Transcriber: Ivana Korom Reviewer: Camille Martínez

Translator: Elda Indria Sari Reviewer: Nathaniel Luis Reyhan Soesilo

(Music: "La Vie en Rose")

(Musik: "La Vie en Rose")

Cecily: Ah, well, I feel rather frightened.

Cecily: Ah, aku merasa agak takut.

I'm so afraid he will look just like everyone else.

Aku takut dia terlihat sama saja seperti yang lain.

(Algernon sniffs)

(Algernon mendengus)

C: He does.

C: Ternyata benar.

Algernon: You are my little cousin Cecily, I'm sure.

Algernon: Kau adalah sepupu kecilku Cecily, aku yakin.

C: You are under some grave mistake.

C: Kau keliru besar.

I'm not little.

Aku tidak kecil.

In fact, I do believe I'm actually more than usually tall for my age.

Bahkan, aku sebenarnya lebih tinggi dari orang-orang seusiaku.

But I am your cousin Cecily,

Namun, aku adalah sepupumu Cecily,

and you, I see, are also here helping Jo Michael Rezes

dan kau, kulihat kau juga di sini membantu Jo Michael Rezes

with their TEDx talk.

dengan TEDx talk mereka.

And you are my cousin Ernest, my wicked cousin Ernest.

Dan kau adalah sepupuku Ernest, sepupuku yang keji, Ernest.

A: Oh! Well, I'm not really wicked at all, cousin Cecily.

A: Oh! Sebenarnya aku sama sekali tak keji, Sepupu Cecily.

You mustn't think that I am wicked.

Janganlah kau pikir aku keji.

C: Well, I hope you haven't been leading a double life,

C: Kuharap kau tak bermuka dua,

pretending to be good and being really wicked all the time.

berpura-pura baik, tetapi sebenarnya keji.

That would be hypocrisy.

Itu namanya munafik.

A: Well, of course, I have been rather reckless.

A: Tentu, aku memang agak sembrono.

C: I am glad to hear it.

C: Aku senang mendengarnya.

A: But the world is good enough for me, cousin Cecily.

A: Namun, dunia ini cukup baik bagiku, Sepupu Cecily.

C: Yes, but are you good enough for it?

C: Namun, apakah kau cukup baik baginya?

A: I'm afraid I am not that.

A: Aku rasa tidak.

That's why I want you to reform me.

Maka itu, aku ingin kau memperbaruiku.

C: Well, I'm afraid I have no time this afternoon.

C: Sayang sekali, sore ini aku tak bisa.

The TED talk and all.

Karena ada TED talk dan lainnya.

(Laughter)

(Tawa)

A: Well, would you mind my reforming myself this afternoon?

A: Bolehkah aku memperbarui diriku sendiri sore ini?

C: Oh, that's rather quixotic of you,

C: Oh, kau cukup idealis,

but I think you should try.

tetapi coba saja.

A: Good. I feel better already.

A: Bagus. Aku sudah merasa lebih baik.

C: You're looking a little worse.

C: Kau terlihat agak lebih buruk.

A: Well, might I have that pink rose?

A: Bolehkah mawar merah muda itu kuambil?

C: Why?

C: Mengapa?

A: Because you are like a pink rose, cousin Cecily.

A: Karena kau bagaikan mawar merah muda, Sepupu Cecily.

C: Well, I don't think it could be right for you

C: Kurasa kau tak pantas berbicara padaku seperti itu.

to talk to me like that.

A: You are the prettiest girl I ever saw.

A: Kau adalah gadis tercantik yang pernah kulihat.

C: But -- well, I -- I --

C: Namun... yah, aku...

A: And, and ahem --

A: Dan, ehem...

C: All good looks are a snare and --

C: Wajah rupawan hanya jebakan dan...

A: Well, it's a snare that every sensible man

A: Yah, itu jebakan idaman setiap pria bijaksana, dan...

would like to be caught in, and ...

Jo Michael Rezes: (Sighs)

Jo Michael Rezes: (mengesah)

I'm so sorry, I um --

Saya minta maaf, saya...

I didn't finish rehearsing.

Saya belum selesai berlatih.

Um, well it's not because I can't walk in heels,

Bukan karena saya tak bisa berjalan dengan sepatu hak tinggi,

I'm actually really good at that,

sebenarnya saya sangat mahir,

and I can prove it to you, too, but I really am sorry.

saya juga bisa buktikan itu, tetapi saya sungguh minta maaf.

Hold on.

Tunggu sebentar.

Uh, um.

Uh, um.

No matter.

Tidak masalah.

No matter.

Tidak masalah.

Right.

Baik.

Right, introductions.

Baik, perkenalan.

It's a TEDx talk. Right.

Ini TEDx talk. Baik.

Hi, there! (Laughs) Um.

Halo! (Tertawa gugup)

My name is Jo Michael Rezes,

Nama saya Jo Michael Rezes.

and I'm a PhD student here in theater and performance studies.

Saya mahasiswa S3 jurusan studi teater dan pertunjukan.

And I specialize in the study of queer identities

Dan spesialisasi saya adalah studi identitas queer

as they maneuver and affect the perceptions of time

saat mereka bermanuver dan memengaruhi persepsi waktu

in the performance of camp.

dalam pertunjukan camp.

You know camp?

Anda tahu camp?

Sincerity in irony's clothing?

Ketulusan berbalut ironi?

Making the kitsch feel like home?

Membuat seni kitsch terasa lazim?

No?

Tidak?

The Met Gala theme from 2019

Tema Met Gala tahun 2019

that was thoroughly misunderstood by over 95 percent of its attendees?

yang gagal dipahami lebih dari 95% pesertanya?

(Laughter)

(Tawa)

No? OK, anyway.

Tidak? OK, baiklah.

I'm also an actor-director and theater educator at large

Saya juga seorang aktor, sutradara, dan pendidik teater

in the greater Boston area.

di daerah Boston.

Oh, and where are my manners?

Oh, di mana sopan santun saya?

The friends I brought with me today are Algernon and Cecily

Teman-teman saya hari ini adalah Algernon dan Cecily

from Oscar Wilde's famously well-known play,

dari drama terkenal karya Oscar Wilde,

"The Importance of Being Earnest."

"The Importance of Being Earnest."

And they'll be back, don't worry.

Mereka akan kembali, jangan khawatir.

I've only scared them off a bit.

Saya hanya mengusir mereka sebentar.

And let's be honest,

Dan jujur saja,

it wouldn't be a TEDx talk

bukan TEDx talk namanya

without things wrapping up nicely at the end, would it?

tanpa penutup yang bagus, bukan?

(Laughter)

(Tawa)

You know, I hope that wasn't too awful, though.

Saya harap tadi itu tidak terlalu buruk.

It was awkward, I know, to watch me fail.

Memang canggung rasanya melihat saya gagal.

To fail at what, exactly, though?

Gagal dalam apa, lebih tepatnya?

To play a man and a woman at the same time?

Berperan sebagai pria dan wanita di saat yang sama?

I mean, to play a man and a woman when I'm actually neither?

Berperan sebagai pria dan wanita walau saya bukan keduanya?

Why does it feel so awkward when we see someone fail at gender,

Mengapa canggung rasanya melihat seseorang gagal dalam gender,

and why do we care?

dan mengapa kita peduli?

I mean, obviously, me screwing this up was done on purpose.

Tentu saja, saya sengaja tampil buruk.

Obviously, I had this all perfectly memorized

Tentu saja saya sudah menghafalnya di luar kepala

and rehearsed for today, right?

dan telah berlatih untuk hari ini, bukan?

Right?

Betul, bukan?

(Laughter)

(Tawa)

Well, I'm here today to talk about gender performativity

Saya hadir hari ini untuk berbicara tentang performativitas gender

and the ways in which I've used my acting classroom

dan bagaimana saya memanfaatkan kelas akting saya

as a space to disrupt the finality of gender performance,

sebagai ruang untuk mengusik keniscayaan performa gender,

to open up a looser space for thinking about gender identity

untuk menciptakan keleluasaan pemikiran tentang identitas gender

through supportive failure,

melalui kegagalan yang suportif,

generous mistakes and honest communication.

banyak kesalahan dan komunikasi jujur.

We all, actors or otherwise,

Kita semua, aktor atau bukan,

can play with gender in our everyday lives.

dapat memainkan gender dalam keseharian kita.

And I call this "gender rehearsativity."

Saya menyebutnya "latihan gender."

Now, before all of the queer theorists and women's studies degree holders

Sebelum para ahli teori queer dan pemegang gelar studi perempuan

and Judith Butler fanatics in the audience

serta hadirin penggemar Judith Butler

start to tear the half-and-half, hyperbinary costume off of my body,

mulai merobek-robek kostum paruh hiperbiner ini dari tubuh saya,

let me first explain where popular culture

izinkan saya menjelaskan awal kekeliruan budaya populer

has already begun to misunderstand gender performativity,

dalam memahami performativitas gender,

before I move into the rehearsativity I hold so dear.

sebelum melanjutkan ke latihan yang sangat berarti bagi saya.

Now, as an educator

Sebagai seorang pendidik

and as a youngish 20-something-year-old trans person,

dan sebagai pemuda trans berusia 20-an,

I'm constantly hearing from my 20-something-year-old students,

saya sering mendengar

dari para siswa, teman, dan kolega saya yang berusia 20-an

friends and colleagues

that gender is "over" --

bahwa gender sudah "tamat."

that gender is so fluid and carefree

Bahwa gender begitu fleksibel dan bebas

and that society, film and television are so inclusive of transgender people,

dan bahwa masyarakat, film, dan televisi sangat inklusif terhadap transgender,

that it's basically over.

hingga gender sudah tamat.

Now, I don't ascribe to the binary, as a nonbinary person myself.

Sebagai orang nonbiner, saya tak menganggap diri saya biner.

But gender definitely isn't over.

Namun, gender jelas belum tamat.

Or, at least I don't think it is.

Atau, setidaknya saya pikir begitu.

And maybe, just maybe, gender is always beginning.

Dan mungkin, mungkin saja, gender selalu bermula.

This last semester,

Di semester akhir lalu,

at roughly 10:23am,

sekitar jam 10:23 pagi,

dua siswa kelas akting saya,

two of my acting students,

while embodying delicious caricatures of fraternity brothers --

saat memerankan parodi menarik anggota fraternitas --

forgive me, I don't remember his or his name --

maaf, saya tak ingat nama mereka --

well, they rounded up the class,

mereka mengumpulkan para siswa,

and these two women in snapbacks and baggy clothing

lalu, dua wanita berpakaian longgar dan mengenakan topi ini

slacked their mouths to reveal lax jaws and lax bro mentalities.

memamerkan rahang mereka yang kendur dan mentalitas lemah saudara fraternitas.

And, astounding as it was to watch,

Walau mencengangkan untuk dilihat,

these women fluctuated between irony and satire,

kedua wanita ini berganti-ganti antara ironi dan satire,

the uncanny and the ruthlessly so, pain and joy, until ultimately

keanehan dan kekejaman, derita dan sukacita, sampai akhirnya

they failed to be the men they were choosing to embody.

mereka gagal menjadi pria yang ingin mereka jiwai.

They simply stopped talking.

Mereka berhenti berbicara.

Silence.

Hening.

A lull hit the class,

Senyap memenuhi kelas,

and time seemed to be sucked clean out of the room.

dan waktu seolah tersedot habis dari ruangan itu.

And in this moment of loud stillness,

Dan di momen keheningan itu,

one of the women,

salah satu dari mereka,

still using her frat bro voice though fully out of character,

masih dalam suara saudara fraternitasnya walau di luar karakter,

said, nearly in a whisper,

berkata, hampir berbisik,

(In frat bro voice) "Gender is a social construct."

(Dalam suara saudara fraternitas) "Gender adalah konstruksi sosial."

(Laughter)

(Tawa)

I'll admit: I laughed along with my students that morning,

Saya akui: saya ikut tertawa bersama siswa-siswa saya pagi itu,

partially at the comedic timing that my student had in her delivery

sebagian karena pemilihan waktu siswa saya yang lucu,

but also at the fact that society has turned gender performativity

tetapi juga karena masyarakat telah memutarbalikkan performativitas gender

into gender as social construct.

menjadi gender sebagai konstruksi sosial.

Now, listen to this:

Sekarang, dengarkan ini:

I think that this idea has come from renowned queer studies scholar

saya merasa gagasan ini berasal dari cendekiawan studi queer ternama

Judith Butler,

Judith Butler,

whose seminal work in the performativity of gender

yang karya berpengaruhnya dalam performa gender

has gone on to be a staple

telah menjadi bahan pokok

in undergraduate classrooms at liberal arts institutions.

dalam kelas sarjana institusi seni liberal.

Now, this SparkNotes version of Butler's work

Versi SparkNotes dari karya Butler ini

is found in the idea that gender exists in repeated words and actions.

terdapat dalam gagasan bahwa gender ada dalam pengulangan kata dan tindakan.

And these performatives create and are created

Dan performativitas ini menciptakan dan diciptakan

by the bodies of real human beings.

oleh tubuh manusia nyata.

Now, listen to this:

Sekarang, dengarkan ini:

"Moreover, in a 1988 essay,

"Bahkan, dalam esai tahun 1988,

Butler claims that gender is an act which has been rehearsed.

Butler menegaskan bahwa gender adalah sebuah lakon yang telah dilatih.

In this way,

Dengan begini,

gender through repetition becomes a recognizable script,

gender lewat pengulangan menjadi sebuah naskah yang bisa dikenali,

which requires actors to reproduce it."

yang perlu direproduksi oleh seorang aktor."

Huh.

Huh.

Much like my attempt at "The Importance of Being Earnest."

Mirip seperti upaya saya dalam "The Importance of Being Earnest."

Ooh, I mean -- look at my costume.

Maksudku -- lihat saja kostumku.

(In a deep voice) Why does this half make me feel manly, masculine, suave,

(Suara berat) Mengapa separuh diriku merasa jantan, maskulin, ramah tamah,

(In a high voice) and this half makes me feel girly, fabulous and feminine?

(Suara tinggi) dan separuhku lagi merasa kewanitaan, hebat, dan feminin?

I mean, some of us even forget that gender is there,

Sebagian dari kita bahkan lupa bahwa gender itu ada

because it is so well-rehearsed into our bodies.

karena tubuh kita sudah terlatih dengan baik.

But there's always an ideal of gender that we can never quite achieve.

Namun, akan selalu ada gender ideal yang tak akan pernah kita capai.

But it's up to us to play with it.

Namun, terserah kita untuk memainkannya.

Now, I've played with gender throughout my own career as an actor,

Saya telah bermain dengan gender sepanjang karir saya sebagai aktor,

and in one semester as an undergraduate student,

dan pada suatu semester sebagai mahasiswa S1,

I was cast in two roles simultaneously:

saya mendapat dua peran sekaligus:

Brad Majors in "The Rocky Horror Show,"

Brad Majors dari "The Rocky Horror Show,"

and Charlotte Ivanovna in "The Cherry Orchard."

dan Charlotte Inanovna dari "The Cherry Orchard."

One man, one woman and one me.

Satu pria, satu wanita, dan satu saya.

I would go from one rehearsal,

Saya datang ke satu latihan,

playing the manly, aggressive Brad,

memerankan Brad yang jantan dan agresif,

only to be pulled, moments later, into a wig

dan tak lama dipasangkan rambut palsu,

and delicately blended eyeliner as Charlotte, a German governess.

dan celak yang dibaurkan dengan seksama sebagai Charlotte, si pengasuh Jerman.

The constant push and pull of these identities

Dorongan dan tarikan konstan dari kedua identitas ini

was not only invaluable to my work as an actor,

tak hanya tidak ternilai bagi profesi saya sebagai seorang aktor

attempting to span the spectrum of gender in my work,

yang mencoba menjangkau spektrum gender dalam profesi saya,

but it also revealed to me

tetapi juga memberi pencerahan

that my own queer identities

bahwa identitas queer saya sendiri

are deeply indebted to embodying the extremes of gender.

sangat terpengaruh dari memerankan keekstreman gender.

These characters held important facets of my identities,

Karakter-karakter ini memiliki aspek penting dalam identitas saya,

of my body,

dari tubuh saya,

my daily pain,

derita keseharian saya,

of my social interactions, of my memories,

interaksi sosial, ingatan saya,

and rehearsing these characters allowed me to explore those identities,

dan melatih karakter-karakter ini membuat saya bisa mengeksplorasi identitas ini,

which has opened up my need as an acting teacher

yang telah membuka peluang saya sebagai seorang guru akting

to show the importance of playing with gender in rehearsal.

untuk menunjukkan pentingnya memainkan gender dalam latihan.

So when I present to you all

Jadi, saat saya menunjukkan pada Anda,

(In a high voice) Cecily

(Suara tinggi) Cecily

and (In a deep voice) Algernon,

dan (Suara rendah) Algernon,

there are these parts of these two characters that I respect,

ada bagian dari dua karakter ini yang saya hargai,

understand implicitly,

saya pahami secara implisit,

oppressions I can relate to, fears I can embody,

penindasan yang saya kenali, rasa takut yang bisa saya jiwai,

aggressive tendencies that I try to forget.

kecenderungan agresif yang saya coba lupakan.

But there are also plenty of characteristics

Namun, ada pula banyak karakteristik

with which I have no personal experience,

yang belum pernah saya alami secara pribadi,

nothing I can draw from.

tak ada inspirasi.

And sometimes in a flurry of rehearsal,

Dan terkadang, di tengah kekacauan latihan,

of reading a script,

dari membaca naskah,

of creating a character,

dari menciptakan karakter,

well ... we make a mistake.

kita membuat kesalahan.

Algernon's aggressive flirtation towards Cecily

Rayuan agresif Algernon kepada Cecily

doesn't sit well in my body,

tidak begitu cocok dengan saya,

or Cecily's calm demeanor as written by Oscar Wilde,

atau sikap tenang Cecily seperti yang ditulis oleh Oscar Wilde,

just doesn't sit right,

rasanya tidak pas,

and I literally trip up.

dan saya benar-benar tersandung.

Now, this TEDx talk is a performance

TEDx talk ini adalah sebuah pertunjukan

in front of so many people.

di depan begitu banyak orang.

And it differs quite drastically from my classrooms in that regard.

Dan sangat berbeda dengan kelas saya.

But there is such a recognizable pressure in our daily lives

Namun, ada tekanan yang familiar dalam kehidupan kita sehari-hari

to perform our gender,

untuk menampilkan gender kita,

our selves,

diri kita,

on a stage like this.

di panggung seperti ini.

Quite frankly,

Sejujurnya,

failure to pass as a man or a woman effectively

gagal untuk menjadi seorang pria atau wanita secara baik

is still dangerous for transgender and gender nonconforming people.

masih berbahaya bagi kaum transgender dan nonbiner.

And listen to this:

Dan dengarkan ini:

according to the 2015 US Transgender Survey,

menurut Survei Transgender Amerika tahun 2015,

nearly half of respondents voiced

hampir separuh dari responden mengatakan

that they had been verbally harassed in the past year

mereka mendapat pelecehan verbal dalam setahun terakhir

because of their gender identity or expression.

karena identitas atau ekspresi gendernya.

And that number is shown only to increase in communities of color.

Angka itu menunjukkan peningkatan di komunitas kulit berwarna.

Many of us now claim to view gender on a spectrum -- and that's great --

Banyak orang mengklaim memandang gender dalam spektrum -- dan itu bagus --

including 60 percent of Generation Z individuals

termasuk 60 persen individu Generasi Z

who reported to the Pew Research Center in 2019

yang mengatakan kepada Pusat Penelitian Pew di tahun 2019

that they believe forms with boxes for "male" or "female"

bahwa formulir dengan pilihan "pria" atau "wanita"

should include more gender options.

harus menyertakan lebih banyak pilihan gender.

But in spite of this,

Namun, walau demikian,

there is still latent fear of making gender mistakes

masih ada ketakutan terpendam pada kesalahan menyebut gender

in offices, in classrooms,

di kantor, ruang kelas,

in the eyes of the government,

di depan pemerintah,

in romantic situations,

dalam situasi romantis,

and for some of us,

dan bagi sebagian dari kita,

even in the mirror when we wake up in the morning.

bahkan ketika bercermin saat kita bangun di pagi hari.

But our gender mistakes have the potential for something good.

Namun, kesalahan gender kita memiliki potensi yang baik.

Even in the binary,

Bahkan dalam biner,

approaching life on the stage as a man or a woman,

membawakan peran pria atau wanita di atas panggung,

we can support each other in experimentation,

kita dapat saling mendukung dalam percobaan,

trips and stumbles,

halangan dan rintangan,

two-hour-long meditations on

meditasi selama dua jam

or five-second costume changes with gender.

atau berganti kostum gender selama lima detik.

And failure is a key part

Kegagalan adalah kata kunci

of Judith Butler's theory of performativity.

dari teori Judith Butler tentang performativitas.

But I do believe that for most people,

Namun, saya percaya sebagian besar orang

like you all out there,

seperti Anda di luar sana,

you might hear "performativity" and hear "perform."

Anda mungkin mendengar "performativitas" dan mendengar "performa."

That's to say, performance-ready

Itu artinya, siap tampil

or if not performance-ready,

atau jika tidak siap tampil,

perhaps performance in general gives you anxiety.

mungkin tampil secara umum membuat Anda cemas.

Or the stage fright that I have to this very day.

Atau ketakutan panggung yang masih saya rasakan sampai hari ini.

What we need to understand is that failing at gender

Kita perlu memahami bahwa kegagalan gender

can and should be a positive, generative process.

bisa dan harus menjadi proses yang generatif dan positif.

The mistakes we make with gender can only help us grow

Kesalahan gender hanya akan membantu kita tumbuh

and better understand the multitudes of gender around us.

dan semakin memahami keberagaman gender di sekitar kita.

But we need to make space for these mistakes.

Namun, kita harus memberi ruang bagi kesalahan.

We need to hold space for failure.

Kita harus memberi ruang untuk kegagalan.

And that's where rehearsativity comes into play.

Di situlah peran latihan.

Now, one of the main points I like to make with my acting students

Salah satu poin utama yang sering saya katakan pada siswa kelas akting saya

when they're last-minute panicking about a monologue or a scene,

saat mereka panik sebelum membawakan monolog atau suatu adegan,

is that no one is ever actually ready.

yaitu tak ada seorang pun yang sebenarnya siap.

I mean, we're never actually done rehearsing,

Maksud saya, kita tak pernah sungguh-sungguh selesai berlatih,

we're just put in front of an audience.

kita hanya ditempatkan di depan penonton.

When I taught a workshop on gender-bending this last summer

Saat mengajar lokakarya keluwesan gender

pada musim panas lalu di Somerville Arts for Youth,

at Somerville Arts for Youth,

I made it quite clear to a group of middle school-aged students

saya menegaskan pada sekelompok siswa usia sekolah menengah

that you cannot be a bully and a good actor at the same time.

bahwa mereka tak bisa sekaligus menjadi perundung dan aktor yang baik.

It's impossible.

Itu mustahil.

There is something about the act of embodiment

Ada sesuatu mengenai tindak perwujudan

yang membutuhkan empati untuk bertahan.

that requires empathy to survive.

Bullying prohibits the creative process.

Perundungan menghalangi proses kreatif.

As these middle schoolers moved about the room,

Saat para siswa sekolah menengah ini mengitari ruangan,

trying on the extremes of binary gender presentation,

menjajal presentasi gender biner yang ekstrem,

this dissolved into galumphing,

situasinya berubah riuh,

laughter,

penuh tawa,

parodying of stereotypes they see in movies and on television,

parodi stereotip yang mereka lihat di film dan televisi,

joy in the failure to understand gender.

kegembiraan dalam kegagalan memahami gender.

Even my college students, in "Introduction to Acting,"

Bahkan para siswa saya dalam kelas "Pengenalan Akting,"

jumped on the opportunity to play with gender

mencoba kesempatan untuk memainkan gender

when I restricted their time to think.

saat saya membatasi waktu berpikir mereka.

On Halloween last year,

Di Halloween tahun lalu,

I asked my students to come to class in costume

saya meminta siswa saya datang dengan kostum

and to, well, to throw their hats into the middle of a circle,

dan melemparkan topi mereka ke tengah sebuah lingkaran,

metaphorically and literally,

secara metaforis dan sesungguhnya,

and the only rule of the game

dan satu-satunya aturan permainan

was that they had to go into the center of the circle,

adalah mereka harus masuk ke tengah lingkaran,

take on a hat, pick a character,

mengambil topi, memilih karakter,

and then switch.

kemudian berganti.

No time to think.

Tak ada waktu berpikir.

And it wasn't until two men in the class

Dan baru saat dua siswa pria di kelas

noticed no one running to the center of the circle

menyadari tak ada yang masuk ke lingkaran,

that they jumped into the center,

mereka pun melompat ke tengah,

and one became

dan salah satunya menjadi

(In a deep voice) a British chauvinist,

(Suara berat) seorang sovinis Inggris,

(In a high voice) and the other, a high-pitched, coy British lady.

dan satunya, (Suara tinggi) seorang wanita Inggris pemalu bersuara tinggi.

Time stood still.

Waktu terhenti.

Laughter,

Tawa,

mimicry,

peniruan,

joy, again,

lagi-lagi kegembiraan,

in the failure to understand gender.

dalam kegagalan pemahaman gender.

That's the potential of gender rehearsativity.

Itulah potensi latihan gender.

And I challenge you all

Saya menantang Anda semua

to think of your days as mini-rehearsals.

untuk menjadikan hari-hari Anda sebagai latihan kecil.

Cultivate spaces in your life to explore gender.

Sediakanlah ruang dalam hidup Anda untuk mengeksplorasi gender.

And allow other people to explore their gender.

Dan biarkan orang lain mengeksplorasi gender mereka.

Fail at gender.

Gagal dalam gender.

I wish I could give you more tangible ways to go out and do this.

Saya harap bisa memberikan Anda cara yang lebih nyata untuk melakukannya.

But gender is funny like that.

Namun, itulah letak kelucuan gender.

Gender is an act which has been rehearsed.

Gender adalah sebuah lakon yang telah dilatih.

Some acts more rehearsed than others. (Laughs)

Beberapa lakon lebih terlatih daripada lainnya. (Tertawa)

But gender is far from being perfect.

Namun, gender jauh dari kata sempurna.

And sometimes,

Dan terkadang,

just like in rehearsal,

seperti dalam latihan,

when we support each other in times of play,

saat kita saling mendukung dalam pertunjukan,

in times of joy and times of pain,

saat senang dan saat susah,

we wind up succeeding more than if we hadn't tried or failed at all.

kita lebih sukses daripada tak mencoba atau gagal sama sekali.

A: Well, I think that has been a great success.

A: Aku rasa, ini sukses besar.

I'm in love with Cecily, and that is everything.

Aku jatuh cinta dengan Cecily, dan itulah segalanya.

But I must see her before I go.

Namun, aku harus bertemu dengannya sebelum aku pergi.

Oh, there she is.

Oh, itu dia.

C: Oh, I merely came back to water the roses.

C: Oh, aku hanya kembali untuk menyirami mawar.

I thought we were at a TEDx talk with Jo.

Aku kira kita sedang ada di TEDx talk dengan Jo.

A: Oh.

A: Oh.

Well, they've gone to order the dogcart for me.

Mereka tengah memanggil kereta kuda untukku.

C: Oh.

C: Oh.

Are they going to take you for a nice drive?

Apakah mereka akan membawamu jalan-jalan?

A: They're going to send me away.

A: Mereka akan mengirimku pergi.

C: Oh.

C: Oh.

So we have to part.

Jadi, kita harus berpisah.

A: I'm afraid so.

A: Aku rasa begitu.

It's a very painful parting.

Ini perpisahan yang menyakitkan.

C: Well, the absence of old friends one can endure with equanimity.

C: Kita bisa bertahan dengan kesabaran jika terpisah dengan teman lama.

But even a momentary separation

Namun, walau hanya berpisah sekejap

from anyone whom they've just met

dari siapa pun yang baru ditemui

is almost unbearable.

rasanya hampir tak tertahankan.

JMR: Thank you.

JMR: Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)