How Your Company Can Gain a Global Talent Advantage | Johann Daniel Harnoss | TED

Translator: Salma Chaerani Reviewer: annisa putri

Last summer I was in New York

Musim panas lalu saya di New York

and had a conversation that had me thinking ever since.

dan melakukan percakapan yang membuat saya berpikir sejak saat itu.

I met Mubarik Imam,

Saya bertemu Mubarik Imam,

one of the early engineers at WhatsApp,

salah satu dari insinyur awal di WhatsApp,

and what she told me changed how I look at migration.

dan apa yang dia katakan mengubah pandangan saya terhadap migrasi.

She said to me,

Dia berkata,

“Johann, I will never forget

“Johann, saya tidak akan lupa

the first time I walked into the office at WhatsApp.

kali pertama saya masuk ke kantor di WhatsApp.

It felt like a mini United Nations."

Rasanya seperti sebuah PBB kecil.”

And she explained to me that it was precisely that global diversity

Lalu dia menjelaskan bahwa keanekaragaman global itulah

that made them design the app

yang membuat mereka

not just for the average US college kid in mind,

merancang aplikasi bukan hanya untuk mahasiswa AS biasa,

but for a truly global audience.

tetapi untuk audiens yang global.

And in that process, they asked questions few others would.

Dalam proses itu, mereka menanyakan pertanyaan yang sedikit orang tanyakan.

Like, does the app work in the more rural parts of Africa,

Seperti, apakah aplikasinya berfungsi di di bagian pedesaan di Afrika,

Asia and elsewhere,

Asia dan lainnya,

or will it work for a refugee on a boat

atau akankah ini berhasil untuk pengungsi di atas kapal

sending a message back home to their family?

yang mengirim pesan ke keluarga mereka?

The rest is history.

Sisanya adalah sejarah.

WhatsApp became a product fit for the world,

WhatsApp menjadi produk yang cocok untuk seluruh dunia,

and chances are you, like me, might be using it every single day.

dan kemungkinan kita semua menggunakannya setiap hari.

Of course, WhatsApp is not just an outlier.

Tentu saja, WhatsApp bukan hanya anomali.

Look at ChatGPT, Pfizer-BioNTech vaccines,

Lihat ChatGPT, vaksin Pfizer-BioNTech,

Google search, YouTube, the iPhone, the list goes on.

pencarian Google, YouTube, iPhone, dan masih banyak lagi.

Each one of these pretty remarkable products

Setiap produk yang luar biasa ini

was built by teams of immigrants and locals,

dibuat oleh tim yang berisi imigran dan orang lokal,

working creatively side by side.

bekerja secara berdampingan dan kreatif.

And that's why leading companies today,

Itulah mengapa perusahaan terkemuka,

they don't just outsource internationally to save money on cheaper labor.

tidak memperkerjakan karyawan asing hanya untuk menghemat uang.

They do that,

Iya itu benar,

but what they also do is that they hire immigrants

tapi mereka juga memperkerjakan imigran

for their insights, experiences and unique perspectives.

untuk mendapat wawasan, pengalaman dan perspektif yang unik.

There are 280 million international migrants in the world today.

Ada 280 juta imigran internasional di seluruh dunia hari ini.

And many more, up to 750 million people,

Lebih banyak lagi, sampai 750 orang,

say that they would move internationally if they could.

berkata bahwa mereka akan pindah negara jika mereka bisa.

I lead our research on global migration here at BCG, a global consulting firm.

Saya memimpin riset tentang global migrasi di BCG, perusahaan konsultan global.

And I also advise governments and companies on innovation

Saya juga menasihati pemerintah dan perusahaan tentang inovasi

and migration strategy.

dan strategi migrasi.

Outside of work, I co-lead a team of more than 100 volunteers.

Di luar itu, saya membantu memimpin tim lebih dari 100 relawan.

We are Imagine,

Kami adalah Imagine,

and we're a community of talent without borders.

dan kami adalah komunitas bakat tanpa batas.

And every day we help skilled migrants from places like Afghanistan, Syria,

Setiap hari kami membantu imigran berbakat dari Afghanistan, Syria,

Egypt, Pakistan, Nigeria or elsewhere.

Mesir, Pakistan, Nigeria, dan lainnya.

We help them find a new job abroad,

Kami bantu mereka mencari kerja di luar,

come here and integrate into a new life.

datang kesini dan mendapat kehidupan baru.

And from these experiences, I can tell you,

Dari pengalaman ini, Saya bisa bilang,

these 280 million people,

280 juta orang ini,

they aren't just statistics.

mereka bukan statistik belaka.

They're real human beings with families,

Mereka manusia yang punya keluarga,

dreams and hopes of a better future.

dan harapan untuk masa depan yang baik.

Yet, too often when they relocate, they are met with fear,

Tetapi seringkali ketika mereka berpindah, mereka bertemu dengan rasa takut,

prejudice or even outright violence.

prasangka atau bahkan kekerasan langsung.

Yet in my mind, migration does not have to be a zero-sum,

Dalam pikiran saya, migrasi tidak harus menjadi zero-sum,

one game where one person wins and the other person loses.

permainan dimana satu orang menang dan yang lain kalah.

No.

Tidak.

If we look at it differently,

Jika dilihat dengan cara lain,

it can actually be a source of great strategic advantage,

itu bisa menjadi sumber keuntungan strategis yang besar,

both for companies and entire countries.

untuk perusahaan dan negara.

We looked at this recently in a joint report with IOM,

Kami baru saja melihat ini dalam laporan bersama dengan IOM,

the International Organization for Migration of the United Nations.

Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB.

And in that report, we published two headline figures.

Di laporan itu, kami menerbitkan dua tokoh utama.

One, migrants already today

Satu, para imigran sekarang

create a massive boost to our local economies,

telah menciptakan dorongan besar untuk ekonomi lokal kita,

totaling nine trillion US dollars a year in 2020,

dengan total mencapai sembilan triliun dolar AS pertahun pada tahun 2020,

and that impact will only increase to 2050 to 20 trillion US dollars a year.

dampak itu akan terus meningkat sampai 2050 menjadi 20 triliun dolar AS pertahun.

And what's more,

Ditambah lagi,

migrants can help us address pretty acute labor shortages

migran dapat membantu kita mengatasi kekurangan tenaga kerja

that we see in our economies,

yang kita lihat dalam perekonomian kita,

because it turns out, we don't have a lack of jobs.

karena ternyata, kita bukannya kekurangan lowongan kerja.

In many countries,

Di banyak negara,

we tend to have a lack of workers.

kita justru cenderung kekurangan pekerja.

And that lack of workers, it costs all of us dearly.

Kekurangan itu merugikan kita cukup besar.

Three billion US dollars, not per year, but per day.

Tiga miliar dolar AS, bukan per tahun, tapi per hari.

And that is doctor appointments not happening,

Itu berarti janji dokter tidak terpenuhi,

packages not delivered or flights back home being canceled.

paket-paket tidak terkirim, dan penerbangan pulang tertunda.

So how can we make migration work better for everyone?

Jadi bagaimana kita bisa membuat migrasi bekerja untuk semuanya?

That's exactly the question we looked at

Pertanyaan itulah yang kami lihat

when we recently interviewed 800 executives in a recent BCG survey.

ketika kami baru-baru ini mewawancara 800 eksekutif d survei BCG.

And what they told us really surprised me,

Perkataan mereka sangat mengejutkan,

because 95 percent said,

karena 95 persen bilang,

"Johann, we see the value in hiring globally,"

“Johann, kami melihat nilai di karyawan internasional kami,”

but only five percent said,

hanya lima persen mengatakan,

"And yes, we're already doing it strategically

“Iya, kami sudah melakukannya dengan penuh perhitungan

and we're getting the results to show for it."

dan kami mendapat hasil yang bisa ditunjukkan.”

So companies seem to struggle big time

Perusahaan sepertinya kesulitan

to follow the lead of WhatsApp and others.

untuk mengikuti jejak WhatsApp dan lainnya.

And when we dug deeper and wondered why, we initially thought it was a visa issue.

Ketika kami menggali lebih dalam, kami awalnya mengira ini masalahnya di visa.

But then we took a closer look at the visa policies

Namun kami melihat lebih dekat kebijakan visa

of more than 25 countries,

lebih dari 25 negara,

and we found that with the exception of the US and China,

dan menemukan bahwa kecuali AS dan Cina,

all the other countries actually give a pretty direct path to entry for work.

semua negara sebenarnya memberi jalan masuk langsung untuk bekerja.

If you have a bachelor's degree,

Jika Anda memiliki gelar sarjana,

have a job offer

punya tawaran pekerjaan

and make just a little bit more than the average salary in the country.

dan menghasilkan sedikit lebih banyak dari gaji rata-rata di negara itu.

All of these conditions can be quite easily fulfilled

Semua syarat ini dapat dipenuhi dengan cukup mudah

by recent university graduates

oleh lulusan universitas baru

with just two or three years of work experience.

dengan dua atau tiga tahun pengalaman kerja.

So the visa process, could it be fast and easier at times?

Jadi apakah proses visa bisa lebih cepat dan mudah?

Absolutely, yes.

Tentunya iya.

But is it the show stopper that keeps talent and opportunity

Tapi apakah itu menjadi penghalang bakat dan kesempatan

away from each other?

satu sama lain?

Clearly not.

Pastinya tidak.

So what is it then, if it's not a visa issue caused by government bureaucrats?

Terus apa jadi, jika masalahnya bukan di visa karena birokrat pemerintah?

In my view,

Menurut saya,

the issue lies in the world of business and within all of us.

masalahnya ada di dunia bisnis dan di antara kita.

And that's actually the good news

Itu sebenarnya kabar baik

because it means that we can all change it.

karena artinya kita semua bisa mengubah itu.

Changing it starts with senior executives

Perubahannya dimulai dari eksekutif senior

because like any other business priority,

karena seperti prioritas bisnis lainnya,

it must come from the top or it ain't going to happen.

itu harus datang dari atas atau tidak terjadi sama sekali.

Let's take a look at Rakuten, for example.

Mari lihat Rakuten, sebagai contoh.

Rakuten is a Japanese e-commerce company that by now has expanded globally.

Rakuten adalah perusahaan e-commerce Jepang yang sudah meluas secara global.

But in 2010, the company was totally lost in translation,

Tapi di 2010, perusahaan tersebut tersesat di penerjemahan,

translating documents across English and Japanese and back on a daily basis,

menerjemahkan dokumen dari bahasa Inggris ke Jepang dan sebaliknya setiap hari,

losing days of work,

kehilangan hari-hari kerja,

and also making it pretty hard for global talent to join the company.

dan juga membuat talenta gobal sulit untuk bergabung ke perusahaan.

So the founder and CEO, Mickey Mikitani,

Jadi pendiri dan CEO-nya, Mickey Mikitani,

he stepped up and issued a decree.

dia mengeluarkan surat keputusan.

He basically said, from today on, all meetings, presentations,

Dia berkata, mulai hari ini, semua meetings, presentasi,

down to the canteen menus,

sampai menu kantin,

they must be in English.

harus dalam bahasa Inggris.

Sounds easy? Is not.

Terdengar mudah? Tidak.

So for the next few weeks, absolute chaos ensued.

Di minggu-minggu setelahnya, terjadi kekacauan.

And for sure, you can imagine it was a pretty stressful transition

Tentunya Anda bisa membayangkan itu adalah transisi yang merepotkan

for many executives not home in English as their first language.

untuk banyak eksekutif yang bahasa pertamanya bukan bahasa Inggris.

But over time, the decision paid off

Tapi seiring waktu, itu berhasil

and the company turned from a formalistic, hierarchical one

dan perusahaan berubah dari perusahaan formalistik dan hirarkis

into one that is much flatter and more decentralized.

menjadi lebih datar dan lebih terdesentralisasi.

And if you visit their offices today,

Jika Anda melihat kantornya sekarang,

you will see people that migrated to Japan from places like Bulgaria, France,

Anda akan meilhat orang yang bermigrasi ke Jepang dari Bulgaria, Prancis,

Germany, India, Indonesia and elsewhere.

Jerman, India, Indonesia, dan lainnya.

And since then, the company has expanded into 30 countries

Sejak itu, perusahaan tersebut telah berkembang ke 30 negara

and is seen as the poster child of a modern, digital and global Japan.

dan terkenal sebagai contoh terbaik dari Jepang yang modern dan global.

Once senior executives are on board,

Begitu para eksekutif senior ikut,

human resource teams are next.

tim SDM berikutnya.

In the past, these HR teams,

Dahulu, tim SDM ini,

they could afford to basically just write a local language job description

mereka bisa hanya menulis deskripsi pekerjaan dalam bahasa lokal

and hire from a talent pool largely 50 miles around the headquarters.

dan mempekerjakan dari kumpulan bakat sekitar 50 mil dari kantor mereka.

Today, not so much.

Hari ini, itu tidak cukup.

And leading HR teams, for many positions, they actively hire globally.

Tim HR terbaik, untuk banyak posisi, mereka mempekerjakan karyawan asing.

Let's take a look at Douglas.

Coba lihat Douglas.

Douglas is Europe's number one beauty retailer

Douglas adalah pengecer produk kecantikan nomor satu di Eropa

with more than 1,800 stores

dengan lebih dari 1,800 toko

across more than 15 countries.

di lebih dari 15 negara.

Yet in the pandemic, they had to close many stores

Tapi saat pandemi, mereka harus menutup banyak toko

and they made a hard turn towards e-commerce.

dan banting setir ke toko online.

And they knew that in order to do that, they had to dial up their tech teams.

Mereka tahu untuk melakukan itu, mereka harus menghubungi tim teknis.

Yet, they really couldn't find the tech talent here at home in Germany.

Tapi mereka tidak bisa menemukannya di Jerman.

So to fix that, they did two things.

Untuk itu, mereka melakukan dua hal.

One, they introduced a fully remote digital hiring process

Satu, mereka memperkenalkan proses perekrutan digital

complete with hard and soft skill assessments,

lengkap dengan penilaian hard and soft skill,

and they also launched a new hiring campaign

mereka juga meluncurkan kampanye perekrutan baru

called "The Code Behind the Beauty" in order to attract a more global,

bernama “Kode dibalik Kecantikan” untuk menarik lebih banyak

diverse set of applicants.

pelamar yang global dan beragam.

Since then, they've hired a QA tester

Sejak itu, mereka mempekerjakan QA tester

and product managers from our Imagine pool,

dan manajer produk dari sumber daya Imagine kami,

and they’re also broadly hiring more globally and hire developers

mereka juga merekrut secara luas dan mempekerjakan pengembang

and for other roles completely internationally.

serta posisi lainnya secara internasional sepenuhnya.

And as a result they managed something pretty rare for an offline retailer,

Mereka pun berhasil mengatur sesuatu yang cukup langka untuk retailer offline

and that is translating their offline strength

yaitu menjadikan kekuatan offline mereka

into true online growth potential.

menjadi potensi pertumbuhan online yang sesungguhnya.

And the cherry on top?

Bagian terbaiknya?

Doing all of that by following the latest and freshest HR best practices

Melakukan semua itu dengan mengikuti praktik SDM paling baru

that benefit not just foreign workers,

yang tidak hanya menguntungkan pekerja asing,

but all of their talent base.

namun semua basis bakat mereka.

Finally, let's look at you and me

Terakhir, lihatlah diri Anda dan saya

and all of us who don't work in HR teams

dan kita semua yang bukan di tim SDM

and don't lead global companies just yet.

dan belum memimpin perusahaan global.

So the next time you're hiring for one of your teams,

Lain kali ketika Anda merekrut orang untuk tim Anda,

ask your HR colleagues to maybe also shortlist a couple of global candidates

tanyakan ke rekan SDM untuk memilih beberapa kandidat global

and when you interview them, be ready to be surprised.

dan ketika Anda mewawancara mereka, bersiaplah untuk terkejut.

A couple of months ago,

Beberapa bulan lalu,

I spoke to a group of female developers from Afghanistan

Saya berbicara dengan beberapa pengembang wanita dari Afghanistan

seeking a career abroad.

yang sedang mencari kerja di luar.

And yet, despite the unimaginable horrors of their daily lives

Meski horor di kehidupan sehari-hari mereka tidak terbayangkan

and the injustice that they're facing,

dan banyak keadilan yang mereka temui,

they actually brought a degree of positive focus and skill and creativity

mereka tetap membawa fokus positif dan keterampilan serta kreativitas

to the conversations I could only deeply admire.

ke dalam percakapan yang hanya bisa saya kagumi dengan sangat.

Yet, frankly, in other circumstances, it turned out differently.

Namun di beberapa kasus kondisinya berbeda.

And people were clearly not mentally or culturally ready for a life abroad.

Beberapa orang jelas belum siap secara mental dan budaya untuk hidup di luar.

Over time, I personally learned to check my own biases at the door,

Seiring waktu, saya belajar untuk memeriksa bias saya sendiri,

and I'm still working on it.

dan saya masih berusaha untuk itu.

But let me give you an example.

Izinkan saya memberi contoh.

When people address me by email, as "esteemed sir" or "doctor,"

Ketika orang menghubungi saya lewat email, dengan “Tuan yang terhormat” atau "dokter"

I don't immediately cringe or think that they might not be culturally ready.

saya tidak langsung geli dan menganggap mereka belum siap secara budaya.

No, I learned over time that they only mean it as a sign of respect.

Tidak, saya belajar seiring waktu bahwa mereka melakukannya karena hormat.

Yet, let's face it, the culture gap is real

Namun, harus kita akui, kesenjangan budaya itu nyata

and it can always help to get some culture coaching.

dan melakukan latihan budaya bisa membantu.

In fact, I'm a culture coach myself, sometimes in my own family.

Sebenarnya saya sendiri adalah pelatih budaya, bahkan di keluarga sendiri.

So a couple of years ago,

Beberapa tahun lalu,

my brother Jonathan was applying for a job in the US

adik saya Jonathan sedang melamar pekerjaan di AS

as a research scientist,

sebagai ilmuwan riset,

and initially he was struggling just a little bit.

dan pada awalnya dia kesulitan sedikit.

So I took a look at his emails and I could tell he was writing them

Saya pun melihat email dia dan tahu bahwa dia menulisnya dari pola pikir

from a very German mindset.

yang sangat Jerman.

Let me give you an example.

Begini contohnya.

He wrote something like, "Dear Dr. Smith,

Dia menulis seperti, ”Dr. Smith yang terhormat,

I am writing to you in relation to my previous letter from April 22.

Saya menghubungi Anda terkait surat saya dari 22 April.

I haven't heard a reply from you since."

Saya belum menerima jawaban Anda.”

True story.

Ini kisah nyata.

It's not just too formal,

Bukan hanya ini terlalu formal,

it's borderline rude by American standards,

tapi juga sangat kasar untuk standar Amerika,

even though in Germany, believe it or not, you still might get away with it.

walaupun di Jerman, percaya atau tidak, Anda masih bisa menggunakannya.

So I told him to rewrite his emails in a more global standard.

Saya menyuruhnya menulis ulang dengan gaya yang lebih global.

Something like "Dear John, I hope you had a great weekend.

Seperti, “John yang terhormat, Saya harap akhir pekan Anda menyenangkan.

I'm following up on my blah blah blah."

Saya menindaklanjuti bla bla bla saya.”

You get the message.

Anda mengerti.

And with that, and because it’s great, he got the job.

Dengan itu, dia pun mendapat pekerjaannya.

And what's so unique about this

Apa yang unik dari ini

is he did not have to learn a new skill, spending years on it.

adalah dia tidak perlu mempelajari keterampilan baru selama bertahun-tahun.

All that it took was somebody pointing out to him

Hanya perlu satu orang untuk menunjukkan kepadanya

the small but significant changes in the way he presented himself.

perubahan kecil yang signifikan dalam cara dia membawa diri.

And now, after a couple of years, he's a great culture coach himself.

Sekarang, setelah beberapa tahun, dia juga seorang pelatih budaya yang hebat.

And in fact, I think that is something we can all aspire to.

Sebenarnya itu adalah sesuatu yang kita semua bisa capai.

Because migration is indeed one

Karena migrasi adalah satu

of the great possibilities of our lifetimes.

dari sekian banyak kemungkinan hebat di kehidupan kita.

One that we can all contribute to

Sesuatu yang bisa kita sumbangkan

and one that clearly has in business

dan sesuatu yang jelas ada dalam bisnis

so-called "first mover advantage."

bernama “keuntungan penggerak pertama.”

And that's why I predict that companies who embrace the most global,

Itulah kenapa saya memprediksi bahwa perusahaan yang menerima generasi

most educated generation ever,

paling global dan teredukasi,

they will win in the marketplace,

akan menang di pasar,

while others who still stand on the sidelines, they won't.

ketika yang lain masih menunggu di pinggir, mereka tidak.

I call that global talent advantage,

Saya menyebutnya keuntungan talenta global,

and it applies as much to companies as it does to entire countries.

dan itu berlaku untuk perusahaan seperti halnya ke seluruh negara.

I think it's time that we change perspective

Saya rasa ini saatnya kita mengubah sudut pandang

and see migrants not as a threat or as a burden,

dan melihat migran bukan sebagai ancaman atau beban,

but as an opportunity.

tapi sebagai kesempatan.

An opportunity to build more vibrant and innovative nations,

Kesempatan untuk membangun bangsa yang lebih berwarna dan inovatif,

and also an opportunity to do our little share

dan juga kesempatan untuk melakukan bagian kita

to make the world a better place for all.

dalam menjadikan dunia tempat yang lebih baik bagi semua.

Thank you.

Terima kasih.